Daerah

Puspa Negara Sebut Warga Negara Asing Beralih ke Villa Private

Matakompas.com – BADUNG | Sesuai data statistik tahun 2024, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Kabupaten Badung membludak hingga mencapai 6,3 juta orang. Kemudian, sekarang ditargetkan 6,5 juta orang.

 

Sementara itu, pergerakan penumpang melandai pada bulan Januari-Pebruari 2025 dalam arti hampir sama dengan periode yang sama pada tahun 2024.

 

Secara empirik, beberapa hotel mengeluh sepi, terutama di daerah selatan Kabupaten Badung dengan tingkatan okupansi sangat rendah dibawah 30 persen.

 

Jawaban sederhananya disebutkan sekarang musim Low Season. Diluar musim tersebut memang sebaran wisatawan juga semakin menyebar ke beberapa wilayah di Bali.

 

 

Menariknya, beberapa sinyalemen dinyatakan sarana akomodasi wisata yang muncul, baik punya izin maupun bodong, tapi hal tersebut menjadi kebutuhan wisatawan.

 

Terlebih lagi, sarana akomodasi wisata merupakan kebutuhan pasar pariwisata Bali.

 

Demikian disampaikan

Ketua Fraksi Gerindra DPRD Kabupaten Badung yang juga Anggota Komisi I DPRD Badung, saat dikonfirmasi awak media di Kabupaten Badung, Jumat, 28 Maret 2025.

 

Diakui, beberapa sinyalemen, bahwa para wisatawan yang datang ke Bali, khususnya Kabupaten Badung melandai atau sama dengan tahun 2024 lalu pada periode yang sama.

 

“Kemana mereka, sementara tingkat okupansi dibawah 30 persen, bahwa perkembangan pariwisata, pada sektor akomodasi wisata di Bali ini bertumbuh luar biasa diluar kemampuan kita menangkapnya,” kata Puspa Negara.

 

Pasalnya, metamorfosa dari akomodasi wisata di Bali ini bertumbuh sangat luar biasa. Terkadang, mereka tidak paham akan keberadaan beberapa akomodasi wisata terkini.

 

“Misalnya Pent House mungkin orang tidak tahu apa itu Pent House, yang merupakan ruang yang dibuat di salah satu hotel yang sangat mewah dan itu mendekati President Suite yang harganya bisa Rp 5-10 juta per malam,” terangnya.

 

Kemudian, terdapat akomodasi wisata yang disebut Ton House seperti rumah kos tetapi ditempati oleh para bule dan bisa seperti rumahnya sendiri.

 

“Ton House banyak tersebar di beberapa daerah Denpasar Barat, seperti di Jalan Mahendradatta dan sekitarnya serta banyak terdapat di Kabupaten Badung,” paparnya.

 

Kemudian, terdapat akomodasi wisata yang dinamakan Strata Title semacam apartemen atau ruang diatas tanah yang bisa dijual.

 

Tak kalah menariknya, juag terdapat Kondotel atau Kondominium Hotel yang sekarang juga lagi trend, karena wisatawan juga banyak membeli atau menyewa Kondotel tersebut.

 

Selain itu, ada juga Kondo Villa yang merupakan Villa seperti Kondotel bisa disewa dalam jangka panjang.

 

Terakhir, akomodasi wisata dinamakan Time Sell artinya wisatawan menyewa hotel satu kamar selama 6 bulan, tapi dia kembali ke negaranya, kemudian tempat itu disewa lagi oleh temannya dalam waktu beberapa hari, semisal 7 hari.

 

“Kemudian, temannya yang menyewa tempat itu bisa menyewakan lagi ke teman lainnya, ini namanya Time Sell. Jadi, itulah yang terjadi,” ungkapnya.

 

Kemudian, yang paling unik adalah bermunculannya Moda Akomodasi Jenis Villa yang dikenal dengan istilah Villa Private.

 

Disebutkan, bahwa Villa Private dimiliki oleh orang per orang, baik Warga Negara Asing (WNA) maupun Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di daerah pinggiran atau Rural, seperti di daerah Canggu, Minggu, Berawa, Pipitan,Tegal Gundul dan Seseh serta tersebar lagi di banyak tempat di Kabupaten Badung, yang namanya Villa Private.

 

“Apakah mereka berizin?? Saya pastikan sebagian besar Villa Private itu tidak berizin. Jadi, jawabannya jelas, bahwa wisatawan itu, ketika datang ke Bali secara transportasi dia sudah diatur oleh temannya yang sudah ada di Bali,” urainya.

