Mediasi Gagal, GPS Sebut Perkara Bukan Kapasitas Jabatan, Gugatan ke Kapolda Bali dan Dansat Brimob Tetap Berlanjut

DENPASAR, Matakompas.com | Upaya mediasi gagal antara Penggugat Budiman Tiang melawan Irjen Pol Daniel Aditya Jaya yang juga Kapolda Bali dan Kombes Pol Rachmat Hendrawan dan kini lanjut ke proses gugatan di PN Denpasar, Rabu, 22 Oktober 2025.
Lanjutan gugatan ditandai dengan proses persidangan untuk selanjutnya menunggu jawaban dari pihak Tergugat.
Dalam persidangan tersebut, kembali Penggugat menyampaikan keberatan, jika kedua Tergugat diwakili oleh Bidkum Polda Bali, karena gugatannya kepada oknum bukan institusi. Keberatan tertulis tersebut diserahkan didalam persidangan.
Perkara perdata Nomor 1183/Pdt.G/2025/PN.Dps tersebut merupakan kelanjutan dari rebutan Apartemen The Umalas Signature/One Umalas Signature antara kubu Budiman Tiang melawan kubu Stanislav Sadovnikov dan Igor Maksimov.
Hal tersebut dikarenakan diduga Penggugat, bahwa duo Russia tersebut diback up oleh Irjen Daniel dan Kombes Rachmat dengan pengerahan pasukan Brimob membantu upaya kelompok Stanislav mengambil alih apartemen tersebut.
Pada sidang pertama pasca mediasi, Penggugat melalui kuasa hukumnya dari Berdikari Law Office menyerahkan surat penolakan tertulis terhadap keterlibatan Bidang Hukum (Bidkum) Polda Bali yang hadir mendampingi para Tergugat.
Surat penolakan tersebut merupakan tindak lanjut dari permohonan lisan yang telah disampaikan pada sidang pertama gugatan, sebagaimana disarankan oleh Ketua Majelis Hakim I Wayan Suarta, S.H., M.H., agar dituangkan secara tertulis untuk dicatat dalam berkas perkara.
Sebagaimana resume mediasi dari Penggugat disebutkan bahwa pada 2 Juli 2025, sejumlah anggota Brimob Polda Bali mendatangi lokasi tersebut dengan Surat Perintah No. Sprint/669/VII/PAM.3.3/2025 tertanggal 2 juli 2025, yang ditandatangani oleh Kombes Pol. Rachmat Hendrawan atas disposisi Kapolda Bali Irjen Pol. Daniel Aditya Jaya.
Tindakan tersebut terjadi saat objek sengketa masih dalam proses perkara perdata lain di Pengadilan Negeri Denpasar, sehingga menurut Penggugat, kehadiran aparat bersenjata di lokasi sengketa sipil merupakan perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian besar.
Melalui surat Nomor: 087/BLO/X/2025, perihal Permohonan Keberatan Kuasa HukumTergugat I dan Tergugat II disampaikan kepada Majelis Hakim, Berdikari Law Office menegaskan bahwa pendampingan hukum Bidkum Polda Bali kepada Tergugat I dan II tidak sesuai dengan koridor hukum dan etika jabatan.
Kuasa Hukum Penggugat, Gede Pasek Suadika, SH.,MH., yang akrab dipanggil GPS menegaskan, bahwa perkara quo bersifat keperdataan pribadi, tidak ada kaitannya dengan pelaksanaan tugas kedinasan, sehingga institusi Polri tidak memiliki kewenangan hukum maupun legitimasi untuk memberikan pendampingan hukum melalui Bidkum.
“Bukan jabatan Kapolda Bali kami gugat, tetapi oknumnya, apabila terjadi pergantian Kapolda Bali tentu kami tidak akan menggugat Kapolda Bali yang baru. Demikian halnya, apabila para tergugat telah pindah tugas tentu gugatan ini mesti tetap berjalan,” kata GPS.
Penolakan tersebut juga menegaskan bahwa kehadiran Bidkum dalam persidangan berpotensi menciptakan kesan intervensi institusional terhadap proses peradilan yang seharusnya independen dan bebas dari pengaruh lembaga negara.
Penegasan hukum yang digunakan Berdikari Law Office mengacu pada ketentuan berikut Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 Menjamin asas equality before the law, semua warga negara berkedudukan sama di hadapan hukum, termasuk pejabat Polri, UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang mengatur pula tentang netralitas Polri, Perkapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian, Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri, Melarang anggota Polri untuk menyalahgunakan kewenangan dan menggunakan jabatan guna kepentingan pribadi atau pihak tertentu.
“Berdasarkan ketentuan tersebut, pendampingan Bidkum terhadap Tergugat dalam perkara ini merupakan bentuk pelanggaran prinsip netralitas dan integritas aparatur negara,” tegasnya.
Dokumen ini perlu masuk dalam dokumen perkara menurut GPS, agar menyatu dengan berkas perkara.
“Perkara ini bukan dalam kapasitas jabatan, melainkan urusan pribadi dua anggota Polri. Karena itu, tidak ada dasar hukum bagi Bidkum menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi pejabat. Kalau besok pindah di kementerian atau pensiun ya yang digugat tetap Daniel dan Rachmat,” tegas GPS, Ketua Tim Hukum Berdikari Law Office.
Dalam sidang Majelis Hakim mencatat penyampaian surat penolakan tersebut ke dalam berita acara sidang dan menyatakan bahwa keberatan Penggugat akan dipertimbangkan dalam sidang pemeriksaan pokok perkara. Sidang berikutnya dijadwalkan pada rabu 29 oktober 2025.
Berdikari Law Office menegaskan bahwa langkah hukum yang ditempuh semata-mata untuk menjaga prinsip keadilan dan supremasi hukum agar peradilan berjalan objektif, profesional, dan bebas intervensi.
“Kami menghormati institusi Polri sebagai penegak hukum, namun kami juga memiliki kewajiban moral untuk menegaskan batas antara tindakan pribadi dan kewenangan jabatan agar citra lembaga tetap terjaga, serta mendukung program reformasi kepolisian secara menyeluruh yang sedang disiapkan dan dibentuk oleh Presiden Republik Indonesia untuk mencegah oknum anggota kepolisian yang tidak menjalankan tugas, wewenang dan tanggung jawabnya secara profesional dan berintegritas serta melakukan perbuatan melawan hukum,” kata Gede Pasek Suardika yang juga pernah menjdi ketua Komisi III DPR RI tersebut.
Sementara itu, sehari sebelumnya sidang pidana terkait peristiwa ini dengan Terdakwa Budiman Tiang menghadirkan keterangan Ahli Pidana Dr Dewa Bunga, SH.,MH.
Dalam keterangannya di persidangan, Ahli Pidana menjelaskan tentang syarat unsur penipuan dan penggelapan yang harus ada untuk seseorang bisa dipidana.
Dijelaskan pula, harus ada mens rea atau itikad jahat yang melatarbelakangi suatu perbuatan pidana. (red/tim).