Kuasa Hukum Sebut Aktor Utama Diduga Sembunyi di Balik Lambannya Kejari Ungkap Tuntas Kasus Peta Desa di Kabupaten Lahat

MATAKOMPAS.com, PALEMBANG – Kuasa hukum mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Lahat, Darul Effendi, mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan segera mengambil alih penanganan kasus dugaan korupsi proyek fiktif pemetaan desa yang kini masih ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Lahat.
Desakan ini muncul menyusul dugaan ketidaktransparanan dan kejanggalan dalam penanganan kasus yang terindikasi melindungi sejumlah aktor penting.
“Kami sudah mengirim surat permohonan penyampaian fakta tambahan terkait kasus ini. Dalam surat tersebut kami minta Kejari Lahat memanggil sejumlah oknum yang kami duga menjadi aktor utama, tapi sampai sekarang mereka belum juga ditetapkan tersangka,” ujar kuasa hukum Darul Effendi dari SHS Law Firm, Septiani, S.H., dalam pernyataan tertulis yang diterima redaksi media ini, pada Minggu (7/6/2025).
Septiani menyoroti adanya dugaan terlibatan oknum Kabid Administrasi DPMDes Lahat berinisial FH. Di mana dari hasil pemeriksaan, diketahui FH diduga menerima dana dan menjalin komunikasi langsung dengan pihak ketiga, CV CDI, yang merupakan rekanan proyek.
“FH bukan sekadar saksi. Ia aktif dalam proses teknis dan diduga menerima uang. Kami desak FH segera diperiksa ulang dan ditetapkan tersangka. Putusan Mahkamah Agung No. 537 K/Pid.Sus/2014 sudah cukup kuat untuk itu,” tegas Septiani.
Selain itu, Muhamad Khoiry Lizani, S.H., juga menyoroti oknum berinisial F yang diduga terlibat dalam penerbitan Surat Izin Sosialisasi dari Bupati Lahat. Dia menilai oknum ini perlu dipanggil dan diperiksa karena mengetahui mekanisme proyek sejak awal.
“Penegakan hukum harus serius, tidak boleh ada yang dilindungi. Semua yang terlibat harus dimintai pertanggungjawaban,” katanya.
Kuasa hukum lain, Akbar Sanjaya, S.H., menambahkan bahwa Darul Effendi tidak seharusnya menjadi satu-satunya pihak yang disalahkan.
“Fakta hukum menunjukkan proyek ini bukan kerja satu orang. Namun yang tersentuh hanya pelaksana teknis,” ujarnya.
Sebelumnya, ratusan massa dari Gerakan Masyarakat Mencari Keadilan (GEMMAR KEADILAN) menggelar aksi damai di depan Kantor Kejati Sumsel, Selasa (4/6). Massa menuntut Kejati mengambil alih kasus dugaan penyimpangan pembuatan peta desa di Kabupaten Lahat yang diduga melibatkan oknum pejabat DPMDes.
Ketua GEMMAR KEADILAN, Abdul Latif Zikri, S.H., menegaskan persoalan ini bukan sekadar administratif, tapi menyangkut hak masyarakat atas tanah dan kepastian hukum pembangunan desa.
“Kami menduga ada manipulasi yang melibatkan FH dan W, Kasi DPMDes Lahat. Sampai sekarang belum ada langkah berarti dari Kejari Lahat,” tegas Abdul Latif.
Orator aksi lainnya, Dandi, S.H., memperingatkan ketidakjelasan penanganan berpotensi memicu konflik horizontal antar warga.
“Manipulasi peta desa bukan perkara sepele. Ini bisa menimbulkan konflik sosial serius,” kata Dandi.
Sementara itu, Candra Septa Wijaya, S.H., menilai aparat penegak hukum terkesan membiarkan laporan masyarakat.
“Penegakan hukum tidak boleh tebang pilih. Bila Kejari Lahat tidak mampu bertindak profesional, Kejati Sumsel harus turun tangan,” ujarnya.
GEMMAR KEADILAN mengajukan tiga tuntutan utama: mendesak Kejati Sumsel mengusut keterlibatan oknum pejabat DPMDes, mengevaluasi kinerja Kejari Lahat secara menyeluruh, serta mengungkap aktor intelektual di balik manipulasi peta desa.
Sebagai simbol kekecewaan, massa melakukan tabur bunga di depan gerbang Kejati Sumsel, dipimpin Muhammad Miftahudin, S.H. Aksi simbolik itu disebut sebagai “berkabung atas matinya keadilan di Kabupaten Lahat.”
“Ini bukan seremoni, tapi ekspresi duka kami atas sistem hukum yang gagal melindungi rakyat kecil,” ujar Miftahudin.
Meski mengkritik tajam, GEMMAR KEADILAN masih percaya Kejati Sumsel memiliki integritas untuk menegakkan keadilan.
“Kami datang karena percaya lembaga ini punya keberanian. Tapi ini juga ujian,” kata Abdul Latif.
Ia menegaskan, jika tak ada langkah konkret segera, mereka bakal kembali turun ke jalan dengan massa lebih besar.
“Ini bukan ancaman, tapi komitmen kami memastikan keadilan tidak dikubur,” tutup Abdul Latif. (Rilis)