Korupsi Bansos Covid-19 dan Sulitnya Penerapan Hukuman Mati Koruptor
JAKARTA, WWW.MATAKOMPAS.COM- Direktur Treas Constituendum Institute Ogiandhafiz Juanda ,S.H., LL.M., C.LA mengatakan bahwa perlu memberikan apresiasi yang besar dulu terhadap KPK, kemampuan KPK dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai lembaga pemberantasan tindak pidana korupsi.
” Ya. karena pada kenyataannya revisi terhadap UU KPK tidaklah dimaksudkan untuk menghilangkan daya. Fungsi KPK masih tampak dengan adanya trilogi penangkapan tiga pejabat negara yaitu menteri KKP, dan seterusnya.
Ternyata tidak selesai karena kemudian ditetapkannya menteri sosial sebagai tersangka oleh KPK.” Ujar Ogi
Ogi membeberkan bahwa fakta menjadi alarm korupsi di setiap cabang kekuasaan masih menjadi pekerjaan rumah, yang tampaknya masih sulit diselesaikan. Korupsi mensos menjadi sesuatu yang menarik karena terhadap dana bantuan pandemi covid 19.
“Saya melihatnya tidak sekedar sebagai penyelewengan anggaran negara, tetapi lebih jauh dan luas sebagai pelanggaran HAM dan juga memberikan efek buruk terhadap kualitas dan kuantitas bantuan sosial untuk covid19 ini.
Kalau kita lihat UU Tipikor yang ada saat ini memang ada pasal yang mengatur pemberlakuan hukuman mati. Tapi hanya ada dalam satu pasal yaitu pasal dua ayat dua UU Tipikor dan terhadap korupsi dalam keadaan tertentu,” Kata Ogi.
Sementara, Direktur Riset Center of Reform On Economis (CORE) Piter Abdullah Redjalam mengatakan, bahwa seharusnya pemerintah belajar dari kasus-kasus yang sudah pernah terjadi dan segera membangun sistem penyaluran bansos yang sudah sepenuhnya memanfaatkan teknologi informasi digital, dan disupport dengan data penerima yang lengkap, sehingga pengawasan dan pengecekan penyaluran bansos dapat dilakukan oleh semua pihak, sekaligus mengurangi minat dan peluang penyelewengan.
Selain itu perlu dipertimbangkan juga bansos tidak diberikan dalam bentuk barang sembako.
Tidak hanya itu, Pengamat Politik Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Masse mengatakan bahwa parpol dimana Mensos bernaung harus mengklarifikasikan kemana arah uang hasil korupsi bansos Covid 19.
“Yang paling penting persoalannya ini coba kita bawa ke ranah politis ini bukan dia hanya seorang lah, ini udah ada gang nya nah gang nya ini, melakukan ini berarti barangkali ada diduga suruhan desakan atau siapa, tapi ini juga di periksa juga ini kan dari partai nya dia lah, untuk mengklarifikasi apakah benar uang sebanyak itu mengarah ke mana gitu,” Ujar Jerry.
Piter Abdullah Redjalam menjelaskan, bahwa korupsi bansos terjadi bukan dikarenakan kesalahan model bantuan. Bisa dikatakan tidak ada model bansos yang sepenuhnya bebas dari potensi penyelewengan atau korupsi.
“Semua terpulang kepada oknumnya. tetapi memang peluang penyelewengan itu semakin besar ketika sistemnya tidak dipersiapkan secara lebih baik apalagi bila tidak di support data penerima bansos yang baik.
Korupsi bukan masalah jumlah uang tetapi itikad yang Ada didalamnya. Apalagi Dilakukan ditengah bencana. Sangat memprihatinkan ditengah bencana covid saat ini ada yg tega mengkorupsi bantuan sosial.
Ini adalah kejahatan luar biasa yg harus ditindak tegas.” Ujar nya saat di wawancara melalui Whats App.
Hukuman rendah tersebut tentu tidak hanya secara konsep, tetapi pada faktanya tidak memberikan efek jera sehingga tujuan pencegahan juga tidak tercapai. Pencegahan dan pemberantasan korupsi itu tidak selesai dengan adanya integritas dan komitmen dari institusi KPK.
Ogi juga menambahkan sebagai lembaga pemberantasan korupsi, tentu dibutuhkan juga sinergi lintas sektoral.
“Terkait ini dan untuk kasus korupsi oleh mensos ini saya kira, perspektif hakim dan jaksa harus dibangun untuk melihat korupsi ini dilakukan sebagai satu kejahatan yang serius karena dilakukan di tengah pandemi dan ini adalah perbuatan “super mala per se” yaitu perbuatan yg sangat jahat dan tercela.
Ke depan dan seterusnya Sanksi pidana bagi koruptor harus memberikan deterent effect. Apalagi korupsi ini ibarat kanker yang ganas sehingga pendekatannya.(Red/Aj)