Daerah

Pansus TRAP DPRD Bali  Tegaskan Tak Gentar Hadapi ‘Backing’ dalam Penertiban

DENPASAR, Matakompas.com – Banjir bandang yang melanda Bali pada 10 September 2025 semakin menegaskan adanya persoalan serius dalam penataan ruang di Pulau Dewata. Pansus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (Trap) DPRD Provinsi Bali menindaklanjuti persoalan itu dengan memanggil sejumlah instansi terkait dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di lantai III Gedung DPRD Bali, Selasa (23/9) siang.

Rapat yang dipimpin Ketua Pansus I Made Supartha ini dihadiri Balai Wilayah Sungai (BWS), Badan Pertanahan Nasional (BPN), DPRD Kota Denpasar, DPRD Kabupaten Badung, Kejaksaan, Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali, Kejaksaan Tinggi Bali (Kejati Bali), UPTD Tahura Ngurah Rai, Satpol PP Bali, serta dinas perizinan baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Dalam keterangannya, Supartha menegaskan tidak akan gentar menghadapi pihak-pihak yang mencoba melakukan intervensi atau mengaku memiliki ‘backing’ dalam penertiban pelanggaran tata ruang di daerah. Sikap itu sejalan dengan arahan Gubernur Bali, Wayan Koster agar para anggota pansus tetap serius menjalankan tugas tanpa takut tekanan dari pihak manapun.

Suparta, mengatakan peringatan dari pimpinan dewan dan gubernur bukanlah tanpa alasan. Ia mengakui memang ada laporan soal adanya intervensi sudah sampai baik ke pansus maupun ke gubernur. Ia menekankan, banyaknya pelanggaran tata ruang di kabupaten dan kota memang melibatkan banyak kepentingan, sehingga wajar jika muncul pihak-pihak yang mencoba ‘ikut campur’.

“Tantangan kami menjalankan tugas-tugas mulia ini, menertibkan perda-perda dan regulasi dalam konteks tata ruang, izin dan lain-lain itu pasti di lapangan banyak. Ada laporan (intervensi) kepada Bapak Gubernur akhirnya juga kemudian mempertegas. Sudahlah, jangan pernah takut dalam menjalankan tugas-tugas pokok dan fungsi kita, dalam konteks kita itu mengurus kepentingan masyarakat Bali. (memang) ada duga-dugaan itu seperti itu, backing-backingan,” tuturnya.

Suparta mencontohkan, tidak jarang kegiatan di lapangan ditemukan mengaku sudah berizin, namun setelah dicek ternyata tidak memiliki izin resmi. Menurutnya, praktik semacam itu bisa dikategorikan sebagai bagian dari upaya backing yang justru menghambat penegakan aturan.

“Kalau ada dugaan seperti itu kita perdalam, supaya jangan kita ragu-ragu lagi untuk melakukan tindakan kewajiban kita. Banyak yang berkepentingan di sana itu, maka itulah kemudian kalau ada pihak-pihak lain yang akan kemudian mengaku atau sok backing-backingan, ya kita tegas saja, jangan ragu-ragu. Saya kira seperti itu,” ujarnya.

 

Selain itu, dalam rapat ini, Supartha juga menegaskan persoalan banjir tidak bisa dilepaskan dari fungsi kawasan mangrove yang terganggu oleh aktivitas yang melanggar aturan. Ia menekankan pentingnya langkah konkret untuk mengembalikan fungsi kawasan pesisir agar air bisa mengalir hingga ke laut. “Supaya air itu mengalir sampai jauh, seperti lagu Bengawan Solo. Kalau jalannya air ditutup, ya banjir pasti terjadi,” ujarnya.

Ia juga menyoroti ‘indikasi’ maraknya penerbitan sertifikat tanah dan kegiatan reklamasi di kawasan pesisir. Menurutnya, hal itu jelas bertentangan dengan Undang-undang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Ia mengingatkan, prinsip yang harus dipegang adalah tidak boleh ada sertifikasi, reklamasi, maupun penebangan mangrove di wilayah tersebut. Kawasan Tahura, kata dia, harus benar-benar dijaga sesuai ketentuan karena jika dibiarkan, risikonya adalah bencana banjir berulang.

Supartha menegaskan semua pihak, termasuk pemerintah pusat, provinsi, maupun pemilik lahan di wilayah perairan, harus sama-sama menyadari pentingnya menjaga kawasan konservasi. “Jangan diapapakannya lagi, jangan ada kegiatan di sana, karena dampaknya besar,” tegas anggota komisi I DPRD Bali itu.

Anggota Pansus lainnya, Putu Diah Pradnya Maharani alias Gek Diah, menambahkan bahwa rapat bersama berbagai pihak ini dilakukan untuk memastikan kesesuaian data dengan kondisi riil di lapangan. Menurutnya, langkah tersebut penting agar solusi yang dirumuskan tidak hanya sebatas wacana, melainkan bisa menjawab persoalan nyata.

