Hukum

Mengenang Kembali Setelah Lima Tahun Peradilan Jessica Kumala Wongso.

Bandung, Matakompas.com– Peradilan Kasus pembunuhan Wayan mirna sholihin telah berlalu lebih dari 5 tahun namun menurut prof. OC. Kaligis masih ada beberapa kejanggalan dalam putusan tersebut.

Kejanggalan putusan tersebut tercermin dalam surat terbukanya sebagai berikut :

 

Sukamiskin Minggu 7 Pebruari 2021.

Mengenang  Lima tahun  kasus Pembunuhan Jessica Kumala Wongso terhadap Wayan  Mirna Salihin.

Oleh: Prof. OC. Kaligis.

  1. Putusan Judex facti Pengadilan Negeri yang mengvonis Jessica 20 tahun Penjara dikuatkan oleh Mahkamah Agung.  Ketika Yudex Yuris di Mahkamah Agung menguatkan putusan pengadilan negeri,  hakim Binsar Gultom  sebagai  salah seorang hakim yang memutus,  memberi komentar sebagai berikut: : Bangga bahwa  putusannya dikuatkan oleh Mahkamah Agung.  Bahkan Hakim Binsar Gultom memberi nasehat kepada Jessica untuk mengakui saja perbuatannya. Tentu saya sebagai praktisi, merasa aneh mengapa ada seorang hakim mengomentari sendiri putusannya? Saya membela perkara diseluruh dunia. Tak pernah saya mendengar seorang hakim mengomentari putusannya,  apalagi memberi nasehat kepada terdakwa yang diputusnya sendiri, untuk bertobat.
  2. Sebagai praktisi yang juga punya pengalaman praktek pernah membela kasus kasus pembunuhan, saya menyaksikan sidang Jessica yang ditayangkan luas di TV TV Indonesia. Ini beberapa catatan saya mengenai barang bukti dalam perkara Jessica : a. Tak seorang pelayan kafe yang menyaksikan Jessica menuangkan sianida kecangkir Mirna., b. Bukan Jessica yang datang lebih dahulu yang menentukan dimana meja yang akan didudukinya; Meja nomor 54 adalah meja satu satunya yang tertinggal, karena café Oliver penuh pengunjung; c. Dari pemeriksaan tas Jessica, tidak didapatkan jejak bukti sianida. Semuanya hanya obat obat yang dikonsumsi sendiri oleh Yessica; Reka ulang CCTV oleh Kompas TV: tidak terlihat Jessica memasukkan sianida ke cangkir Mirna.
  3. Mirna meninggal tanggal 6 Januari 2016 jam 18.30, satu jam setelah minum es kopi vietnam. . Pra Rekonstruksi  gelar perkara Penyidik baru dilakukan tanggal 11 Januari 2016, Rekonstrksi terjadi tanggal 7 Pebruari 2016. Jessica menolak. Pada hari kejadian tanggal 6 January 2016, tidak dilakukan polis line dimeja 54. Tidak jelas siapa yang membawa cangkir Mirna kedapur, siapa yang mencuci cangkir tersebut.
  4. Cairan sianida 0,2 Mili liter dari jumlah 1 liter diperoleh penyidik dari rumah sakit Abdi Waluyo, bukan melalui otopsi. Cairan sianida bukan dari hasil penyitaan barang bukti ditempat kejadian tertanggal 6 Januari 2016. Tindakan pro justitia yang dilakukan Polisi setelah Mirna meninggal. Laporan Polisi dilakukan oleh ayah Mirna, setelah meja 54 dibersihkan oleh pelayan kafe Oliver. Penyidikan baru dimulai minimal sesudah tanggal 6 Januari 2016.
  5. Pendapat ahli Prof. Beng Beng Ong dari Australia. “ Kematian Mirna mungkin bukan karena Sianida yang cairannya hanya 0,2 mm dari jumlah 1 liter. Dilakukan 70 menit setelah Mirna meninggal bukan melalui otopsi. Ahli forensiK  Budiawan pun meragukan kematian Mirna akibat sianida yang  jumlahnya hanya 0,2 mili liter per liter. Guru besar Sociologi Bambang Widodo Umar pun menyimpulkan tidak adanya bukti pembunuhan yang dilakukan Jessica. Tanggapan Prof. Mudzakir mengenai bukti CCTV, sebagai bukti sekunder. Prof Mudzakir berpendapat bahwa CCTV bukan bukti primer, karenanya CCTV bukan barang bukti. Apalagi kalau dihubungkan dengan reka ulang yang dilakukan oleh Kompas TV, dan  kesaksian beberapa saksi mengenai kronologis kejadian yang saling bertentangan.
