Daerah

Puspa Negara Sebut Hadirnya Raperda HAKI Berikan Reward Bagi Masyarakat Badung

DENPASAR, Matakompas.com – Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) terdiri dari berbagai unsur meliputi Paten, Merek, Desain, Kreativitas hingga Inovasi, apalagi masyarakat Kabupaten Badung sangatlah kreatif.

Hadirnya Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Fasilitas Kekayaan Intelektual ini berkeinginan memberikan Reward kepada masyarakat Badung.

Mengingat, Fasilitas Kekayaan Intelektual ini dinilai sebagai satu-satunya di seluruh Indonesia, khususnya di Kabupaten Badung.

Demikian disampaikan Anggota Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kabupaten Badung, I Wayan Puspa Negara, sekaligus Ketua Fraksi Gerindra DPRD Badung, saat Rapat Kerja (Raker) Panitia Khusus (Pansus) membahas penyerapan aspirasi dalam menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Fasilitasi Pelindungan Kekayaan Intelektual (KI) di Ruang Madya Gosana Lantai III, Kantor Sekretariat DPRD Kabupaten Badung, Senin, 15 September 2025.

Puspa Negara menyatakan Reward itu berupa pemberian kemudahan bagi masyarakat Badung mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).

“Yang penting, bahwa hal ini dimanfaatkan sebagai sebuah kesempatan diberikan dan difasilitasi secara gratis oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Badung,” kata Puspa Negara.

Tak hanya itu, hal tersebut juga dimuat dalam Pasal 24 Ayat 1 menyebutkan segala biaya yang timbul sebagai akibat pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) ini di Kabupaten Badung ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Badung.

 

“Sungguh bahagia masyarakat Badung mendapatkan Reward dan kesempatan yang baik untuk mendaftarkan HAKI yang sepenuhnya difasilitasi oleh Pemkab Badung,” kata Puspa Negara.

Terlebih lagi, Pemkab Badung akan memfasilitasi HAKI itu dengan diberikan kemudahan, sehingga diyakini akan banyak yang mendaftarkan HAKI tersebut.

“Ini sangat penting, karena kita sekarang ada kasus LMKN. Itu banyak pengusaha kita di kawasan Destinasi Pariwisata yang memutar musik dikenakan denda per kursi sebesar Rp 160 ribu. Ini sangat ngeri,” urainya.

Oleh karena itu, dengan penyampaian Wakil Ketua DPR RI dinyatakan sudah boleh memutar musik kembali.

Hal tersebut juga melindungi Hak masyarakat Kabupaten Badung yang memiliki kemampuan Kreativitas, Daya, Rasa, Cipta dan Karsa serta Inovasi untuk melindungi secara hukum sebagai sebuah kekuatan.

“Itu buat masyarakat nyaman berkreativitas, disisi lain dari hasil kreativitasnya itu ada royalti yang dinikmati sebagai sebuah ide, karena rumusnya ide itu mahal,” paparnya.

Mengenai masalah memutar musik, lanjutnya secara teknis sudah diinformasikan Susmi Dasco dari DPR RI, bahwa pengusaha bisa memutar musik kembali, karena ditinjau ulang tentang LMKN dan juga Undang-Undang Hak Cipta yang menjadi satu kesatuan, pada Undang-Undang Cipta Kerja.

Untuk itu, Puspa Negara sangat menyetujui terjadinya revisi pemutaran musik, dengan memberikan kebebasan masyarakat untuk berkreativitas seperti dulu.

“Ketika orang memutar musik, mereka khan sudah membeli. Kalau membeli VCD atau DVD itu khan sudah bayar cukai. Kenapa harus double bayar??? Ini artinya in-efisiensi,” jelasnya.

Maka dari itu, hal-hal yang berkaitan dengan in& efisiensi seharusnya bisa dihapus. Apalagi, Presiden Prabowo menyatakan pemutaran musik diminta untuk dievaluasi dengan cepat.

Oleh karena itu, masyarakat harus kembali merdeka dalam arti bertanggung jawab dalam menikmati musik di negeri sendiri. Apalagi, diperkuat pernyataan beberapa artis, untuk memutar kembali musiknya dan tidak dipungut royalti.

“Itu artis sangat sadar, bahwa musik, kesenian atau apapun itu saling membutuhkan antara pihak penikmat dengan yang meluncurkan, itu harus komunikatif justru tidak ada yang mendengarkan malah tidak baik,” tandasnya.

Oleh karena itu, Puspa Negara menegaskan hadirnya Fasilitas Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) di Kabupaten Badung bertujuan melindungi masyarakat Kabupaten Badung, dengan memilki fasilitas, yang membuat masyarakat Badung tenang dan nyaman. Disisi lainnya, hadirnya LMKN di Pusat malah dipertanyakan.

“Kenapa baru ribut, kenapa tidak dulu-dulu dilakukan itu, sehingga pertanyaan besar kita, kemana arah dana yang mereka kumpulkan. Apakah itu untuk kesejahteraan artisnya, apakah artisnya sudah dapat royalti atau justru belum??? Karena musik yang dibeli masyarakat sudah dilengkapi pita cukai, kenapa harus bayar pajak lagi,” pungkasnya. (Red).

  Banner Iklan Rafting Jarrak Travel

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button