Proyek RS Pratama Malaka Disidik! Kejati NTT Ungkap Dugaan Korupsi Sistematis Senilai Rp67 Miliar

NTT, Matakompas.com- Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) resmi menaikkan status kasus pembangunan Rumah Sakit Pratama (RSP) Wewiku di Kabupaten Malaka ke tahap penyidikan, menyusul temuan penyimpangan serius dalam proyek senilai lebih dari Rp 67,8 miliar.
Wakil Kepala Kejati NTT, Ikhwan Nul Hakim, menegaskan bahwa indikasi kuat korupsi tak hanya ditemukan pada pembangunan fisik gedung senilai Rp 45 miliar, tetapi juga pada berbagai item pengadaan lainnya.
“Penetapan tersangka tinggal menunggu waktu. Kerugian negara potensial sangat besar,” ujarnya di Kupang, Senin (21/7/2025).
Bukan Hanya Gedung, Alkes dan Konsultan Juga Bermasalah.
Proyek yang dibiayai Dana Alokasi Khusus (DAK) 2023 itu awalnya dirancang untuk memperluas layanan kesehatan di wilayah perbatasan RI–Timor Leste. Namun, hasil telaah menunjukkan persoalan sistemik.
Pengadaan alat kesehatan senilai Rp15 miliar hanya menumpuk di lokasi proyek dan belum digunakan. Begitu pula dengan infrastruktur pendukung seperti:
Air bersih: Rp420 juta, IPAL: Rp1,85 miliar, Pengolahan sampah: Rp2,8 miliar, Genset: Rp649 juta, Jasa konsultan: Rp1,4 miliar, serta Perjalanan dinas: Rp131 juta.
Semua item ini, menurut Kejati, harus diselidiki secara menyeluruh, termasuk pengeluaran non-fisik seperti jasa konsultan dan perencanaan.
Kontraktor Bayangan, Konsultan Fiktif
Dalam prosesnya, Kejati menemukan kejanggalan serius: meski proyek ditunjuk melalui e-katalog kepada PT Multi Medika Raya (MMR), di lapangan justru dikerjakan oleh PT Mulia Graha Cipta tanpa subkontrak resmi.
Perusahaan pengawas, CV Disen Konsultan, bahkan diduga hanya “dipinjam nama” dan tak pernah hadir di lokasi proyek.
“Ada pengalihan tanggung jawab secara diam-diam dan pengawasan fiktif. Ini pola sistematis,” tegas Ikhwan.
Instalasi Asal Jadi, Nyawa Pasien Terancam
Kualitas pengerjaan juga jadi sorotan. Instalasi listrik, plumbing, dan bahkan pembangunan modular operating theatre (MOT) senilai Rp2 miliar lebih disebut asal-asalan dan tanpa dokumen teknis memadai.
“Ini tak hanya melanggar aturan, tapi membahayakan keselamatan pasien dan tenaga medis,” kata Ikhwan.
Penyelidikan Meluas, Lebih dari Satu Calon Tersangka
Sejumlah pihak telah diperiksa, termasuk Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), penyedia jasa, dan konsultan.
Termasuk juga tim teknis dari Politeknik Negeri Kupang yang disebut menerima fee pendampingan 2,5 persen dari nilai kontrak.
Kejati memastikan, penyelidikan diperluas dan jumlah tersangka berpotensi lebih dari satu.*** (Eki Luan)