Daerah

Transparansi Penyertaan Modal di Pusat Kebudayaan Bali, Fraksi Golkar DPRD Bali Apresiasi Gubernur Bali

DENPASAR, Matakompas.com | Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) DPRD Provinsi Bali menyampaikan sejumlah catatan kritis terhadap dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang diajukan Pemerintah Provinsi Bali, yakni Raperda Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Semesta Berencana Tahun Anggaran 2026 serta Raperda Penyertaan Modal Daerah pada Perseroan Daerah Pusat Kebudayaan Bali (Perseroda PKB).

Ni Putu Yuli Artini, S.E., membacakan resmi Pandangan Umum Fraksi Partai Golkar dalam Rapat Paripurna ke-7 Masa Persidangan I tahun sidang 2025–2026 di Gedung DPRD Bali, Rabu, 15 Oktober 2025.

Apresiasi, Namun Pertanyakan Optimisme APBD 2026

Fraksi Golkar mengawali Pandangan Umum dengan memberikan apresiasi kepada Gubernur Bali atas upaya keras dalam melobi Pemerintah Pusat untuk memperoleh bantuan pasca bencana banjir yang melanda sejumlah wilayah di Bali.

Namun demikian, Fraksi Golkar juga menyoroti menurunnya angka RAPBD 2026 dibandingkan dengan APBD Perubahan 2025, yang dinilai menunjukkan sikap pesimistis terhadap pertumbuhan ekonomi Bali tahun depan.

“Dari Rp 4,2 triliun di APBD Perubahan 2025 turun menjadi Rp 3,9 triliun di RAPBD 2026. Padahal, Gubernur sendiri menyampaikan target makro pembangunan Bali disusun dengan optimisme. Ini menjadi kontradiktif dan perlu penjelasan,” tegas Fraksi Golkar dalam pandangannya.

Selain itu, Golkar menyoroti penurunan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dari Rp 253 miliar di tahun 2025 menjadi Rp 196 miliar pada 2026. Penurunan tersebut dianggap mengindikasikan menurunnya performa PT BPD Bali, PT Jamkrida Bali Mandara, dan RS Puri Raharja sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).

 

Soroti Pungutan Wisatawan Asing (PWA) dan Belanja Pegawai

Fraksi Golkar juga menyinggung ketidaksesuaian target penerimaan dari Pungutan Wisatawan Asing (PWA) yang dianggarkan hanya Rp375 miliar untuk tahun 2026.

Padahal, jika jumlah wisatawan mencapai 5–6 juta orang per tahun dengan tarif Rp150.000 per orang, potensi penerimaan bisa mencapai Rp 750–900 miliar.

“Perda PWA sudah disahkan, kenapa target penerimaan justru turun? Apa kendalanya di lapangan,” kata Fraksi Golkar mempertanyakan.

Dalam aspek belanja, Fraksi Golkar mencatat belanja pegawai sebesar Rp2,5 triliun dan mempertanyakan apakah angka tersebut sudah mencakup gaji bagi 4.119 tenaga PPPK paruh waktu.

Fraksi ini juga mendesak agar pegawai honorer dan non-ASN yang masih tercecer segera diperjuangkan untuk diangkat menjadi PPPK.

Selain itu, Golkar meminta agar belanja tidak terduga sebesar Rp50 miliar tidak dikurangi, guna memastikan kesiapsiagaan pemerintah dalam menghadapi potensi bencana alam di masa depan.

Defisit dan SiLPA Harus Dihitung Realistis

Menyoroti sisi pembiayaan daerah, Fraksi Golkar mencatat defisit sebesar Rp 759,1 miliar dan utang jatuh tempo Rp243,4 miliar, yang ditutup melalui penerimaan pembiayaan dari SiLPA 2025 sebesar Rp1,002 triliun.

Golkar meminta agar proyeksi tersebut dikaji ulang secara realistis, mengingat pemerintah provinsi juga masih berencana melakukan pinjaman daerah sebesar Rp 530 miliar dalam APBD Perubahan 2025.

Penyertaan Modal Perseroda Pusat Kebudayaan Bali Dianggap Kurang Jelas

Menanggapi Raperda kedua, Fraksi Golkar secara umum mendukung gagasan Gubernur Bali untuk mengurangi ketergantungan terhadap pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan (PKB dan BBNKB), dengan mendorong diversifikasi pendapatan melalui investasi di Perseroda Pusat Kebudayaan Bali (PKB).

Namun, Golkar menilai transparansi dan dasar analisis investasi Perseroda PKB masih belum jelas.
Rencana penyertaan modal Rp1,4 triliun selama 2026–2028 dinilai dilematis, karena meskipun analisis kelayakan menunjukkan potensi keuntungan, proyeksi pendapatan, sumber dana, dan rencana penggunaan modal belum terperinci.

“Tanah Pemprov Bali senilai Rp5 triliun akan pasif jika tidak digarap, namun jika dilanjutkan tanpa perhitungan matang bisa menimbulkan risiko hukum dan kerugian daerah,” tegas Fraksi Golkar.

Tegaskan Perlunya Penegakan Hukum di DAS dan Evaluasi OSS

Diluar dua Raperda utama, Fraksi Golkar juga menyoroti sejumlah isu penting:

1. Banjir di Bali menunjukkan lemahnya pengendalian pembangunan liar di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS), meski sudah ada tiga regulasi penting: Perda No.11/2009, Pergub No.24/2020, dan Perda No.2/2023. Golkar meminta pemerintah menegakkan aturan ini dengan tegas.
2. Sistem perizinan Online Single Submission (OSS) dinilai terlalu sentralistik dan tidak sesuai semangat otonomi daerah, karena mengabaikan kearifan lokal dan membuka celah pelanggaran tata ruang. Golkar mendesak evaluasi sistem ini agar selaras dengan kewenangan daerah.
3. Golkar juga menyesalkan gangguan listrik di Bandara Ngurah Rai pada 10 Oktober 2025, yang dinilai mencoreng citra Bali sebagai destinasi wisata dunia.
4. Golkar mengapresiasi langkah Gubernur menata kawasan Pura Ulun Danu Batur dengan anggaran Rp 250 miliar dan pembangunan shortcut Rp28 miliar untuk mengurai kemacetan, namun meminta agar perencanaan infrastruktur juga memperhatikan akses Jalan Santi agar dapat dilalui kendaraan besar.

Akhir Pandangan: Dukung Pembahasan Lanjutan, Dorong Pemerintahan yang Efektif dan Transparan

Menutup Pandangan Umum, Fraksi Partai Golkar menyatakan setuju agar kedua Raperda tersebut dibahas lebih lanjut, namun menegaskan pentingnya prinsip kehati-hatian, transparansi dan efektivitas anggaran dalam pelaksanaannya.

“Fraksi Partai Golkar berharap seluruh kebijakan pembangunan dijalankan dengan disiplin anggaran, ketegasan hukum, dan keberpihakan kepada masyarakat Bali,” pungkasnya. (red/tim).

  Banner Iklan Rafting Jarrak Travel

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button