 

Selanjutnya, mereka akan dijemput di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali, yang kemudian diantar dengan menggunakan kendaraan online menuju Villa Private yang tersebar di pelosok-pelosok, yang berada di pinggir sungai, jurang dan tempat-tempat yang tidak terjangkau.

 

“Disitulah mereka tinggal sesungguhnya, karena secara empirik di wilayah kami di Kuta, karena wisatawan juga sudah bosan di kawasan Kuta, akhirnya mereka menuju ke kawasan itu. Kalau dulu konsentrasi ada di Kuta, Nusa Dua, Seminyak dan Legian. Nah, sekarang mereka sudah tersebar,” kata Puspa Negara.

 

Untuk itu, lanjutnya tingkat akomodasi wisata seperti Villa Private ini merupakan kebutuhan wisatawan, karena mereka seperti tinggal di rumahnya sendiri.

 

“Mereka bisa mengajak keluarga dan melakukan aktivitas kekeluargaannya seperti di negaranya sendiri. Itu betul-betul Private,” tegasnya.

 

Disitulah, para wisatawan merasakan jauh lebih nyaman sehingga bertempat tinggal di daerah tersebut.

 

“Jadi, saya tidak sinyalemen lagi dan yakin bahwa kemana wisatawan yang 30 persen okupansi hotel itu turun sedemikian ini. Ya, mereka tinggal di Villa Private namanya,” kata Puspa Negara.

 

Villa Private itu, lanjutnya dikelola oleh orang asing atau warga lokal sendiri yang jumlah bisa 2-3 unit bathroom dan seterusnya.

 

Untuk itu, Puspa Negara menegaskan harus melakukan Supervisi, Monitoring dan Evaluasi, yang dibutuhkan adanya Penegakan Hukum berkaitan dengan situasi dan kondisi terkini.

 

Hal tersebut dikarenakan Villa Private sudah kadung menjamur yang jumlahnya sangat luar biasa.

 

“Bahkan, jika saya melihat data Villa saja di Kabupaten Badung itu ada 4.000 sekian Villa. Itu yang terdata, kalau yang tidak terdata mungkin jumlahnya hampir sama,” jelasnya.

 

Oleh karena itu, diperlukan adanya kekuatan Pemerintah dalam melakukan Supervisi dan Monitoring, dengan menugaskan Tim Teknis Dinas Pariwisata.

 

“Jadi, kami ingin Dinas Pariwisata ini akan menggandeng institusi Pendidikan, misalnya Universitas Udayana melalui Puslitbang dan Universitas Warmadewa, Universitas Ngurah Rai serta Universitas Ganesha untuk menerjunkan mahasiswa menjadi surveyor, mendata itu semua,” tegasnya lagi.

 

Dengan menggandeng institusi pendidikan, Puspa Negara berharap diperoleh data yang akurat, karena data sangat penting untuk membangun pariwisata Bali lebih baik.

 

Jika tanpa data yang akurat, pihak Pemerintah tidak bisa merencanakan dan melaksanakan pembangunan ini dengan baik, sehingga selama ini sinyalemen dari pelaku usaha dan penggiat pariwisata, memang wisatawan itu tinggal di Villa Private yang tersebar juga di Kuta Selatan, semisal Suluban, Padang-Padang, Nyang-Nyang, Sawangane, Pecatu, Ungasan dan Kutuh serta sebagian Jimbaran di bàgian atas.

 

“Itulah mereka tersebar di areal itu. Jalan keluarnya itu harus dilakukan pendataan yang bekerjasama dengan institusi pendidikan, sehingga memudahkan kita mendapatkan surveyor yang banyak untuk melakukan pendataan. Setelah diperoleh data, maka diolah datanya. Jika Villa tidak berizin, kita cek dulu apakah posisinya sudah sesuai dengan ketentuan perizinan yang ada. Kalau tidak, hukum harus ditegakkan. Jadi, kesimpulan dari semuanya, kita memerlukan adanya Good Will kemauan baik dari Pemerintah untuk mengambil langkah-langkah strategis berkaitan dengan pendataan Villa disatu sisi, kemudian penegakan hukum serta memperkuat Supervisi, Monitoring dan Evaluasi, biar kita tidak bingung seperti sekarang, kemana wisatawan itu pergi dan kita sudah pastikan mereka tinggal di Villa Private,” pungkasnya. (Ivn/Red).

  Banner Iklan Rafting Jarrak Travel

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button