
DENPASAR, Matakompas.com – Tua bukan berarti berhenti berkarya. Pesan itu menggaung kuat dalam perayaan ‘Agustus Ceria 2025: Lansia Bahagia, Indonesia Sejahtera’ yang digelar Yayasan Wreda Sejahtera (YWS) Bali, Sabtu (23/8) di Gedung Wantilan DPRD Provinsi Bali. Acara tahunan ini menjadi ruang ekspresi para lanjut usia untuk menampilkan kreativitas dalam seni dan budaya, sekaligus memaknai kemerdekaan dengan cara yang berbeda.
Sedikitnya 750 peserta hadir dari berbagai cabang dan ranting YWS Bali untuk memeriahkan acara ini. Kegiatan dimulai sejak pukul 09.00 Wita, lansia dengan penuh semangat mengenakan busana berwarna cerah, menyanyi bersama lagu-lagu kebangsaan, hingga mengikuti prosesi tiup lilin dan potong kue ulang tahun bagi mereka yang lahir di bulan Agustus.
Tak hanya itu, berbagai atraksi seni ditampilkan oleh cabang YWS dari Jembrana, Buleleng, Tabanan, Karangasem, Badung, Bangli, Denpasar, hingga ranting Guwang Sukawati dan Pancasari. Dalam kesempatan tersebut, peserta juga mendapat penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dari drg Stefano Aditya Handoko MPH SpPros.
Ketua YWS Bali sekaligus Ketua Suryani Institute for Mental Health, Prof Dr dr Luh Ketut Suryani, SpKJ(K) menegaskan bahwa acara ini lebih dari sekadar hiburan. Menurutnya, Agustus Ceria menjadi simbol bahwa usia lanjut tidak boleh dipandang sebelah mata. “Kami ini walaupun tua, jangan merasa tua tidak berguna. Seperti sekarang, walaupun mereka sudah lanjut usia, tetap bisa berguna. Jadi kami ingin menunjukkan bahwa jangan takut tua, tapi bagaimana menikmati ketuaan itu dengan bahagia,” ujarnya ditemui di sela-sela kegiatan.
Ia juga menekankan momentum kemerdekaan harus dimaknai lintas generasi. Kata dia, kemerdekaan sejati bukan hanya bebas dari penjajahan fisik, tetapi juga dari belenggu kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan.
“Merdeka itu tidak gampang. Mau tidak anak-anak muda sekarang mempertahankan kemerdekaan yang diberikan oleh leluhur kita? Supaya jangan sampai kemerdekaan ini diambil alih oleh bangsa lain. Itu yang ingin kami ingatkan lewat acara ini,” tambahnya.
Saat acara, nuansa nasionalisme memang terasa sangat kental. Mengangkat semangat 80 tahun Indonesia merdeka, YWS Bali bersama Suryani Institute for Mental Health (SIMH), Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa (PDSKJI) Bali, dan Kelompok Meditasi Suryani (Kadarkum) ingin mengajak para lansia agar tetap merasa berarti dalam perjalanan bangsa.
Momentum kebersamaan itu semakin bermakna dengan penyerahan bantuan sosial dari Kadarkum oleh pengurus Kadarkum, Atik dan Rica, kepada lansia dan undangan yang hadir. Seusai prosesi penyerahan, para peserta menikmati potong kue bersama sebelum berlanjut ke atraksi seni.
Berbagai pertunjukan ditampilkan oleh cabang-cabang YWS se-Bali. YWS Cabang Denpasar membuka panggung dengan Tari Penyembrama, disusul penampilan Tari Puspanjali dari YWS Gianyar, Janger Velocity dari YWS Denpasar, dan Senam Gita Natya Nusantara dari YWS Bangli. Nuansa kebudayaan semakin kental dengan Mesatwa Bali: I Angsa Ngajak Empas oleh YWS Jembrana, Tari Kreasi Energik Lumanaya dari YWS Buleleng, hingga operet ‘Lansia Bahagia’ dari YWS Tabanan.
Atraksi seni dilanjutkan dengan penampilan Werda Santikara dari YWS Badung, Proyek Gede Nusantara dari YWS Karangasem, serta Kreasi Gopala dari YWS Gianyar. Seluruh peserta kemudian berkumpul untuk makan bersama yang diiringi hiburan musik.
Tak hanya menampilkan atraksi seni, acara juga diwarnai dengan pemberian bantuan sosial, penyuluhan kesehatan, serta makan bersama nasi jinggo sebagai simbol kesederhanaan dan kebersamaan. Beberapa undangan turut hadir, antara lain perwakilan Gubernur Bali, perwakilan Bupati Badung, Senator Bali Ni Luh Djelantik, serta Yayasan Peduli Kemanusiaan Bali.
Menurut Prof Suryani, antusiasme para lansia dalam kegiatan ini menjadi bukti bahwa usia senja bukanlah alasan untuk berhenti berkarya. Ia menegaskan bahwa stigma tua berarti tidak berguna harus dihapuskan. Lansia, katanya, tetap bisa berfungsi, aktif, bahkan menjadi inspirasi bagi generasi muda.
“Dulu usia lanjut dianggap tidak ada fungsinya. Tapi saya ingin menunjukkan bahwa tua itu bisa tetap berguna, bahagia, dan sejahtera. Walaupun umur saya sudah 81 tahun, saya masih tetap aktif. Itulah cara kita mensyukuri ketuaan, bukan dengan menangisi, tapi mencipta hal baru,” tukasnya.
“Harapan saya, lansia di Bali bisa menikmati kehidupan ini, bukan menangisinya. Dengan contoh seperti ini, orang tua tidak lagi menutup diri dan bersedih di rumah, melainkan bersyukur dan tetap bersemangat,” lanjut Prof Suryani. Acara ditutup sekitar pukul 13.15 Wita dengan nuansa kebersamaan melalui prosesi potong padi, lagu Kapan-Kapan, serta menyanyikan Sayonara secara bersama-sama. (Red)