PBB P2 di Badung Naik Fantastis 3.500 Persen, Ketua Fraksi Gerindra DPRD Badung Puspa Negara Angkat Bicara

BADUNG, Matakompas.com | Ketua Fraksi Gerindra DPRD Kabupaten Badung Wayan Puspa Negara meminta mengkaji ulang Perbup Nomor 11 tahun 2025 tentang Perubahan atas Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 27 tahun 2024 tentang besaran nilai jual objek pajak dan persentase nilai jual objek pajak bumi dan bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
Bahkan, pihaknya
masih menunggu pengaduan masyarakat, jika ternyata secara umum mencekik, maka perlu dibatalkan, seperti di Pati & Jepara.
Untuk itu, Puspa Negara menyebutkan untuk mengembalikan ke posisi pengenaan PBB P2Â tahun 2024, agar kenaikan NJOP/ PBB P2 di Badung dikaji kembali dengan cermat dengan tetap mendengar keluhan masyarakat.
“Kaji dengan seksama kenaikan Bombastis NJOP & PBB P2 yg meresahkan warga Badung Selatan, yaitu Kuta, Kuta Selatan & Kuta Utara,” kata Puspa Negara, saat dikonfirmasi awak media di Kabupaten Badung, Senin, 18 Agustus 2025.
Menurutnya, kenaikan NJOP PBB P2 harus melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat serta harus ada partisipasi masyarakat, dengan harus dengar suara publik.
Mengutip pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menyatakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di sejumlah daerah tidak terkait dengan kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan Pemerintah Pusat/ Presiden RI.
Menurutnya, terdapat sejumlah daerah yang telah memberlakukan kenaikan tarif PBB sejak 2022, termasuk lima daerah yang baru mulai memberlakukan kenaikan pajak tersebut pada tahun 2025Â ini.
Ternyata ada 20 daerah yang memang menaikkan PBB P2, tapi bervariasi ada yang 5 persen, 10 persen, bahkan kemudian berdampak diatas 100 persen, tapi di Kabupaten Badung ditemukan sampai 3500 persen.
Mengutip pernyataan Mendagri Tito yang mengatakan 15 daerah sudah membuat aturan terkait kenaikan pajak tersebut pada 2022, 2023 dan 2024, sedangkan lima daerah lainnya baru menerapkan aturan tersebut pada 2025 tanpa menyebut daerahnya.
Sebagian besar aturan daerah mengenai kenaikan PBB dan NJOP itu diterbitkan, sebelum pemerintahan Presiden Prabowo Subianto resmi menerapkan kebijakan efisiensi anggaran pada awal 2025.
“Jadi, Perkada (Peraturan Kepala Daerah) dari lima daerah itu dibuat di tahun 2025, sisanya 15 daerah itu dibuat di tahun 2022, 2023, dan 2024. Artinya, (kenaikan PBB dan NJOP di) 15 daerah tidak ada hubungannya dengan efisiensi yang terjadi,” kata Tito, menjelaskan.
Mendagri Tito juga mengatakan dari 20 daerah yang menaikkan besaran PBB dan NJOP tersebut, dua diantaranya sudah membatalkan aturan tersebut.
“Dari 20 daerah ini, dua daerah sudah membatalkan, Pati dan Jepara,” terangnya.
Tak hanya itu, Mendagri
Tito mengatakan kenaikan PBB dan NJOP memang merupakan kewenangan Pemerintah Daerah, seperti yang tercantum dalam Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
ada klausul, yaitu harus mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat.
“Yang kedua, juga harus ada partisipasi dari masyarakat. Jadi, harus mendengar suara publik juga,” urainya.
Sebelumnya, puluhan ribu warga Kabupaten Pati, Jawa Tengah, melakukan unjuk rasa menuntut Bupati Pati Sudewo mengundurkan diri dari jabatannya sebagai buntut dari polemik kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar 250 persen, pada 13 Agustus 2025.
Kebijakan tersebut pada akhirnya dibatalkan dan tarif PBB-P2 akan dikembalikan seperti semula atau sama seperti tahun 2024.
Namun, kenaikan PBB P2 di Kabupaten Badung tahun 2025 ini telah membuat masyarakat resah, gelisah, gundah, tapi tidak pasrah.
Pasalnya, Puspa Negara menyebutkan sampel yang diperoleh di Kuta Utara ada warga yang pada tahun 2024 membayar PBB untuk lahan tegalannya Rp28.774, akan tetapi tahun 2025 mereka mendapat tagihan pada obyek pajak yang sama namun angkanya sebesar Rp1.027.225, atau naik 3.569 persen.
Lanjutnya, ada pula pada tahun 2024 yang bersangkutan hanya membayar Rp337.709, akan tetapi pada ketetapan pajak tahun 2025Â harus membayar Rp6.562608, naik 1.943 persen.
“Ada masyarakat Kuta Selatan bergumam, Om Swastyastu, selamat malam Pak Dewan. Mohon izin bertanya, untuk PBB sekarang ko bisa naiknya sangat drastis nggih? Rahayu Pak Dewan sedangkan masyarakat Kuta mengirim bukti Surat ketetapan pajak Pbb P2 dengan kenaikan fantastis dari Rp 4 juta tahun 2024 dan kini menjadi Rp 10 juta tahun 2025. Ada juga dari Rp 6 juta-an kini menjadi Rp 9 juta-an,” kata Puspa Negara menyambung keluhan warga Badung.
Oleh karena itu, untuk Kabupaten Badung, Puspa Negara meminta Pemerintah Badung, dalam hal ini Bupati Badung mengkaji kembali kenaikan yang bombastis ini melalui revisi segera Peraturan Bupati Nomor 11 tahun 2025 tentang NJOP-PBB P2, untuk dikembalikan ke pengenaan tahun 2024, karena situasi dan kondisi yang masih baru pulih dari pandemi Covid-19.
Hal pengecualian diterapkan untuk beberapa lahan yang memang beralih fungsi secara faktual berdasarkan fakta dilapangan dan merupakan hasil dari komparasi team teknis atas perubahan tersebut.
“Bahwa saya lihat meski ada kenaikan, sejak tahun 2017 atau pada Pemerintahan Bupati I Nyoman Giri Prasta diberlakukan kebijakan untuk biaya PBB P2 berupa rumah tinggal dengan luas bangunan maksimal 500 m² dan tanah pertanian diberikan pengurangan sebesar 100 persen dari ketetapan pajaknya atau nol, hal ini agar tetap dipertahankan,” tegasnya.
Berdasarkan ketentuan pasal 40 ayat (6) UU Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintahan Daerah dan Pemerintah Pusat, NJOP ditetapkan setiap tiga tahun sekali, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayah dengan tetap mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat, partisipasi masyarakat dan dentuman suara publik.
“Untuk masyarakat Badung yang merasa keberatan sesuai Undang-Undang dapat mengajukan keberatan, baik secara individu maupun kolektif dan kami siap bersama-sama memfasilitasinya,” tutup Puspa Negara. (red/tim).