By :
Prof. IPutu Sudiarsa Boy Arsa, Ph.D
Ketua Dewan Pembina Yayasan *Arsa Laksana Indonesia* (_AsLI_).
Sesuai dengan salah satu kitab suci Weda yaitu kitab suci Purana, Bhatara Dharma adalah putra Dewa Surya (Matahari) dan Dewi Saranya. Dewi Saranya sendiri adalah putri Bhagawan Viswakarma yang dalam Agama Hindu, ViÅ›vákarma adalah dewa yang memimpin seluruh pengrajin dan arsitek dan beliau dipercaya oleh orang Hindu sebagai ” *Kepala Arsitek Universal”*, arsitek yang merancang arsitektur ilahi Alam Semesta. Batara Dharma memiliki kakak bernama Waiwaswata Manu, dan saudara kembar perempuan bernama Yamuna.
Selain itu, ia memiliki ibu tiri bernama Radnyi, Praba, dan Caya. Karena Caya lebih memperhatikan anak kandungnya sendiri daripada anak tirinya, Yama menendang kakinya. Hal itu membuatnya dikutuk bahwa kakinya akan digerogoti oleh cacing. Cacing-cacing tersebut juga akan menyebabkan kakinya bernanah dan berdarah.
Untuk mengurangi kutukan tersebut, Surya memberikan seekor burung kepada Bhatara Dharma untuk memakan cacing-cacing tersebut. Kemudian Bhatara Dharma memutuskan untuk pergi ke sebuah tempat suci yang bernama Gokarna. Disana ia memuja Siwa dengan cara bertapa selama ribuan tahun.
Siwa berkenan dengan tapa yang dilakukan Bhatara Dharma, lalu ia diangkat sebagai dewa kematian. Ia diberi hak untuk menjatuhkan hukuman kepada orang-orang yang melakukan dosa, dan memberikan berkah kepada orang-orang yang berbuat kebajikan.
Bhatara Dharma adalah satu dari Dewa-dewa Hindu yang mengembara paling jauh ke dunia dibandingkan dengan dewa-dewa lainnya. Beliau mendapatkan tugas untuk mengadili jiwa-jiwa, menentukan apakah jiwa tersebut harus dijatuhi hukuman neraka atau di kirim ke sorga.
Bhatara Dharma menjatuhkan hukuman kepada para roh pendosa berdasarkan dosa-dosa yang telah mereka lakukan semasih hidup di dunia. Karena beliau memiliki kemampuan dalam menentukan jenis hukuman yang dijatuhkan kepada para roh pendosa sesuai dengan aturan-aturan agama, maka beliau juga dikenal dengan nama *Dharmaraja*. Bhatara Dharma menjadi Dewa yang paling andal dalam hal mengadili para roh.
Meskipun bagi sebagian masyarakat penganut ilmu modern Bhatara Dharma dianggap sebagai tokoh khayalan belaka, namun berdasarkan catatan-catatan dalam sastra suci dan penyelidikan langsung oleh para orang suci ternyata telah terbukti bahwa Bhatara Dharma memang benar-benar ada.
Dalam kitab suci purana diceritakan bahwa Bhatara Dharma adalah putera Dewa Matahari, Vivasvat. Ia juga memiliki saudara kembar perempuan bernama Yami atau Sungai Yamuna.
Keduanya, Yama dan Yami disebutkan sebagai pasangan manusia pertama yang menjadi asal muasal dari ras manusia. Yama adalah orang pertama yang mengalami kematian dan juga yang pertama menuju alam kematian sehingga ia behasil menemukan dunia bawah.
Karena ia adalah orang yang tiba di dunia bawah tersebut, ia pun mendapatkan anugrah kekuatan untuk memimpin keseluruhan wilayah di dunia bawah tersebut dan mendapatkan jubah Dewa Kematian. Dalam menjalani perannya sebagai Dewa Kematian, Bhatara Dharma bekerjasama dengan Sang Penghancur/Pelebur yaitu Rudra (Dewa Siva).
