KUPANG-JARRAKPOSKUPANG-
Pakar komunikasi Indonesia dan Akademisi dari Universitas Pelita Harapan (UPH), Emrus Sihombing kembali menyoroti pola komunikasi dalam ruang publik sosial media.
“Disadari atau tidak, ruang publik sosial media masih terus diwarnai pilihan diksi dan atau kemasan pesan yang dapat menimbulkan polarisasi di tengah masyarakat dan berpotensi mengancam disintegrasi sosial. Dari pilihan diksi dan pesan komunikasi yang dilontarkan memposisikan satu dengan yang lain seolah sudah “berhadap-hadapan”, sekaligus dapat “menjelaskan” identitas dan posisi kelompok serta kepentingan politiknya.”
Lebih jauh Emrus mengatakan bahwa,pola komunikasi tertentu dapat melebelkan kelompok tertentu pada posisi komunis,teroris dan radikalisme.
“Pola komunikasi tersebut masih terus mengemuka di ruang publik dengan melebelkan kelompok tertentu pada posisi sebagai memunculkan kembali ideologi komunis, menempatkan sosok tertentu sebagai anti suatu agama dan pro negara tertentu, kandrun, teroris, radikalis, adek-adek calon teroris dan lain sebagainya”,tutur Emrus dalam press release yang diterima Media ini,(Rabu,8/7/2020)
Menurut Komunikolog Indonesia ini,semua itu tidak lain bertujuan menggiring atau membentuk opini publik tidak produktif dalam rangka kebersamaan sebagai negara kebangsaan.
Direktur Eksekutif Lembaga Emrus Corner menegeskan bahwa bisa saja terjadi upaya penggiringan peta kognisi “Hati-hati,bisa saja terjadi dalam diskusi-diskusi kelompok kecil di teritorial privat tindakan manipulasi persepsi dengan mengemukakan antara lain, mana lebih dipercayai antara kitab suci (menyebut nama kitab) agama dengan ideologi bangsa. Pasti jawaban mereka, kitab suci tersebut. Atau membandingkan, mana lebih baik presiden (menyebut nama presiden tertentu) dengan Nabi yang sangat mulia. Pasti jawaban mereka, Nabi. Jelas, ini upaya penggiringan peta kognisi.Sebab, perbandingan semacam ini sama sekali sudah sesat logika karena tidak setara satu dengan yang lain, seperti membandingkan antara benda padat dengan benda cair.”
Emrus juga memperjelas bahwa
Efek lanjutan dari mereka yang terkena manipulasi persepsi tersebut, turut berwacana sehingga ruang publik semakin tercemar.Pola komunikasi politik di atas, selain tidak edukatif, tetapi juga berpotensi menimbulkan darurat komunikasi ruang publik.Tentu ini sangat bertentangan komunikasi kebersamaan.
Pakar Komunikasi Emrus kemudian mengambil suatu sikap yang menjadi solusi dengan mengutamakan komunikasi harus terkelola dengan baik.
“Oleh karena itu, potensi darurat komunikasi ruang publik tersebut harus segera ditangani dengan menciptakan suasana komunikasi kebersamaan yang asertif yang mampu membuat semua pihak nyaman dalam rumah kebangsaan.Lembaga yang bertanggungjawab menciptakan suasana komunikasi kebangsaan yang asertif, menurut hemat saya, Kementerian Komunikasi dan Informasi, Badan Pembinan Ideologi Negara, Unit Komunikasi Istana, semua biro komunikasi kementerian dan instansi pemerintah dari pusat hingga daerah yang terkelola dengan baik dalam suatu unit kerja Koordinator Manajemen Komunikasi Pemerintah.”
Editor: Mario Langun