
DENPASAR, matakompas.com ! Persoalan sampah ternyata menjadi momok yang menakutkan bagi Gubernur Bali I Wayan Koster. Terbukti untuk mengatasi persoalan sampah ini, dia mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomer 9 Tahun 2025, tentang Bali Bersih.
Sayangnya, kebijakan Koster tersebut banyak menuai kritik dan perlawanan dari pengusaha Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) karena SE yang dikeluarkan tersebut dianggap sebagai biang kerok kehancuran dunia industri air minum dalam kemasan, yang berujung bertambahnya angka pengangguran di Bali, serta berpotensi mematikan pedagang kecil dan UMKM.
Semestinya Koster belajar dari Pemkab Jembrana dalam hal mengatasi sampah. Kabupaten ini pada pemerintahan sebelumnya (I Nengah Tamba) telah berhasil mengatasi, bahkan berhasil mengasilkan uang dengan menjual sampah (RDF) ke PT Wisesa Global Sulusindo yang berkedudukan di Jawa Timur.
Kurang piawainya Koster dalam menangani sampah di Bali juga mendapat kritik tajam dari seorang tokoh masyarakat Buleleng I Nyoman Tirtawan. Mantan anggota DPRD Bali ini yang bergelar penyelamat uang negara milyaran rupiah ini menyampaikan SE Nomer 9 tahun 2025 yang dikeluarkan Gubernur Bali I Wayan Koster sebagai kebijakan latah yang tidak memberi solusi, namun justru memunculkan masalah baru.
“Yakin, SE itu tidak bisa mengatasi persoalan sampah di Bali, justru akan memunculkan masalah baru karena perusahan AMDK bisa tutup dan pengangguran akan bertambah,” tegasnya, Sabtu 12 April 2025.
Menurut Tirtawan, ada langkah yang lebih tepat bisa dilakukañ oleh Pemerintah Provinsi Bali dalam mengatasi persoalan sampah yang tidak mematikan industri AMDK, yakni dengan penerapan Kurikulum Lingkungan atau Wiyata Mandala ke elemen pendidikan. Dengan cara ini menurut Tirtawan, Bali akan terbebas dari sampah hanya dalam satu bulan
“Di Bali ada jutaan orang yang mengenyam pendidikan dari TK hingga mahasiswa. Bayangkan, jika mereka wajib membersihkan sampah tiap minggunya di lingkungan masing-masing, Bali akan terbebas sampah dalam waktu satu bulan. Bukan harus menutup perusahan AMDK,” ujar Tirtawan yang juga dikenal sebagai aktifis lingkungan ini.
Teknisnya menurut Tirtawan, para pelajar bergerak membersihkan sampah seminggu sekali, kemudian sampah yang bisa didaur ulang ini dikumpulkan di sekolah masing-masing untuk selanjutnya di jual kepada perusahan daur ulang. Dengan demikian ada penghasilan baru di sekolah-sekolah tersebut.
“Langkah ini selain untuk kebersihan Bali, juga untuk meniadakan pungutan-punggutan di sekolah karena sekolah ada penghasilan baru,” imbuhnya.
Keuntungan lain yang bisa didapat dari penerapan kurikulum lingkungan di sekolah-sekolah adalah, pemerintah bisa membentuk karakter generasi muda yang perduli dengan lingkungan. Karakter bilding ini akan terbentuk pada anak (generasi muda) secara riil, bukan hanya sekedar teori.
Jadi menurut Tirtawan, yang mesti dilakukan pemerintah Bali adalah membentuk karakter bilding masyarakat sehingga bisa peduli dengan lingkungan. Pembentukan karakter tersebut harus dimulai dari anak-anak usia sekolah (generasi), sehingga tidak lagi ada masyarakat yang membuang sampah sembarangan.
“Jadi langkah mengeluarkan SE Nomer 9, tahun 2025 tetang Bali Bersih itu merupakan langkah kurang tepat karena yakin tidak akan bisa mengatasi persoalan sampah sepanjang karakter peduli lingkungan di masyarakat belum terbentuk,” papar Tirtawan.
Langkah yang paling tepat dilakukan pemerintah adalah pembetukan karakter dengan memasukan kurikulum lingkungan ke sekolah-sekolah. Dengan demikian karakter peduli lingkungan akan terbentuk dan Bali akan terbebas dari sampah dalam waktu sebulan.(ivn)