Nasional

Wamendag Dukung AEKI Sumut Kembangkan Ekspor Kopi ke Dunia

MEDAN | MATAKOMPAS.COM

Meskipun pandemi Covid-19 melanda seluruh dunia, akan tetapi ekspor kopi Indonesia masih tetap tumbuh. Badan Pusat Statistik mencatat, volume ekspor kopi hingga Juli 2020 mencapai 186,8 ribu ton. Jumlah tersebut naik 10,69 persen dibandingkan tahun sebelumnya pada periode yang sama.

Bahkan, neraca perdagangan kita surplus kendati volume ekspor anjlok hingga sekitar 8 persen. Awal November 2020, neraca perdagangan Indonesia surplus hingga US $13,51 miliar. “Dan komoditi non-migas menjadi penyumbang terbesar, yang salah satunya adalah kopi. Kita apresiasi dan kita senang karena kopi menjadi salah satu produk andalan ekspor Indonesia,” kata Wakil Menteri Perdagangan RI, Dr. Jerry Sambuaga, didampingi pakar politik dari Sumut Agus Marwan dalam acara Public Hearing dengan para eksportir kopi di Kantor Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI), Jalan Kirana, Medan, Sabtu (7/11).

Jerry mengatakan, Sumut merupakan salah satu provinsi yang memberikan kontribusi ekspor nonmigas tinggi bagi Indonesia. Pada 2019, Sumatera Utara menduduki peringkat 9 sebagai provinsi yang memberikan kontribusi ekspor nonmigas dengan total ekspor US$ 7,28 miliar. Volume ekspor kopi Indonesia pada Januari-April 2020 sebesar 158.780 ton, tumbuh 1,34 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Jerry menambahkan, pandemi Covid-19 tidak terlalu mempengaruhi ekspor kopi kita. Meski tantangannya memang ada, namun perjanjian dagang yang selama ini dikerjakan tetap berjalan lancar. “Tantangannya adalah bagaimana kita membuat arus perdagangan itu menjadi lancar dengan tetap menyukseskan perjanjian-perjanjian dagang. Karena dengan perjanjian dagang itu pada ujungnya akan meningkatkan volume perdagangan kita dan diharapkan meningkatkan ekspor kita yang sudah surplus menjadi lebih surplus lagi,” tera politisi muda Golkar itu.

Melihat besarnya sumbangsih serta potensi kopi lokal, Jerry mengatakan bahwa kementerian perdagangan mendukung penuh pengembangan ekspor kopi Sumatera Utara ke dunia. Itu sebabnya, ia datang dari Jakarta untuk mendengar langsung masukan-masukan dari petani kopi, pedagang kopi, pengusaha atau eksportir kopi serta asosiasi. “Seperti tadi, saya terima masukan dari para eksportir, dari para pengusaha, para pedagang, dan juga dari ketua AEKI bahwa memang ada beberapa hal yang harus kita lakukan ke depan untuk meningkatkan produktivitas kopi. Itu berkaitan dengan lahan dan korelasinya dengan produktivitas,” ungkapnya.

Soal lahan dan produktivitas, Jerry membuat perbandingan dengan Brasil, Vietnam dan Kolombia. Menyitir data dari Organisasi Kopi Internasional (International Coffee Organization atau ICO), Jerry menjelaskan bagaimana inovasi penting sekali menunjang produktivitas. Brasil dengan lahan kopi seluas 600.000 hektar mampu memproduksi antara 3000-4000 kg kopi per hektar. Begitu juga Vietnam dengan lahan kopi seluas 400.000 hektar, produktivitasnya juga 3000-4000 kg per hektar. Sedangkan Kolombia dengan lahan hanya seluas 350.000 hektar mampu menghasilkan 2.500-3.000 kg kopi per hektar. Indonesia memiliki lahan 1.300.000 hektar atau setara dua kali lipat dari luas lahan Brasil, tiga kali lipat dari Vietnam dan empat kali lipat dari Kolombia, tapi hanya mampu memproduksi 600-800kg kopi per hektar.

 

Upaya peningkatan produksi kopi menjadi penting. Menurut Jerry, selain karena Indonesia punya lahan yang sangat luas juga dikarenakan pangsa ekspor kopi kita tidak hanya di satu tetapi di banyak negara seperti Filipina, Amerika Serikat, Malaysia, Jepang dan Italia.