Bhatara Dharma menjatuhkan hukuman kepada roh pendosa dengan sangat adil dan bijaksana berdasarkan dosa-dosa yang mereka perbuat dalam kehidupan mereka di Bumi karena saking adil dan bijaksananya maka Bhatara Dharma disebut sebagai Dewa *Penegak Dharma*.
Hukuman yang diberikan oleh Bhatara Dharma dapat berupa siksaan-siksaan yang terlihat sangat kejam, misalnya roh-roh pendosa dibakar dalam samudra minyak mendidihTambra Gomuka jambangan besar yg berpindai kepala kerbau, dipukul tanpa henti dengan tulang bergerigi, dan lain-lain. Sebagai hukuman meringankan untuk reinkarnasi selanjutnya.
Bhatara Dharma adalah Raja bagi para pitra dan bertempat tinggal di Pitraloka bersama para prajurit pribadinya yang disebut *Yamaduta.* Ia diberi kekuatan resmi sebagai hakim di bagian selatan (bagian bawah) alam semesta, yaitu di Patala. Lebih tepatnya, ia berdiam di Samyamani, sebelah selatan gunung Sumeru dengan dikelilingi oleh sabuk abadi yang bernama Sungai Vaitarani mulai dari depan pintu masuk planet kediaman Dewa Dharma.
Lalu seperti apa sesunggunya Dewa Dharma? Menurut pengalaman para waskita dan juga merujuk pada catatan-catatan dalam kitab suci Hindu, Dewa Dharma pada umunya muncul sebagai sosok yang menakutkan. Bagi para roh pendosa, Dharmaraja terlihat sebagai sosok hitam dengan tangan dan kaki yang sangat besar, bibir yang bergetar, mata yang cekung sedalam antariksa, dan rambut yang berupa kobaran api.
Namun, bagi para roh yang baik, Dharmaraja akan mewujudkan diri sebagai sosok yang sangat tampan dan Rupawan menyerupai Wishnu dengan empat lengan dan sepasang mata yang indah. Namun pada umumnya, Dharmaraja sering digambarkan sebagai sosok berwarna hijau dan berpakaian merah dengan mengendarai seekor kerbau. Tangannya memegang gada (Yamadunda) dan tali jerat untuk membebaskan roh dari badan wadagnya ketika sedang dalam proses kematian.
Dharmaraja memiliki dua ekor anjing rakus yaitu Asu Gaplong Dan Asu Yaksa yang mana masing-masing dari anjing tersebut mempunyai empat mata dan lubang hidung yang sangat besar. Kedua anjing tersebut menjaga jalan di sekitar kediaman Dewa Dharma.
*Serat* Kitab Suci Purana menyebutkan bahwa anjing-anjing Dewa Dharma turut berkeliaran di antara manusia sebagai pembawa pesan kematian dengan mengirimkan seekor burung yang menandakan bahwa Dewa Dharma akan segera datang.
Dengan adanya *Serat Purana* ini
dijadikan sebagai *konsep Caru* oleh para Budiman yang ada di Bali, yaitu dengan cara menggunakannya binatang Asu Bang Bungkem yang posisinya terletak di Arah Barat daya yaitu tempat Nriti Dewa Rudra dan Neraka Loka yaitu perbatasan dunia dengan alam Pitra.
Dewa Ganesha menjaga gerbang perbatasan tersebut lalu Dewa Dharma yg bertanggung jawab atas kehidupan para Pitra yg ada ditempat tersebut, Untuk Asu yang dijadikan korban Caru dipersembehan untuk Bhuta Ulu Kuda Dan Bhuta Jingga.
Dewa Dharma tinggal di Dunia bawah tepatnya dikerjaan Kalichi dengan ibu kota yang bernama Dharmapura. Beliau tinggal bersama beberapa istrinya, yaitu Hemamala, Sushila dan Vijaya, dan beliau sendiri duduk diatas takhta pengadilan bernama *Vicharabhu.*
Dalam menjalankan tugasnya, Dewa Dharma dibantu oleh penasehat dan tukang catat semua perbuatan manusia di bumi yaitu Chitragupta (*Sang Suratma*) Ia juga didampingi oleh seorang ketua pelayan (Canda atau Mahacanda), Mahakala, Dorakala dan seorang penjaga (Kalapurusha) yaitu Jogor manik. Selain itu, ada pula Yavana sebagai pelayan Dharmaraja dan para Dharmaduta sebagai prajurit dan pembawa pesan Kingkarabala/ Cikrabala.
