HukumPendidikan

Diskusi Virtual:Bahas Kawin Paksa Di Pulau Sumba Yang Jadi Keresahan Kaum Hawa

KUPANG-JARRAKPOSKUPANG.COM
SEBUAH diskusi online dengan aplikasi zoom yang lazim disebut webinar atau diskusi virtual digelar Pemuda dan Pemudi Sumba Tengah. Webinar ini difasilitasi oleh Sumbavoice.

Nah, Webinar ini cukup “laris” karena diikuti sedikitnya 87 peserta. Webinar kali ini mengangkat tema “Bangun Komitmen Wujudkan Kesetaraan Perempuan Pulau Sumba Dari Kawin Paksa”.

Seperti diketahui kawin paksa di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT) selalu dianggap sebagai bagian dari adat, sehingga tidak pernah ada yang mempersoalkannya. Kawin tangkap adalah budaya perkawinan yang sudah turun temurun dari generasi ke generasi dan dianggap tidak perlu digugat.

Maka diskusi ini bertujuan untuk menunjukan bahwa kawin tangkap yang terjadi di Pulau Sumba sudah mengalami pergeseran, sehingga tidak sesuai dengan sejarah mula-mula. Kawin tangkap banyak melahirkan berbagai bentuk kekerasan-kekerasan fisik, psikis dan seksual terhadap perempuan akibat relasi kuasa yang tidak adil.

Sekretaris Cabang Koalisi Perempuan Indonesia Kota Kupang, Serlinia Rambu Anawoli, S.Pd.,M.Pd, dalam diskusi online menjelaskan, banyak perempuan yang mengalami ketidakadilan dalam kawin tangkap perlu diberi tempat dan ruang untuk didengarkan. Sehingga dapat dibangun suatu konsep keadilan yang dapat membawa mereka pada pembebasan.

Sebab, kata dia, semua yang berhungan dengan mendiskreditkan kaum perempuan adalah sebuah pelanggaran kemanusian yang harus dilawan. “Kejadian kawin tangkap yang terjadi di Pulau Sumba memang sudah terjadi berulang kali, serta yang menjadi objek adalah kaum perempuan. Selain itu juga, dampak dari kawin tangkap yang terjadi belum ada respon positif dari pihak pemerintah daerah. Dalam hal melakukan audensi dengan para tokoh adat sebagai bentuk meditasi untuk tidak diteruskan,” ungkap Serlinia, Senin, (22/6/2020).

Hal sanada juga dipaparkan Founder Propercommunity yang juga dosen Ilmu Komunikasi Universitas Tribhuwana Tunggadewi (Unitri) Malang, Sulih Indra Dewi.,S.Sos, MA. Dewi mengatakan, kejadian yang terjadi di Pulau Sumba yang berhubungan dengan kawin tangkap kepada kaum perempuan, merupakan sebuah pelanggaran terhadap hak perempuan. Secara konstitusi semua tindakan yang berhubungan dengan kekerasan kepada perempuan sudah diatur.

 

Namun, kata dia, masih banyak masyarakat yang terjebak dengan budaya patriarki dengan banyak mengorbakan hak perempuan. “Bukan saja budaya yang menjebak hak perempuan. Tapi juga, kesadaran masyarakat umum untuk saling memberi dukungan kepada perempuan masih sangat kurang. Dimana masih banyak anggapan, bahwa seoalah-olah perempuan hanya menjadi objek kekerasan,” paparnya.
Lebih lanjut Miss Sulih sapaan akrab Dewi juga menambahkan, perluh adanya kesadaran bersama antara kaum perempuan dan laki-laki untuk melawan kekerasan pada kaum perempuan di Pulau Sumba.

Selain itu juga, dia juga mengungkapkan bahwa seluruh komponen masyarakat, mahasiswa serta kaum akademisi lainnya harus membuat sebuah perubahan baru untuk masa depan perubahan perempuan Sumba.

“Harapannya, kita tetap saling memberikan dukungan kepada kaum perempuan yang diringkus hak kebebasanya akibat kawin tangkap. Selain itu juga, perluh diadakan sosialisai lewat semua komunitas masyarkat sebagai bentuk edukasi terhadap kawin tangkap yang meresahkan kaum perempuan,” tambahnya

Hal yang sama juga disampaikan Ketua Cabang Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Salatiga Triwingsi Anamakka. Ia menjelaskan, kawin tangkap yang terjadi di Pulau Sumba bukan saja terjadi saat sekarang, tapi sudah terjadi berulangkali. Oleh sebab itu, kata dia, perlu diadakan beberapa kajian bersama dengan menghadirkan semua tokoh adat untuk didiskusikan akan nasib masa depan perempuan Pulau Sumba.

Selain itu juga, ia sarakan perlu membangun sistem perlindungan perempuan korban stigmatisasi serta untuk menhindar dari kawin tangkap.

“Kita juga sebagai anak muda, harus terus menjadi garda terdepan dalam memberikan edukasi terkait kawin tangkap. Agar banyak masyarakat yang sadar, serta mampu memberikan tawaran kongkrit kepada pemerintah daerah untuk membuat sebuah kebijakan terkait kawin tangkap,” imbuhnya.

Ketua DPRD Kabupaten Sumba Tengah Drs. Tagela Ibisola juga mengatakan, semua persoalan kawin tangkap yang terjadi di wilayah Kabupaten Sumba Tengah tidak dibenarkan secara hukum maupun budaya.

Karena telah melanggar hak dan kebebasan kaum perempuan, maka dari itu, kata dia, sangat diharapkan semua masyarakat dan mahasiswa secara akademisi melakukan kajian ilmiah yang nantinya dibuatkan draft pengaduan di DPRD.

“Sebagai wakil rakyat, tentunya semua aspirasi masyarakat maupun mahasiswa tetap didengarkan. Sebagai bentuk bahan kajian bersama terkait kawin tangkap yang kembali terjadi. Selain itu juga, pihak DPRD tetap akan melakukan koordinasi dengan semua elemen masyarakat untuk membuat peraturan yang berlaku. Dikarenakan dalam membuat aturan diperlukan draf ilmianya. Semoga kedepannya juga, banyak masyarkat dan mahasiswa membuat diskusi ilimia yang menghasilkan solusi bersama,” pungkasnya.
(Narahubung: Asra Bulla Junga Jara., S.I.Kom)

Jarrakposkupang.com/Mario Langun
Editor: Nyoman Sarjana

  Banner Iklan Rafting Jarrak Travel

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button