Hukum

“Praktek Kawin Tangkap Di Sumba Bukan Budaya Dan Itu Adalah Pelanggaran HAM”

KUPANG-JARRAKPOSKUPANG.COM–
Pada 16 Juni 2020 lalu,tangisan pilu kembali terdengar dari seorang perempuan muda saat tubuhnya diangkat dengan paksa dan dibawa oleh segerombol laki-laki, dia terus merontak dan menangis namun tidak ada yang menghiraukannya.

Menanggapi video yang beredar Mahasiswa Sumba kemudian membuat group diskusi yang bernama Go Haper-Sumba yaitu Goresan Hati Perempuan Sumba sebagai Bentuk Respon terhadap Praktek Kawin Tangkap tersebut.

Sabtu, 27 Juni 2020 Pukul Go Haper Sumba Menyelenggarakan Webinar yang Bertema Kawin Tangkap di Sumba Budaya atau Pelanggaran HAM?

Dalam Webinar ini yang dipandu langsung oleh Ardianus Gawi Tagu dengan menghadirkan 3 orang Narasumber yaitu Pater Drs. Gregorius Neonbasu, SVD, PhD selaku Antropolog NTT, kemudian Ibu Yuniyanti Chuzaifah selaku Penggiat HAM Perempuan dan Mantan Komisioner Komnas Perempuan, serta Ibu Pdt. Aprisa L Taranau, M.Si selaku BPD Peruati Sumba.

Inosius Pati Wedu yang juga sebagai Open Speech dalam webinar ini mengatakan bahwa adapun tujuan diselenggarakan webinar ini adalah sebagai respon terhadap kawin tangkap di sumba, serta untuk memperjelas apakah kawin tangkap di sumba Budaya atau Pelanggaran HAM?
Karena sampai saat ini Kawin Tangkap tersebut masih menjadi Pro-Kontra dimasyarakat sumba, sehingga kami menyelenggarakan webinar ini untuk memperjelas apakah kawin tangkap di sumba Budaya atau Pelanggaran HAM?

Dalam Webinar yang berjalan selama 2 Jam tersebut mengambil kesimpulan bahwa “Praktek Kawin Tangkap di Sumba Bukan Budaya dan Itu adalah Pelanggaran HAM”.

Pater Drs. Gregorius Neonbasu SVD, PhD menyampaikan bahwa “Kawin Tangkap di Sumba Bukan Budaya, itu adalah sebuah Kebiasaan Pragmatis yang terjadi sesaat dan sesuai dengan Kondisi Iklim”,
sementara Ibu Yunita Chuzaifah mengatakan bahwa “Budaya itu Tidak Menyakiti, Kalau Menyakiti Bukan Budaya Lagi, dan Praktek Kawin Tangkap di Sumba sudah Merampas Hak Perempuan dan itu Jelas merupakan Pelanggaran HAM. Dan tidak ada aturan yang dapat menghilangkan kesetaraan laki-laki dan perempuan”.

 

Kemudian Ibu Pdt. Aprisa L Taranaru M.Si juga menegaskan bahwa “Kawin Tangkap di Sumba adalah sebuah tindakan kekerasan dan ketidakadilan.Perbedaan jenis kelamin dimaksudkan seturut rancangan ilahi untuk berbeda dan saling melengkapi, masing-masing memiliki martabat dan kesetaraan yang sama dan diciptakan sesuai citra Allah, apapun motifnya dan bagaimanapun juga Kawin Tangkap di Sumba adalah sebuah tindak kekerasan dan pelanggaran HAM.

Dan Harapan Kami praktik kawin tangkap di Sumba harus di hilangkan, pemerintah daerah juga mempunyai wewenang dalam hal Gubernur NTT dan Empat Pimpinan pemerintahan di Sumba harus menjadikan praktik kawin tangkap dalam peraturan daerah dalam hal ini penghapusan akan kawin tangkap di Sumba,dan mensosialisasikan kawin tangkap bahwa kawin tangkap itu pelanggaran HAM dan Kekerasan terhadap perempuan.Budaya yang baik adalah budaya yang tidak menyakiti.

Kegiatan Webinar diakhiri dengan sebuah kalimat dari Moderator yang mengatakan “Hanya ada satu jenis kotoran yang sulit di bersihkan dengan air bersih, ialah kebencian dan fanatisme yang telah melekat dalam roh. Cintalah satu-satunya yang membersihkan hati kita. Mari kita menjaga perempuan sebagai bagian dari tulang dan darah kita serta memberikaan kebebasan dalam menentukan pilihannya.”

Jarrakposkupang.com/Mario Langun
Editor: Nyoman Sarjana

  Banner Iklan Rafting Jarrak Travel

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button