MataKompas.com, Buleleng – Muncul sebuah petisi dari warga ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) meminta keadilan. Buntut dari terbitnya Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 738 PK/Pdt/2019 tertanggal 4 Oktober 2019 mengabulkan gugatan Supama Cs (ahli waris alm Nengah Koyan).
Puluhan warga Desa Penglatan Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng melakukan aksi memasang spanduk di sejumlah fasilitas publik, seperti setra (kuburan) lapangan umum, balai banjar (dusun) termasuk Kantor Perbekel Desa Penglatan, Jumat (09/09/2021)
Meski telah ada putusan kasasi, warga tetap berupaya mempertahankan bangunan Kantor Desa, ternyata berdiri di atas lahan seluas 300 m2 merupakan bagian dari tanah luasan 1.900 m2 dalam Sertifikat Hak Milik (SHM) No.113 atas nama Nengah Koyan dalam putusan MA sebagai penggugat.
Wayan Someadnyana selaku tokoh masyarakat meyebut, aksi damai penolakan dilakukan secara spontanitas. Satu sisi dikatakan bahwa warga menghormati putusan MA namun mereka mengaku belum merasa mendapat keadilan.
Pasalnya, putusan yang berbunyi menyerahkan tanah sengketa dengan segala sesuatu di atasnya termasuk bangunan kepada penggugat dianggap warga tidak adil.
“Gedung Kantor Desa Penglatan itu kan dibangun atas keringat dan jerih payah masyarakat Penglatan, baik swadaya ataupun anggaran dari pemerintah daerah Kabupaten juga Provinsi. Ini putusan yang kami sangat sayangkan, dan kami sebut tidak adil,” ungkap Someadnyana kepada wartawan.
Sebagai tokoh mewakili warga Someadnyana mengaku, sudah berjuang habis-habisan agar bangunan kantor bersejarah itu tetap utuh milik masyarakat Desa Penglatan, bukan jadi milik perorangan.
“Sekuat tenaga kami telah berjuang, ya sampai saat ini. Kami terus lakukan komunikasi dan koordinasi dengan Pemkab Buleleng juga Pemprov Bali mengupayakan secepatnya dana pengganti kepada penggugat sebesar Rp 1,2 miliar,” jelasnya.
Rupanya, upaya sejumlah tokoh masyarakat itu terkendala regulasi penganggaran yang berpotensi jadi kerugian negara.
“Jika tanah dan bangunan dibayar oleh pemerintah menggunakan anggaran APBD (Uang Negara) maka akan menimbulkan double acounting (kerugian negara) dan berpotensi jadi temuan dangan konsekuensi Pidana. Ya, bangunan itu dulunya kan dibangun menggunakan uang negara,” tandasnya.
NS/Red