Made Supartha : Regulasi Tidak Diperbolehkan Menerbitkan Sertifikat Di Kawasan Konservasi, BPN Siap Batalkan

DENPASAR, Matakompas.com – Ketua Panitia Khusus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (Pansus TRAP) DPRD Bali, I Made Supartha S.h., M.H, menegaskan komitmen pihaknya untuk bekerja maksimal dalam menyelesaikan persoalan tata ruang, perizinan, dan aset yang selama ini menjadi sorotan publik.
Dalam rapat Pansus yang digelar di Gedung DPRD Bali pada Senin, (29/9/25). Supartha menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak, baik dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD), lembaga hukum, Kejaksaan, akademisi, maupun masyarakat, yang mendukung kerja-kerja Pansus.
“Kami sampaikan terima kasih atas dukungan masyarakat. Harapan kami, Pansus bisa bekerja secara lebih terukur, lebih maksimal, dan menghadirkan solusi nyata bagi tata ruang, perizinan, serta pengelolaan aset Bali,” ujar Supartha yang juga Ketua Fraksi PDIP DPRD Bali ini.
Salah satu poin penting yang dibahas adalah pemulihan fungsi konservasi, khususnya hutan mangrove, sebagai wilayah lindung. Menurut Supartha, mangrove berfungsi vital sebagai resapan air, penahan banjir, sekaligus pelindung daratan dari gerakan air laut.
“Mangrove di seluruh Bali akan dievaluasi dan dikembalikan pada fungsinya. Jika dibiarkan rusak, maka banjir akan semakin sering terjadi. Karena itu, fungsi ekologis mangrove harus dipulihkan,” tegas politisi asal Partai bermoncong putih ini.
Dalam rapat tersebut juga mengemuka temuan terkait penerbitan sekitar 106 sertifikat tanah yang dinilai bermasalah karena berada di kawasan pesisir, perairan, atau wilayah konservasi.
Menurut Supartha, Badan Pertanahan Nasional (BPN) telah sepakat untuk mengevaluasi dan membatalkan penerbitan sertifikat tersebut. Pembatalan bisa dilakukan melalui keputusan BPN, kesadaran masyarakat, atau mekanisme hukum lain sesuai aturan yang berlaku.
“Regulasi jelas tidak membolehkan penerbitan sertifikat di wilayah itu. Kalau lapangan menunjukkan kawasan perairan dan pesisir, maka harus dibatalkan. Ini bagian dari upaya kita mengembalikan fungsi ruang sesuai aturan,” jelas politisi asal Dajan Peken Tabanan ini.
Supartha menegaskan bahwa Pansus TRAP bekerja sejalan dengan aparat penegak hukum. Ia menyebut Kejaksaan Tinggi Bali dan Polda Bali telah melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap sejumlah pelanggaran tata ruang, termasuk pembangunan di kawasan terlarang seperti tebing, sungai, danau, maupun pesisir pantai.
“Ada regulasi yang jelas, 100 meter dari laut, 50 meter dari danau, dan 5 meter dari sungai tidak boleh dibangun. Semua pelanggaran ini sedang ditindaklanjuti aparat hukum,” ungkap Made Supartha yang juga Anggota Komisi I DPRD Bali.
Ia juga menambahkan, sejumlah pengembang di Bali yang melanggar aturan sudah ditindak tegas, termasuk penghentian aktivitas pembangunan di kawasan pertanian produktif yang dilindungi.
Menutup pernyataannya, Supartha menekankan bahwa upaya menjaga Bali dari kerusakan tata ruang dan alih fungsi lahan tidak bisa dilakukan sendiri, melainkan harus menjadi gerakan bersama antara pemerintah, DPRD, aparat penegak hukum, akademisi, dan masyarakat adat.
“Prinsipnya adalah gerakan bersama untuk mengamankan dan menjaga Bali. Kita ingin 100 tahun ke depan, Bali tetap lestari, tidak hancur karena kesalahan tata ruang hari ini,” tutupnya. (Red)