Daerah

Puspa Negara Pimpin Gerakan Bersih Pantai Padma Legian Bali

Mangupura, matakompas.com – Majalah perjalanan asal Amerika Serikat, Fodor’s Travel, sempat menyebut Bali menjadi salah satu destinasi tak layak dikunjungi pada 2025 karena berbagai persoalan seperti sampah, kemacetan, dan buruknya infrastruktur. Kritik itu bukan hanya menyakitkan, tapi juga menjadi alarm bagi warga lokal. Salah satu bentuk respons konkret muncul dari wilayah Legian, Badung di mana setiap Jumat pagi, pelaku usaha dan masyarakat turun langsung membersihkan pantai dari sampah, terutama plastik.

Gerakan bertajuk Beach Clean Up itu sudah berlangsung hampir enam tahun tanpa pernah putus. Dipimpin oleh Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Badung, I Wayan Puspa Negara, gerakan ini kini telah menjadi rutinitas yang melibatkan pelaku usaha dari sektor hotel, restoran, spa, pub, karaoke, hingga minimarket.

“Kita ingin meng-counter apa yang disampaikan Majalah Fodor yang menyebut bahwa tahun 2025 Bali tidak layak dikunjungi, ini kita harus jawab sebagai masyarakat di destinasi. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat luas termasuk wisatawan yang berkunjung ke lokasi ini, sehingga tercipta habit setiap orang memiliki kesadaran bahwa sampah harus dilakukan secara bijaksana, terlebih sampah plastik, ini yang cenderung mengotori destinasi,” kata Puspa Negara di Pantai Legian, Kuta, saat ditemui disela-sela kegiatan, Jumat (4/4) pagi.

Gerakan bersih-bersih ini dilakukan secara terorganisasi dengan sistem pembagian zona. Wilayah pantai Legian dibagi menjadi empat blok, yakni Blok Padma, Melasti, The Stones, dan Puri Naga. Setiap blok memiliki jadwal tertentu dalam sebulan, sehingga setiap Jumat para pelaku usaha dari blok yang telah ditentukan turun ke lapangan. Mereka berasal dari berbagai sektor seperti hotel, restoran, bar, pub, spa, karaoke, art shop, hingga minimarket dan pelaku usaha kuliner.

Puspa Negara menegaskan bahwa partisipasi pelaku usaha dalam kegiatan ini bukan semata karena instruksi, melainkan sudah menjadi bagian dari kesadaran kolektif yang terbentuk selama bertahun-tahun. Ia menyebut, tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) tak harus selalu diwujudkan dalam bentuk bantuan ekonomi, melainkan bisa berupa keterlibatan aktif dalam menjaga lingkungan.

“CSR itu kan tidak harus dalam bentuk ekonomis, tetapi CSR juga berarti partisipasi aktif pelaku usaha dalam kegiatan menjaga lingkungan,” ujarnya. “Karena konsep kita sederhana, ketika destinasi ini dijaga, maka destinasi akan juga menjaga mereka. Artinya ketika destinasi ini bersih, sehat, asri, mempesona, wisatawan tetap datang ke sini. Berarti usaha mereka juga akan terlihat lebih bergerak,” tandas ketua Fraksi partai Gerindra DPRD Badung ini.

Menurut dia, kebersihan menjadi syarat utama suatu destinasi wisata tetap menarik. Apalagi saat ini Pantai Legian, Kuta, dan Seminyak masih menjadi primadona, terutama bagi wisatawan domestik. “Kita ingin mengembalikan kejayaan Pantai Kuta, Legian dan Seminyak sebagai pantai yang memang menjadi destinasi unggulan. Karena setiap wisatawan yang datang ke Bali biasanya, terutama domestik ya, tidak lengkap rasanya kalau mereka tidak datang ke pantai Kuta, Legian, dan Seminyak,” ucapnya.

 

Meski upaya manual dan keterlibatan masyarakat sudah berjalan baik, Puspa Negara menilai efektivitas kegiatan kebersihan tetap memiliki keterbatasan. Ia menekankan perlunya dukungan teknologi yang lebih mumpuni untuk mengatasi volume sampah yang tinggi, terutama saat musim angin barat. “Hanya saja persoalannya kita butuh tambahan teknologi. Seperti misalnya barberik pemisah antara pasir dengan sampah dan meskipun sudah ada, tapi teknologi ini perlu diperkuat terus ke depannya,” ujarnya.

Lebih jauh, tantangan terbesar lainnya dalam melindungi kebersihan pantai ini adalah sampah kiriman, terutama saat musim angin barat dari Desember hingga Maret. Sampah dari laut akan tersapu ke pantai, dan jumlahnya bisa sangat banyak bahkan bisa sampai 10-20 ton. “Yang jelas sampah kiriman itu pasti harus dilakukan secara komprehensif. Memang sampai detik ini belum bisa diatasi dengan baik ya. Meskipun sudah dilakukan langkah-langkah. Seperti misalnya DLK Kabupaten Badung incas tiap hari di pantai dengan teknologi,” jelasnya.

Puspa Negara juga menyinggung bahwa di masa lalu, sampah yang datang ke pantai masih memiliki nilai guna. Di era 1970-an ke bawah, masyarakat memanfaatkan sampah alami seperti kayu sebagai bahan bakar atau sebagai pupuk alami untuk tanaman pantai. Namun, kini sebagian besar sampah yang menepi adalah sampah plastik dan anorganik yang mencemari lingkungan.

Menanggapi ini, Pemerintah Provinsi Bali telah menerbitkan Surat Edaran Sekda Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2025 sebagai bagian dari implementasi Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang pembatasan timbulan sampah plastik sekali pakai. Dalam kegiatan Beach Clean Up, peserta bahkan diimbau untuk tidak menggunakan alat berbahan plastik.

“Sekarang komposisi pantai sudah berubah. Dulu ada padang gulung dan katang-katang yang bisa jadi rabuk. Sekarang kalau sampah menumpuk, yang kelihatan hanya sisi joroknya. Karena itu jadi tanggung jawab kita semua untuk pastikan pantai bersih,” tuturnya.

Puspa Negara mengapresiasi semua pelaku usaha yang secara konsisten hadir. “Ini pekerjaan berat karena pantai luas dan tantangannya banyak. Tapi kita percaya kerja keras selalu ada hasilnya,” pungkasnya. Ia berharap kegiatan ini menginspirasi kawasan wisata lainnya di Bali untuk melakukan gerakan serupa. Baginya, menjaga kebersihan pantai bukan sekadar pekerjaan teknis, tetapi misi menjaga citra Bali di mata dunia. (Red/Ivn)

  Banner Iklan Rafting Jarrak Travel

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button