Daerah

Tangani Masalah Sampah Bebas Bau dan Tidak Kumuh, Camat Abiansemal Punya TPS3R di 18 Desa

BADUNG , Marakompas.com | Meski TPA Suwung bakal ditutup pada akhir tahun 2025, namun sejumlah warga tidak menyampaikan keluhan secara administratif atas masalah sampah di Kecamatan Abiansemal.

Hal tersebut dikarenakan beberapa faktor, yang salah satunya adalah kemampuan para Perbekel se-Kecamatan Abiansemal melakukan sosialisasi budaya memilah sampah hingga memecahkan permasalahan sampah dari sumbernya.

Demikian pula, masyarakat harus dibiasakan memilah sampah dari sumbernya, yakni rumah tangga.

Demikian disampaikan Ida Bagus Putu Mas Arimbawa selaku Camat Abiansemal, saat diwawancarai awak media di Kabupaten Badung, Senin, 8 September 2025.

Menurutnya, Kecamatan Abiansemal terdiri dari 35 Desa Adat, 18 Desa Dinas dan 125 Banjar Dinas. Dari 18 Desa Dinas yang berada di Kecamatan Abiansemal, lanjutnya semua desa sudah memiliki TPS3R, dengan rincian meliputi 10 TPS3R beroperasi, 5 TPS3R dalam proses dan 3 TPS3R belum proses.

“Jadi, 3 TPS3R belum proses ini terkendala lahan dan 5 TPS3R dalam proses bertalian dengan alat-alatnya, karena situasional masalah sampah di desa ini berbeda-beda,” kata Mas Arimbawa.

Selain dipikirkan biaya operasional, lanjutnya desa-desa yang memiliki pasar akan berbeda masalah penanganan sampah dengan desa tidak punya pasar.

 

“Janmganlah kita berbicara penanganan sampah terlalu jauh sebelum masyarakat ini bisa memilah sampah. Jadi, hulu disini. Kebiasaan memilah sampah ini yang harus kita tonjolkan,” tegasnya.

Mengenai pemilahan sampah, lanjutnya terdapat beberapa desa sudah berhasil, seperti Desa Darmasaba, Bongkasa Pertiwi, Jagapati dan Desa Punggul dengan metode berbeda-beda ditentukan oleh potensi sampah di masing-masing desa.

Sementara itu, Desa Adat Bindu sudah menjalankan pakem adat untuk mengatur tata kelola sampah dengan baik.

“Desa-desa lainnya masih mencari formula yang tepat. Umumnya, volume sampah naik pada saat Hari Raya, utamanya Desa yang punya pasar,” paparnya.

Dicontohkan, hasil pengolahan sampah di Desa Darmasaba dilakukan secara konsisten dan komitmen bersama, meski di awal terkendala masalah sosialisasi.

Seiring waktu, malah Pemerintah Desa Darmasaba membuktikan secara langsung, bahwa kawasan TPS3R itu bebas dari bau dan hal-hal lainnya berkat edukasi pemilahan sampah kepada masyarakat secara masif.

“Katakanlah di frank masyarakat, dibilang sudah terpilah, tapi setelah dibuka masih tercampur sampahnya. Tapi, seiring waktu, sekarang sudah terpilah sampahnya, termasuk pengelolaan sampah di TPS3R,” terangnya.

Bahkan, sampah di Desa Darmasaba sudah terkelola dengan baik dan hasilnya diperjualbelikan berupa media tanah subur.

Bahkan, event-event Desa seringkali diadakan di lokasi TPS3R, untuk membuktikan bahwa TPS3R ini tidak identik dengan opini yang terbentuk selama ini, seperti bau dan kumuh.

“Itu memang tidak bau dan tidak kumuh, karena dikelola dengan baik. Nah, itu namanya media tanah subur bukan pupuk yang bekerjasama dengan lembaga-lembaga Pertanian dan sebagainya,” kata Mas Arimbawa.

Mengenai Teba Modern, lanjutnya Abiansemal bagian utara bisa mengelola sampah organik secara alami, karena masih memiliki Teba asli.

Namun, desa-desa sudah maju dengan kawasan terbatas bernuansa kota dimaksimalkan Teba Modern.

Selain itu, sampah daur ulang bernilai ekonomis sudah dilaksanakan di Kecamatan Abiansemal, justru di SMAN 2 Abiansemal diadakan lomba daur ulang sampah berupa figura foto dan sebagainya dengan mendatangkan Narasumber bertaraf Nasional.

Meski demikian, permasalahan utama berupa residu berkaitan dengan faktor lingkungan, sedangkan sampah yang lainnya sudah terkelola dengan baik.

“Kemarin sudah rapat terakhir dengan Bapak Bupati, itu nanti residu yang tidak ditangani akan ditampung dalam satu tempat oleh Kabupaten, karena residu itu ada faktor lingkungan yang harus kita hitung-hitungan secara benar,” tambahnya.

Bahkan, Mas Arimbawa selaku Camat Abiansemal bersama Perbekel seringkali memberikan himbauan dan penekanan bertalian masalah sampah. Kunci utamanya edukasi pemilahan sampah dari anak-anak hingga orangtua.

“Misalkan, jika desa mengadakan kegiatan bersifat massal, apakah Pordes dan Festival, ada jalan santai kita ubah menjadi jalan sehat bernuansa lingkungan. Jadi, sambil jalan memungut sampah dan pilah, sudah juga dilakukan lomba-lomba,” jelasnya.

Bahkan, diperlukan satu generasi di Jepang sebagai kebiasaan memilah sampah dari awal.

“Terkait pembukaan Pordes dan Festival itu, janganlah gunakan balon atau plastik dan sebagainya. Lebih baik lepas burung, ikan dan sebagainya bernuansa lingkungan,” kata Mas Arimbawa.

Mengingat, hadiah lomba harus diubah dalam bentuk barang dan tidak berupa uang sesuai regulasi, maka tidak salah dibelikan bibit pohon atau emas sebagai hadiah utama yang bekerjasama dengan Pegadaian.

“Itu hadiah emas juga edukasi investasi juga, yang sudah dilakukan Desa Darmasaba dan beberapa desa lainnya, termasuk Abiansemal sudah lakukan itu berhadiah emas, karena aturan berbentuk barang dan ada nilai edukasi belajar investasi,” ujarnya.

Tak hanya itu, pihaknya berupaya mempertahankan Desa Bongkasa Pertiwi sebagai juara Pro Iklim Nasional artinya Desa yang paling giat untuk melestarikan lingkungan, karena di desa tersebut tidak boleh menebang pohon sembarangan, memasak di dapur menggunakan biogas dan penangkaran jalak Bali hingga air minum dikelola Desa Bongkasa Pertiwi.

“Jadi, nuansa lingkungan disana sangat kental. Itu bagus mengurangi sampah sekaligus mengedukasi sebagai kunci utama, kebiasaan memilah sampah dimulai dari kecil, PAUD dulu,TK, anak SD, SMP dan SMA,” pungkasnya. (Red).

  Banner Iklan Rafting Jarrak Travel

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button