  6. Jessica divonis tanpa barang bukti. Hakimpun mengakui bahwa pertimbangan yang dipakai hakim pengadilan negeri berdasarkan bukti petunjuk. Dihubungkan dengan bukti bukti tersebut diatas, bukti pelayan kafe Oliver sebagai saksi yang melihat, bukti CCTV, bukti pemeriksaan tas Jessica, Keterangan ahli dari Australia dan ahli dari Indonesia. Mereka semua mendukung Jessica sebagai bukan pelaku pembunuhan.
  7. Termasuk konsistensi keterangan Jessica, Sumpah Jessica, maka sesuai dengan beberapa berita   Medsos, kasus pembunuhan Jessica, kurang alat bukti. Dapat dimengerti, mengapa berkas perkara pembunuhan Jessica, 5 kali bolak balik dari jaksa ke polisi.
  8. Mungkin pledooi Jessica sendiri yang dengan tegas bersumpah bahwa bukan dia yang melakukan pembunuhan, hanya Jessica sendiri yang mengerti isi kebenaran  sumpah tersebut dan Tuhan yang Maha Tahu, yang membenarkan sumpah tersebut.  Sampai matipun Jessica tidak akan mengakui pembunuhan yang dituduhkan kepadanya. Pembunuhan yang tidak pernah dilakukannya..Sesuai Pasal 184 KUHAP keterangan, sumpah Jessica pun termasuk bukti yang harus dipertimbangkan hakim yang mengadili perkara pembunuhan tersebut.
  9. Ketika saya melanjutkan studi di Jerman Barat, pernah diwaktu senggang, saya bekerja di kafe. Biasanya sebagai pelayan kafe, kopi baru saya suguhkan bila pengunjung yang menunggu tamunya ,lengkap, duduk bersama. Baru saya sebagai pelayan melakukan tugas saya menuang kopi mereka. Kesaksian pelayan café Oliver yang kemudian dipersidangan “kata” nya melihat warna kopi yang agak berbeda, patut dipertanyakan. Mengapa disaat itu , ketika melihat warna kopi yang agak berbeda , saksi pelayan, tidak mempertanyakan kelainan tersebut?  Bukankah pelayan terbiasa melihat mana kopi yang biasa mana kopi yang mencurigakan?
  10. Difakta persidangan yang saya lihat melalui tayangan TV yang datang duluan ke kafe Oliver adalah Yessica. Kemudian Mirna dan Hani datang bersama, menyusul Jessica.
  11. Tidak jelas kelihatan melalui rekaman TV, pelayan kafe siapa yang menuang kopi ke meja yang mereka layani. Yang pasti melalui rekaman CCTV,sama sekali tidak terlihat  Jessica  menuang Sianida. Itu sebabnya putusan hakim, bukan berdasar saksi yang melihat  Jessica  sedang menuangkan Sianida ke Cangkir yang diminum oleh Mirna, tetapi hanya berdasarkan petunjuk yang dihubung hubungkan satu sama sekali. Anehnya kesaksian  dan pendapat ahli yang mendukung Jessica, sama sekali tidak dipertimbangkan oleh Hakim Pemutus. Padahal Pasal 185(1) KUHAP mengatur,  bahwa  bukti adalah apa yang terungkap dipersidangan.
  12. Tak seorang pelayan kedai kopi Oliverpun yang melihat dengan kepala sendiri, Jessica dari tasnya mengeluarkan  bubuk sianida atau melihat gerakan mencurigakan Jessica ketika tangannya merogoh sesuatu dari dalam tasnya.
