
DENPASAR, Matakompas.com – Dalam semangat menyambut HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia dan HUT ke-24 Partai Demokrat, DPD Partai Demokrat Provinsi Bali menggelar seminar sehari bertajuk ‘Kesadaran Politik Kaum Muda bagi Masa Depan Bangsa dan Negara,’ Sabtu (26/7) pagi di Inna Bali Heritage Hotel, Denpasar.
Seminar ini menghadirkan sejumlah narasumber dari berbagai unsur penting dalam sistem politik dan pemerintahan, yaitu dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bali, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Bali, Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Bali, akademisi dari Universitas Udayana (Unud), dan anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Tutik Kusuma Wardhani.
Peserta seminar berjumlah 175 orang, mayoritas anak muda berusia 20 hingga 30 tahun. Mereka terdiri dari mahasiswa-mahasiswi berbagai universitas seperti Universitas Udayana, Universitas Warmadewa, Universitas Mahendradatta, Universitas Mahasaraswati, Universitas Ngurah Rai, dan sebagainya, serta kader dan simpatisan Partai Demokrat.
Ketua DPD Partai Demokrat Bali, I Made Mudarta, menyatakan kegiatan ini merupakan bagian dari komitmen partainya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, khususnya generasi muda yang saat ini mendominasi demografi Indonesia. “Di pembukaan Undang-Undang Dasar ’45 disebutkan tugas negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Anak muda jumlahnya sekarang paling besar, 54 persen. Jadi yang menentukan masa depan negara kita adalah generasi muda,” ujarnya.
Mudarta menekankan semua bidang kehidupan ditentukan oleh politik mulai dari ekonomi hingga sosial. Oleh karena itu, anak muda tidak boleh alergi terhadap dunia politik. “Politik itu kasta paling tinggi. Arah ekonomi, sosial, hingga kebijakan negara ditentukan oleh politik,” ucapnya. Selama ini banyak orang memandang politik hanya soal kekuasaan atau konflik. Padahal menurutnya, politik adalah alat untuk menciptakan perubahan dan kesejahteraan.
Lebih lanjut ia menambahkan, materi yang disajikan dalam seminar ini sangat lengkap dan relevan bagi generasi muda. “Harapan kita generasi mudanya paham utuh dari A sampai Z hitungan politik,” ungkapnya.
Ketua Panitia, AA Kartika Putra, menjelaskan pendidikan politik bagi generasi muda sangat penting untuk membentuk warga negara yang sadar akan hak dan kewajiban, serta mampu berpartisipasi aktif dalam kehidupan politik. Menurutnya, pendidikan politik bertujuan menumbuhkan kesadaran demokrasi, meningkatkan pemahaman tentang nilai-nilai kebangsaan, serta menciptakan generasi muda yang kritis dan bertanggung jawab.
Ada lima tujuan pendidikan politik yang ingin dicapai dalam kegiatan ini. Pertama, meningkatkan kesadaran politik. Kedua, membentuk partisipasi politik. Ketiga, membangun karakter kebangsaan yang kuat. Keempat, meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan analitis. Kelima, mempersiapkan pemimpin masa depan yang berintegritas.
“Harapan kami dari hasil seminar ini adalah peningkatan pemahaman, partisipasi aktif, dan kontribusi positif terhadap demokrasi, serta munculnya solusi konkret atas persoalan penegakan hukum dan kebijakan nasional,” ujar Kartika Putra.
Menurutnya, penting bagi anak muda untuk memiliki kesadaran demokrasi sejak dini sebagai investasi jangka panjang demi terciptanya stabilitas dan kemajuan bangsa dan negara. Ia juga berharap kegiatan ini bisa menjadi awal dari rangkaian pendidikan politik lainnya yang akan dilaksanakan secara berkelanjutan.
Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Tutik Kusuma Wardhani, menegaskan pentingnya peran generasi muda dalam dunia politik sebagai jalan menuju perubahan. Dalam pemaparan materinya bertajuk ‘Strategi Politik untuk Mencapai Tujuan’ Tutik menekankan politik adalah ruang perjuangan nyata untuk mewujudkan aspirasi rakyat, terutama masyarakat di lapisan bawah dan menengah.
Sehingga, penting untuk generasi muda lebih memahami strategi politik secara komprehensif, mulai dari teori hingga praktiknya dalam medan politik yang sebenarnya. “Strategi politik itu sangat penting dipahami oleh generasi muda yang ingin terjun ke dunia politik. Karena keberhasilan perjuangan politik sangat ditentukan oleh strategi yang tepat, bukan hanya semangat,” ujarnya.
Tutik menguraikan empat jenis strategi politik yang lazim digunakan, yaitu strategi ofensif untuk memperluas pengaruh, strategi defensif untuk mempertahankan dukungan yang sudah ada, strategi positioning untuk membangun citra dan mempertahankan pasar politik, serta strategi marketing politik untuk memasarkan gagasan, karakter, ideologi, dan program kerja kepada masyarakat. Ia mengajak generasi muda memahami semua aspek ini agar tidak terjebak dalam praktik politik yang semu.
Sementara itu, Ketua KPU Provinsi Bali, I Dewa Agung Gede Lidartawan, dalam sesi berikutnya, mengajak generasi muda agar terlibat aktif dalam sistem politik dan penyelenggaraan pemilu. Ia menyebut politik sebagai tahap penting dalam membentuk posisi kekuasaan yang berguna untuk mengambil keputusan-keputusan besar bagi negara. Namun ia mengingatkan, agar proses itu tidak menimbulkan konflik, pendidikan politik, pengalaman, dan rekrutmen politik yang sehat harus menjadi fondasi.
Lidartawan juga memaparkan tahapan pemilu secara teknis, mulai dari pendaftaran partai politik, penetapan peserta, pencalonan, kampanye dan dana kampanye, hingga pemungutan suara dan konversi suara menjadi kursi di parlemen. Ia menekankan pentingnya pemahaman terhadap semua tahapan ini agar generasi muda tidak hanya menjadi pemilih pasif, tetapi juga berdaya dan berpartisipasi penuh dalam proses demokrasi.
Berdasarkan kajian Universitas Udayana yang dipaparkannya, mayoritas generasi muda di Bali masih menjadikan televisi sebagai sumber informasi politik utama, meski pengaruh lingkungan sekitar dan media sosial juga signifikan. Alasan utama mereka menggunakan hak pilih berasal dari sosialisasi penyelenggara pemilu, pengaruh orang terdekat, dan kekhawatiran jika calon yang didukung kalah. Dalam memilih calon legislatif, faktor kinerja nyata dan kedekatan pribadi menjadi pertimbangan utama.
Menariknya, tokoh-tokoh tradisional seperti klian dadia, bendesa adat, dan klian banjar masih menjadi figur berpengaruh dalam membentuk keputusan memilih, sementara influencer dan selebgram justru dianggap tidak relevan dalam arena politik oleh mayoritas responden di Bali.
Tantangan lain yang dihadapi generasi muda dalam pemilu mendatang antara lain adalah maraknya hoaks, rendahnya literasi kepemiluan, dan pengaruh teknologi kecerdasan buatan dalam membentuk opini publik. Karena itu, Lidartawan menekankan pentingnya sikap kritis dan kemampuan menyaring informasi, serta keberanian untuk terlibat aktif dalam setiap tahapan demokrasi.
Seminar ini ditutup dengan seruan bersama untuk menjadikan pendidikan politik sebagai proses berkelanjutan. Sebab, seperti dikatakan para narasumber, pemilu bukan sekadar memilih wakil, tetapi adalah bagian dari menentukan arah bangsa. Dan generasi muda hari ini adalah pemegang kendali masa depan Indonesia. (Red)