Proses Pengadilan dikediaman Dewa Dharma dilakukan dengan cara sebagai berikut: saat terjadi kematian pada umat manusia
Dharmaraja dan para Yamaduta menjemput dan mengambil roh seseorang menuju ke tempat pengadilan. Setiba dikediaman Dharmaraja, pintu pengadilan pun ditutup dan dijaga oleh seorang penjaga pintu bernama Vaidhyata. Lalu, Chitragupta, sang pencatat atau perekam semua perbuatan sang roh mulai membacakan catatannya dari buku besar bernama Agrasandhani.
Kemudian Dharmaraja menentukan apakah roh tersebut akan dikirim ke tempat kediaman para pitri (pitriloka) atau ke salah satu dari ribuan planet neraka berdasarkan dosa yang diperbuatnya, atau juga akan dilahirkan kembali ke dunia dalam bentuk tubuh yang lain.
Yogi Sampurna memuji keagungan Dhararaja sebagai Dewa Kematian yang menjalankan tugasnya dengan dharma. Dharmaraja memimpin dunia bawah bersama para prajurit prajuritnya yang membantu untuk menjalankan tugas dan wewenangnya yang menjadi hakim untuk menjatuhkan hukuman kepada para Roh pendosa dengan seadil-adilnya, yang bertujuan memberi efek jera kepada roh yang saat hidup didunia melakukan banyak dosa dan sekaligus menyucikannya kembali karena sudah dijatuhi hukuman untuk menebus dosa dosanya selama hidup didunia sehingga mereka dapat kembali menuju kejalan yang benar yaitu kekerajaan Tuhan tempat asal muasal sang Roh tersebu.
Meskipun Dharmaraja terkenal sebagai sosok yang menjadi terror bagi hampir semua orang yang takut menghadapi kematian, namun sesungguhnya Dharmaraja (Dewa Kematian) adalah seorang Bhakta agung Tuhan oleh karena itu Dewa Dharma juga disebut sebagi sosok yang *Mahajana* dan *Penyembah Agung Tuhan.*
Dewa Dharma yang gagah perkasa dan ditakuti ini tidak akan mampu berbuat apa-apa dihadapan para *penyembah Tuhan* , atau mereka yang teguh menginginkan pengetahuan tentang *kesadaran atma* dan *wanita yang setia kepada suaminya*.
Dharmaraja melarang para prajuritnya mendekati dan atau menyentuh para Bhakta Tuhan walaupun pada saat hidup didunia ini ada perbuatan berdosa yang dilakukannya akibat kekuatan ilusi Dunia Maya (kekuatan Energy Maya Tuhan) yang tidak mampu dilawan dan dikendalikannya karena Para Bhakta Tuhan adalah *Penyembah Agung Tuhan* yang didalam menjalankan kehidupnya selalu melakukan pelayanan dan memuaskan kepribadian Tuhan dengan cara memikirkan Tuhan, mengingat dan menyebut Nama Suci Tuhan secara berkesinambungan dan terus menerus, menjauhi LaranganNYA, melaksanakan PerintahNYA, atas sekehendak dan seijinNYA menyembah Sinar Suci dan ManifestasiNYA dan Menyembah para Roh suci dan leluhur, menghargai para Bhuta serta menghormati seluruh mahluk hidup beserta alam dan isinya. Dengan Bhakti Totalitas kepada Tuhan yang dilakukan oleh Penyembah Agung Tuhan (Bhakta) akan membuatnya *terlindung dari reaksi Dosa* yang disebabkan oleh Energy maya Tuhan..Astungkare!
Salam Rahayu :
Prof. IPutu Sudiarsa Boy Arsa, Ph.D
Ketua Dewan Pembina Yayasan *Arsa Laksana Indonesia* ( _AsLI_ ).