
DENPASAR, Matakompas.com – Sebuah pabrik produksi beton di kawasan Bypass I Gusti Ngurah Rai, Denpasar disegel Panitia Khusus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (Pansus TRAP) DPRD Bali dalam inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan, Kamis (23/10) pagi. Pabrik tersebut kedapatan berdiri di atas lahan yang menurut aturan tata ruang hanya diperuntukkan bagi kegiatan perdagangan dan jasa, bukan industri.
Tindakan penutupan sementara dilakukan langsung di lapangan oleh Ketua Pansus TRAP I Made Supartha bersama Wakil Ketua Pansus Agung Bagus Tri Candra Arka alias Gung Cok, Sekretaris Pansus I Dewa Nyoman Rai, Wakil Sekretaris Dr Somvir, dan anggota I Komang Wirawan.
Turut hadir perwakilan dari sejumlah instansi terkait, antara lain Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Dinas Perizinan, Kepala Tahura, Polhut, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Denpasar, Satpol PP Provinsi dan Kota Denpasar, serta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Denpasar.
Dalam sidak ini, Pansus menemukan kejanggalan serius pada legalitas pabrik yang diketahui bernama PT Pionir Beton tersebut. Berdasarkan pemeriksaan di lapangan, perusahaan hanya memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) yang diterbitkan lewat sistem Online Single Submission (OSS), tanpa izin lingkungan, izin bangunan, ataupun persetujuan pemanfaatan ruang.
Wakil Ketua Komisi I DPRD Bali ini menambahkan sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko sebagai pembaruan dari PP Nomor 5 Tahun 2021 setiap penerbitan izin harus melalui kolaborasi lintas instansi sesuai jenis dan tingkat risiko usaha.
āOSS ini sering disalahartikan. Banyak yang mengira cukup punya NIB bisa langsung membangun. Padahal harus ada proses verifikasi ruang, lingkungan, sampai rekomendasi forum penataan ruang kabupaten atau kota,ā kata Dewa Rai.
Ia menegaskan, pabrik beton tersebut tidak memenuhi ketentuan karena beroperasi di zona perdagangan dan jasa, bukan industri. Dalam peraturan pemerintah maupun permendagri, lanjutnya, kegiatan industri di luar zona peruntukan dilarang dan dapat dikenakan sanksi hukum.
Dewa Rai juga menyoroti persoalan partisipasi publik. Ia menilai proses izin kerap mengabaikan peran kepala desa, lurah, dan tokoh masyarakat yang seharusnya dilibatkan dalam konsultasi lingkungan dan penataan ruang. āKewenangan di tingkat bawah sering diamputasi. Padahal amdal itu wajib diketahui oleh tokoh masyarakat dan pemerintah desa,ā ujarnya.
Ketua Pansus TRAP Made Supartha mengatakan, penyelidikan awal menunjukkan kawasan tersebut memiliki sekitar 14 sertifikat dengan fungsi yang bervariasi. Namun, salah satu di antaranya digunakan untuk aktivitas industri semen. āKita belum tahu secara pasti status awal kawasan ini. Dulu ini kawasan apa? Konservasi, hutan lindung, atau wilayah mangrove? Tapi dalam undang-undang, wilayah konservasi tidak boleh disertifikatkan dan tidak boleh ada kegiatan pemadatan atau reklamasi,ā ujar Ketua Fraksi PDIP DPRD Bali ini.
Ia menegaskan, sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, wilayah berair tidak dapat disertifikatkan dan dilarang dilakukan reklamasi atau pemadatan tanah. Selain itu, dalam Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali, kawasan konservasi juga termasuk wilayah lindung yang tidak boleh dialihfungsikan.
Selain izin dasar, perusahaan beton tersebut juga wajib memenuhi standar Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), di antaranya KBLI 23959 dan 23953 yang mengatur tentang kegiatan industri bahan bangunan dari semen dan beton. Selain itu, masih ada syarat lain seperti izin lingkungan, izin lokasi, Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), surat keterangan domisili, dan surat keterangan usaha mikro yang seluruhnya belum dimiliki. āArtinya dia baru punya OSS, izin lain tidak ada, dan berdiri di tempat yang tidak sesuai. Itu kesalahan dasarnya,ā tutur Anggota Komisi I DPRD Bali ini.