  13. Adalah Hani dan Jessica yang melihat peristiwa serentak, menjelang kematian Mirna, akibat sianida tersebut. Rekaman CCTV pun tidak memperlihatkan reaksi wajah Hani dan Jessica setelah Mirna meminum isi gelasnya. Karena itu semua pelayan kafe, memberi keterangan dibawah sumpah dipemeriksaan di Pengadilan, bahwa mereka sama sekali tidak melihat Jessica menuangkan sesuatu ke cangkir
  14. Pertanyaan selanjutnya. Apakah pelayan yang pada saat itu tidak tahu sama sekali, bahwa Mirna keracunan Sianida,   tidak lantas membersihkan mejanya, membawa cangkir untuk dicuci? Kebiasaan pelayanan  usaha kafe adalah bila cangkir dibawa  kedapur, cangkir cangkir  langsung dicuci. Jadi menjadi pertanyaan apakah   cangkir yang telah dicuci tersebut yang kemudian dijadikan barang bukti, benar cangkir yang diminum Mirna.
  15. Lalu sidik jari siapa yang ada dalam cangkir tersebut, yang membawa cangkir tersebut kedapur?. Atau  apakah  setelah peristiwa tersebut, cangkir yang diminum Mirna, tetap berada dimeja, menunggu polisi datang untuk memberi  batas garis kuning (police line) , lalu segera melakukan penyitaan tersebut.
  16. Tak ada satupun barang bukti yang relevan, yang membuktikan bahwa saksi melihat Jessica menuangkan serbuk  sianida ke kopi Mirna, setelah pelayan kopi menuangkan kopi tersebut kecangkir Mirna.
  17. Mengenai kapan cangkir yang diminum Mirna atau siapa yang membawa cangkir tersebut kedapur, pelayan siapa didapur yang mencuci cangkir tersebut, pasti saksi tidak lagi mengetahui    yang mana cangkir Mirna.  Semua bukti  itu tidak terungkap dengan jelas di Pengadilan.
  18. Itu sebabnya majelis hakim sekali lagi hanya memutus berdasar petunjuk, bukan berdasar saksi yang melihat. Bahkan ex hakim Jakarta Pusat hakim Binsar Gultom membenarkan bahwa tidak ada seorang saksipun yang melihat Jessica memasukkan sianida ke cangkir kopi Mirna. Putusannya didasarkan pada petunjuk dan keyakinan hakim. Hakim Binsar memberi acungan jempol kepada Hakim Agung PK yang membenarkan putusannya. Biasanya sangat tidak etis Hakim yang memutus , ikut ikut mengomentari putusannya. Bahkan Hakim Binsar mengajak Jessica untuk bertobat dan mengakui perbuatannya Mungkin hakim Binsar tidak mengetahui bahwa  didunia peradilan terjadi banyak kekeliruan putusan. Kasus  Sengkon dan Karta pernah diputus in kracht secara keliru. Didunia peradilan banyak putusan putusan yang keliru, bahkan setelah terpidananya dieksekusi hukuman mati.
  19. Jaksa Antasari pun yang pernah diputus sebagai pembunuh, pasti sampai mati, disumpah dengan cara apapun , akan tetap mengakui, bukan dia pelaku pembunuhan. Terlibatpun sebagai pelaku serta, sama sekali tidak diakuinya. Karena Antasari sama sekali tidak tahu menahu mengenai pembunuhan tersebut. Bahkan saudara korban berpihak kepada Antasari, sebagai tersangka yang seharusnya dibebaskan, tidak disidik sejak semula sebagai tersangka pembunuh. Semua ahli hukum praktek termasuk saya akan berpendapat yang sama. AntasarI  seharusnya diputus bebas murni.
  20. Fakta bahwa tidak ada seorang saksipun yang melihat Jessica menuangkan sianida kecangkir Mirna, dibenarkan oleh Kompas TV, ketika Kompas TV me reka ulang tayangan CCTV. Bukti CCTV  tersebut tidak membuktikan Jessica menuangkan sianida ke cangkir Mirna.