Jerry mengaku, di kementerian perdagangan, selaku orang nomor dua, ia memiliki peran untuk menyukseskan banyak perjanjian dagang. Ada beberapa item di perjanjian dagang yang bisa disinergikan dengan industri kopi. “Misalnya, ada beberapa item di perjanjian dagang yang bisa meringankan tarif bea masuk. Nah itu kan akan motivasi para pedagang, para pengusaha industri kopi untuk lebih prioritas meningkatkan dan mengembangkannya di luar negeri. Kita melihat ini adalah produk karya anak bangsa, kekayaan alam kita yang harus berdayakan agar kita tidak lupa bahwa ini menjadi bagian dari sebuah budaya yang harus dilestarikan,” jelasnya.

Selaras dengan itu, Ketua AEKI Sumut Saidul Alam juga mengakui bahwa dampak pandemi C-19saat ini untuk eksportir kopi memang ada, tetapi tidak signifikan. Karena ekspor impor yang dilakukan asosiasi berdasarkan kontrak-kontrak yang dibuat sebelumnya. “Jadi di sentra-sentra produksi kopi juga, di daerah-daerah penghasil kopi belum terlihat dampaknya karena daerah juga sudah memproteksi diri dengan membatasi warga luar masuk ke daerah mereka. Mereka hanya menghasilkan kopi lalu mengirimkan produk-produknya,” terangnya.

Saidul menyebut, sampai saat ini kontrak dagang yang dibuat, semuanya berjalan lancar sesuai harapan. Walaupun saat ini ada sedikit kendala, sebagai dampak shifting di pelabuhan. Para pemilik kapal mengurangi jumlah kapal yang berangkat, sehingga arus ekspor sedikit tersendat karena kurangnya armada untuk mengangkut kopi-kopi tersebut ke negara-negara tujuan. “Kita bersyukur sampai hari ini kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah baik pusat maupun daerah, semuanya sudah mendukung. Kita bisa terus bersinergi,” ujar Direktur Utama PT Kirana Tiga Delapan itu.

Dukungan dari Wamen perdagangan, kata Saidul, sangat berarti bagi pengembangan kopi di Sumut. Jika nenek moyang kita dulu mengembangkan kopi dengan pola tanam tradisional, tugas generasi sekarang adalah berinovasi. Sebab potensi produksi kopi dari Sumatera Utara sangat tinggi. Saat ini, volume ekspor kopi dari Sumatera Utara sekitar 5.000 ton per bulan.

Saidul mengatakan, dukungan pemerintah terhadap petani kopi perlu ditingkatkan, utamanya dalam hal pengembangan sumber daya manusia. Petani-petani kopi millenial perlu diciptakan sebab hampir 75 persen lahan kopi ukurannya begitu luas yang tersebar di 13 kabupaten justru dikelola oleh orang-orang pensiunan (usia tua). Sehingga kreasi petani tua itu mungkin sebatas kegemaran, bukan produktivitas atau inovasi.

Lelaki berkepala plontos itu berharap pemerintah daerah mau membuat konsep pertanian kopi secara terintegrasi. Mulai dari penyediaan lahan, penyediaan kompos, pola tanam tumpang sari hingga pemanfaatan teknologi olah kopi. Selai itu, pemerintah daerah diharapkan mempersiapkan generasi muda untuk menjadi petani millenial. Dengan membekali pemuda-pemuda kita ini dengan bagaimana memanfaatkan teknologi untuk budidaya kopi, kita bisa mencapai produktivitas yang maksimal. “Saat ini volume ekspor kopi kita dari Sumatera Utara sekitar 600-800 kg per hektar per tahun, padahal potensinya bisa sampai 2,5 ton per hektar per tahun. Katakan 1,2 ton saja per tahun dengan lahan Sumatera Utara yang begitu luas, kita berpotensi menjadi produsen sekaligus eksportir kopi nomor satu di Indonesia. “Bekalilah pemuda-pemuda kita bagaimana berinovasi dalam budidaya kopi,” anjurnya.

Bupati Aceh Selatan Teungku Amran yang turut dalam Public Hearing itu mengatakan, Pemda Aceh Selatan sangat mendukung para eksportir kopi. “Pada prinsipnya, kita sangat mendukung karena ini salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan masyarakat petani-petani kopi yang ada di pedesaan. Kami harapkan, tindak lanjut dari apa yang Wamen katakan bisa kami realisasikan secepatnya,” pungkas dia.

Usai kegiatan, Jerry pun menyempatkan diri untuk belajar me-roasting kopi langsung dari ahlinya, serta bagaimana menjadi barista. Ia memilih meroasting kopi Lintong. Acara ditutup dengan pemberian cinderamata serta foto bersama.

(MM-01)

  Banner Iklan Rafting Jarrak Travel

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button