“Apakah benar data yang diberikan dan kondisi asli di lapangan? Ini penting ya bagaimana kita bergerak ke depannya agar bisa betul-betul mencarikan solusi terbaik juga untuk menjaga Bali, supaya tidak ada bencana lagi seperti banjir,” katanya.

Ia menilai banjir tidak bisa disebabkan oleh satu faktor saja, melainkan akumulasi berbagai persoalan mulai dari sampah hingga pelanggaran tata ruang. Karena itu, ia menekankan perlunya komitmen dari dinas-dinas terkait dan dewan kabupaten/kota untuk bersikap lebih tegas. Menurutnya, para anggota dewan di daerah pemilihan (dapil) masing-masing tahu persis kondisi lapangan sehingga peran mereka sangat krusial dalam mengawal penataan ruang.

Fokus rapat Pansus Trap kali ini, lanjut Supartha, juga mengarah ke kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, yang ternyata sebagian lahannya telah disertifikatkan. Padahal, Tahura merupakan salah satu hilir penting dari aliran sungai di Bali.

Suasana rapat sempat memanas ketika Supartha mencecar pertanyaan kepada Kepala UPTD Tahura Ngurah Rai dan BPN Bali. Dari pemaparan terungkap adanya 106 bidang tanah bersertifikat milik perorangan yang beririsan dengan kawasan Tahura. Rinciannya, 35 bidang berada di wilayah Kota Denpasar, sementara 71 bidang lainnya di Kabupaten Badung.

Ia menilai penerbitan sertifikat di kawasan konservasi hingga aktivitas usaha di sempadan sungai menjadi salah satu penyebab terhambatnya aliran air. Supartha menegaskan, BPN tidak boleh mengeluarkan sertifikat untuk tanah di Tahura. Menurutnya, kawasan seluas 1.373,5 hektare itu sepenuhnya dilindungi dan tidak boleh dimiliki secara perorangan. “Siapa pun pemiliknya, termasuk tanah perorangan yang beririsan dengan Tahura, tidak boleh disertifikatkan,” tegasnya.

Soal adanya penerbitan 106 sertifikat tanah di wilayah yang seharusnya berstatus konservasi itu, Ketua Pansus mengatakan ada indikasi kegiatan usaha yang berdiri di kawasan hutan tersebut tanpa izin resmi. “Dasar permohonan sertifikat itu apa? Kan belum bisa dijelaskan. Kalau ini ditoleransi, akan semakin banyak usaha berdiri dan menutup jalan air dari hulu ke hilir,” ujarnya.

Ia mencontohkan kasus nyata seperti pabrik EcoCrete milik investor Rusia di Bypass Ngurah Rai, Denpasar yang berdiri di lahan seluas 60 are, namun hingga kini belum bisa menunjukan izin lengkapnya. Supartha menegaskan menurut UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, sertifikasi maupun reklamasi di kawasan tersebut dilarang. Selain itu, pansus juga menemukan banyak bangunan berdiri di tepi sungai tanpa memperhatikan aturan sempadan 3–5 meter.

Kondisi ini, menurutnya, memperparah risiko banjir di wilayah Bali selatan. Ia meminta BWS segera melakukan evaluasi dan normalisasi sungai, termasuk pengerukan jalur air di sepanjang Bypass Ngurah Rai hingga sekitar Mall Bali Galeria yang kini sudah mendangkal karena endapat lumpur/ tahan yang menumpuk. “Kalau jalannya air ditutup, sama saja mengundang banjir,” tegasnya.

Supartha menambahkan aparat penegak hukum juga akan diturunkan. Kejaksaan disebut akan melakukan penyelidikan terkait penerbitan sertifikat di tempat-tempat bermasalah tersebut. “Prinsipnya, urusan tata ruang kita bereskan, perizinan kita bereskan. Investasi silakan masuk, tapi taat asas dan aturan. Bali ini harus kita tata supaya aman dan nyaman,” jelas Ketua Fraksi PDIP DPRD Bali itu.

Gek Diah, juga menekankan rapat kali ini bukan hanya mendengarkan laporan instansi, melainkan juga pendalaman data. Ia menyebut banyak informasi yang harus dicocokkan dengan fakta di lapangan. “Kami perlu cross-check agar solusi yang ditawarkan tepat, termasuk bagaimana penegakan hukumnya. Persoalannya kompleks, jadi harus diluruskan dengan fakta,” katanya.

Kata dia, pansus berkomitmen menjaga keseimbangan antara iklim investasi dan perlindungan ruang. Ia menegaskan, Bali tetap terbuka untuk investasi, tetapi dengan syarat sesuai aturan. “Ini seperti mencari benang dalam tepung. Benangnya tercabut, tapi tepungnya tetap utuh. Kita ingin investasi yang baik dan sesuai regulasi, sambil tetap tegas menindak pelanggaran,” pungkasnya.(red)

  Banner Iklan Rafting Jarrak Travel

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button