  21. Pendapat ahli sociologi Bambang Widodo Umar: “ kasus pembunuhan Jessica, tidak didukung oleh bukti primer. Jessica divonis hanya berdasarkan  bukti yang dikait kaitkan, bertentangan dengan bukti primer yang diperoleh dipersidangan Jessica.”  Pendapat yang sama diterangkan dibawah sumpah oleh ahli Prof.Mudzakir. Ahli menolak bukti CCTV yang hanya adalah  bukti sekunder. Bahkan ahli memberi pendapat bahwa CCTV bukan bukti.
  22. Lalu bagaimana ketika sampel cairan kopi sianida yang disita oleh Penyidik sebagai barang bukti? Apa pasal 129 dan 130 KUHAP dipenuhi? Intinya barang bukti itu diperlihatkan kepada Jessica, dijelaskan dari siapa barang bukti itu disita, disaksikan oleh dua orang yang hadir diwaktu barang bukti itu disita, kemudian ditandatangani oleh Jessica?
  23. Dalam pemeriksaan saksipun, terdapat perbedaan keterangan saksi mengenai kronologis kejadian. Itu kata Medsos yang meliput persidangan.
  24. Bahkan banyak pihak termasuk beberapa Medsos membuat berita bahwa tidak ada bukti konkrit yang bisa membuktikan keterlibatan Jessica.
  25. Kronologis pemeriksaan terhadap terdakwa Jessica. Baru setelah beberapa kali pemeriksaan, akhirnya Jessica ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 29 January 2016, mengikuti gencarnya pemberitaan media terhadap dirinya.  Jessica sendiri mengakui bahwa pemeriksaan terhadap dirinya  dilakukan dengan penuh intrik baik oleh penyidik, maupun oleh orang orang yang opininya berhasil  dibingkai untuk mencap diri Jessica sebagai pembunuh. Rekayasa dan penggiringan publik opini dikomandoi sendiri oleh ayah Mirna. Terhadap persangkaan pembunuhan tersebut azas praduga tak bersalah,  tidak berlaku pada diri Jessica.
  26. Biasanya bila terdakwa diperiksa, latar belakang  kehidupan Jessica harus ditelusuri. Latar belakang kehidupannya bersih, tidak pernah terlibat kejahatan atau pelanggaran, tidak pernah bertengkar dengan Mirna.
  27. Ahli ekspresi Nunki Suwardi ikut ikutan menghukum Jessica. Kalaupun pendapat ahli ekspressi tersebut  hendak  dipertimbangkan sebagai bukti petunjuk, bukan mutlak kebenarannya.  Mungkin saja  5 ahli ekspressi wajah,  punya pendapat yang berbeda beda.
  28. Apalagi sejak semula penyidikan sampai ke pemeriksaan ke Pengadilan, Ayah Mirna sangat mengeksploiter Media, dengan berita berita tendensius. Hampir semua jurnalis, hanyut untuk turut menghukum Jessica, selagi Jessica masih dalam pemeriksaan dipersidangan.
  29. Sekali lagi Azas praduga tak bersalah, tidak berlaku bagi tersangka Jessica. Beda dengan kasus pembunuhan Novel Baswedan yang didukung wartawan, ICW, LSM, sehingga Jaksa Agungpun mengabaikan putusan Pengadilan untuk mengadili Novel Baswedan.
  30. Contoh contoh peradilan sesat, khusus mengenai kasus kasus Pembunuhan.: a. Tersangka pembunuhan yang menimpa Archie Wiliiams, yang bebas dan tidak terbukti membunuh, setelah ditahan selama 37 tahun di Pengadilan Louisiana, Amerika. Archie Williams bebas melalui usaha LSM bernama “Innocent Project” Proyek tak bersalah. Melalui teknik DNA, terbukti bahwa Archie Wiliams bukan pelaku Pembunuhan; b Nasib bebas yang sama dialami oleh Kenneth Waters di Pengadilan Ayer, Massachusetts, Amerika. Juga bebas melalui pemeriksaan DNA; c. Kasus vonis hukuman mati yang dikenal dengan “Scottboro Boys” terjadi di Alabama sepanjang tahun 1930-an. Sembilan remaja kulit hitam berusia dibawah 19 tahun dituduh memperkosa dua orang wanita kulit putih diatas kereta. Suatu peradilan yang kini dipandang sebagai lembaran hitam peradilan. Kesembilan remaja tersebut dihukum mati. Sekalipun salah satu wanita kulit putih itu menarik pernyataannya bahwa ia telah diperkosa.. Setelah menjalani penjara selama 7 tahun, kasus mereka diperiksa kembali ditingkat banding. Mereka dibebaskan karena tidak terbukti. Akar dakwaan mereka sebetulnya adalah kerusuhan ras di Alabama ketika itu.  Semua keputusan sesat di Luar Negeri adalah hasil penelitian saya,waktu membuat disertasi doktor saya. Anda dapat  membacanya dihalaman 230 sampai dengan 232 buku berjudul Perlindungan Hukum atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa dan Terpidana, sukurang kurangnya agar Hakim Binsar Gultom mempunyai pandangan yang agak luas mengenai Peradilan sesat.
  31. Contoh Peradilan sesat di Indonesia. Kasus Pembunuhan Sengkon dan Karta. Keputusan sesat terdakwa Pembunuh David-Kemat yang saya bela, dan akhirnya bebas. Kasus Fabianus Tibo dan kawan kawan  di Palu, diputus oleh Pengadilan Negeri Palu sebagai tersangka pelaku pembunuhan.  Peradilannya penuh dengan intrik dan rekayasa.  Kasus Tibo menjadi perhatian dunia. . Pelaksanaan eksekusinya ditolak oleh Kapolda Sulawesi Tengah Bapak Oegroseno  karena dalam pemeriksaan ulang terhadap beberapa saksi, bukan Tibo pelakunya. Sayangnya pemeriksaan tersebut tidak dilanjutkan untuk menutupi rekayasa peradilan Fabianus Tibo. Sebelum dieksekusi mati, Fabianus Tibo, sebagai seorang Katolik, diberi kesempatan mengaku dosa didepan seorang Pastor Katolik. Saya bertemu dengan Pastor dimana sebelum menghadap Tuhan, dalam kesempatan pengakuan dosa, Fabianus Tibo didepan Pastor tetap mengakui bahwa dirinya  sama sekali tidak melakukan Pembunuhan. Saya sebagai Pengacara praktek yang banyak menangani perkara pidana, menyadari bahwa sebenarnya banyak keputusan sesat  yang menimpa seseorang di Pengadilan. Sayang kita belum punya Innocent Project Proyek korban peradilan sesat, sebagaimana yang ada di Amerika.
  32. Di Indonesia justru terkadang pembunuh dilindungi .Contohnya kasus Novel Baswedan yang membunuh salah seorang tersangka burung walet. Semua tahap tahap penyidikan, penuntutan, praperadilan telah dilalui. Bahkan putusan Pengadilan Negeri Bengkulu yang memerintahkan Jaksa Agung, agar kasus penganiayaan dan Pembunuhan Novel Baswedan disidangkan, diabaikan oleh Jaksa Agung. Jaksa Agung membangkang terhadap putusan Pengadilan. Bahkan sebaliknya, Jaksa Agung terkesan melindungi  tersangka Pembunuh  Novel Baswedan. Novel Baswedan yang rajin mengkritik Polisi, tempat Novel yang asalnya  Polisi, ketika menyidik terbukti adalah penyidik  yang sangat   

 

 

Tulisan ini saya peruntukkan untuk semua Pengamat Hukum yang cinta kebenaran dan Keadilan. Juga semua teman media yang peduli akan penegakkan hukum yang berkeadilan.

Salam dari Lapas Sukamiskin, Bandung.

 

 

 

Prof. Otto Cornelis Kaligis.

 

Editor : AK

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  Banner Iklan Rafting Jarrak Travel

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button