Sejumlah tokoh masyarakat, termasuk kepala desa, kelian adat, dan kepala dusun setempat, yang turut dimintai keterangan menyebutkan bahwa area tersebut dulunya merupakan lahan penggaraman dengan unsur tanah kapur dan air laut. Mereka mengaku kegiatan pemadatan di lokasi berlangsung sudah lama dan bukan kondisi alami.
Dari pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Denpasar, dijelaskan bahwa berdasarkan data mereka, tanah di lokasi tersebut berstatus Hak Guna Bangunan (HGB). Mereka BPN mengakui perlu penelusuran lebih lanjut terhadap proses pensertifikatan yang disebut terjadi sekitar tahun 2013 hingga 2015.
Sementara dari sisi tata ruang, perwakilan Dinas Tata Ruang Kota Denpasar menegaskan bahwa sesuai Perda Nomor 8 Tahun 2021, kawasan tersebut berstatus perdagangan dan jasa. Ketentuan ini juga sudah diatur sejak Perda sebelumnya, yaitu Perda Nomor 27 Tahun 2011.
Wakil Sekretaris Pansus TRAP, Dr Somvir, menyatakan dukungan terhadap langkah tegas pansus. Ia menegaskan sesuai arahan Gubernur Bali Wayan Koster, pemerintah harus melindungi pelaku usaha yang memiliki izin sah dan menindak tegas pelanggaran yang tidak sesuai aturan.
Sementara itu, Wakil Ketua Pansus TRAP Gung Cok, mengatakan keputusan penyegelan diambil secara kolektif setelah ditemukan pelanggaran prinsip penggunaan lahan dan ketidaklengkapan izin. āLahan ini seharusnya digunakan untuk perdagangan dan jasa, bukan untuk industri. Karena itu kami memutuskan menutup sementara dan memasang garis Satpol PP di lokasi,ā tegas Ketua Fraksi Golkar DPRD Bali ini.
Dari pihak perusahaan, Penanggung Jawab Operasional PT Pionir Beton, Yuli Suprianto, mengaku akan berkoordinasi dengan kantor pusat untuk menindaklanjuti temuan tersebut. Ia mengatakan, dirinya baru bertugas di Bali sejak Juli 2025 dan tidak memahami detail perizinan. āKalau ini pusatnya PT Indocement, kami anak perusahaan Semen Tiga Roda. Jadi segala hal terkait perizinan akan kami koordinasikan ke pusat,ā ujarnya.
Yuli menjelaskan, pabrik tersebut bukan memproduksi semen, melainkan beton siap pakai (ready mix) yang dibuat dengan mencampur semen dari Banyuwangi dengan batu dan material split di lokasi, lalu dikirim ke proyek-proyek yang membutuhkan.
Yuli juga menambahkan, kegiatan operasional dijalankan oleh PT Pionir Beton Industri dengan status Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Ia menyebut segala keputusan terkait izin maupun tindak lanjut penyegelan akan dibahas dengan kantor pusat. Pabrik itu baru mulai beroperasi pada Agustus 2025, setelah proses pembangunan rampung beberapa bulan sebelumnya. Ia juga menyebut tidak ada limbah signifikan dari kegiatan produksi selain sisa cucian alat.
Meski demikian, Pansus TRAP menilai operasi pabrik itu tetap melanggar tata ruang dan perizinan. Pansus akan menindaklanjuti hasil temuan ini dalam rapat kerja lanjutan dengan menghadirkan Dinas Tata Ruang Kota Denpasar, BPN, dan Dinas Perizinan Provinsi untuk memperjelas status hukum lahan dan izin kegiatan. āKami akan perdalam di rapat kerja berikutnya agar semuanya terang benderang, termasuk proses sertifikasi dan izin usahanya,ā ujar Supartha.
Dengan penyegelan ini, Pansus TRAP menegaskan bahwa tidak ada ruang bagi kegiatan industri yang berdiri di zona nonindustri. Langkah ini sekaligus menjadi peringatan agar proses perizinan di Bali lebih ketat, transparan, dan selaras dengan tata ruang provinsi maupun kabupaten/kota. (Red)