Kriminalisasi atau Penegakan Hukum? Sengketa Apartemen Umalas Merembet ke Gugatan Kapolda dan Dansat Brimob

DENPASAR, Matakompas.com – Sengketa kepemilikan Apartemen The Umalas Signature di Kerobokan, Badung, yang menyeret pengusaha Budiman Tiang, 48, asal Medan sebagai terdakwa, makin melebar. Tak hanya memicu perkara pidana dan perdata, kini konflik tersebut juga menyeret nama Kapolda Bali Irjen Pol Daniel Adityajaya serta Dansat Brimob Kombes Pol Rachmat Hendrawan dalam gugatan perdata di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.
Penasehat hukum terdakwa, Gede Pasek Suardika (GPS) dkk dari Berdikari Law Office menilai perkara pidana Nomor 901/Pid.B/2025/PN.DPS sarat dengan praktik kriminalisasi.
Menurut mereka, persoalan yang sejatinya masuk ranah perdata dipaksakan menjadi perkara pidana untuk melemahkan posisi kliennya dalam sengketa kepemilikan Apartemen The Umalas Signature, atau yang kini dikenal sebagai The One Umalas Signature. “Perselisihan kedua pihak sebenarnya tengah diproses di Pengadilan Negeri Denpasar melalui gugatan perdata Nomor 678/Pdt.G/2025/PN.DPS dan Nomor 805/Pdt.G/2025/PN.DPS,” ujar GPS.
Pasek dan tim menilai tuduhan penipuan dan penggelapan tidak berdasar. Salah satu yang dipersoalkan adalah transfer dana Rp 15 juta oleh penyewa, Nicholas Laye, ke rekening Budiman. Dana itu, kata mereka, langsung disetorkan ke PT Annata Hotel & Resort jauh sebelum kasus dipermasalahkan. “Ini murni persoalan perjanjian kerja sama. Kalau pun ada sengketa, semestinya perdata, bukan pidana,” tegas Pasek yang juga mantan anggota DPD-RI periode 2014–2019.
Mereka merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1956 yang menyebut pemeriksaan perkara pidana bisa ditangguhkan jika ada sengketa perdata yang masih berjalan. Pemaksaan perkara ini masuk ranah pidana, menurut kuasa hukum, adalah kejanggalan.
Tak hanya itu, kuasa hukum Budiman juga menyoroti penggunaan aparat bersenjata dalam sengketa tersebut. Pada Juli lalu, satuan Brimob Polda Bali bersenjata lengkap mendatangi Apartemen The One Umalas Signature. Kehadiran aparat, yang disebut untuk membantu pihak lawan memasuki dan menguasai aset, dipandang sebagai bentuk keberpihakan aparat.
“Ini kesewenang-wenangan. Bahkan kami sudah ajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke PN Denpasar pada 27 Agustus 2025,” kata Pasek, yang juga pernah duduk sebagai anggota DPR-RI periode 2009–2014 dari Fraksi Demokrat.
Tim hukum Budiman juga menuding ada upaya sistematis melemahkan posisi klien mereka, termasuk lewat laporan pelecehan seksual yang dinilai janggal. Mereka menyebut bukti video memperlihatkan tidak ada pelecehan, namun kasus tetap diproses agar Budiman terus ditahan. “Tujuannya jelas, supaya klien kami sulit memperjuangkan haknya,” tambahnya.
Sementara itu, laporan balik yang diajukan pihak Budiman terkait dugaan pencurian dan perusakan justru mandek di kepolisian. Laporan bernomor SPM/379/VIII/2025/SPOT/POLRES BADUNG/POLDA BALI yang diajukan PT Annata Hotel & Resort pada 4 Agustus 2025 disebut tidak ada tindak lanjut. Hal ini memperkuat dugaan diskriminasi pelayanan hukum.
Kuasa hukum Budiman juga menyinggung rekam jejak investor asing asal Rusia yang terlibat dalam proyek. Menurut mereka, kelompok usaha yang sama sebelumnya menggarap proyek Magnum Berawa di Canggu dan Magnum Sanur, namun bermasalah perizinan hingga ditutup dan disegel. “Ratusan miliar rupiah diduga sudah dikumpulkan dari proyek ilegal tanpa izin. Anehnya, itu tidak pernah disentuh aparat,” tegasnya.
Menurut Pasek, perkara pidana yang kini dijalani Budiman hanyalah strategi untuk membantu pihak asing menguasai The One Umalas Signature.
Terpisah, sebelumnya Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Ariasandy saat dikonfirmasi pekan lalu telah membantah tudingan kriminalisasi itu. Ia menegaskan kasus Budiman telah melalui prosedur hukum yang benar. “Tidak benar jika dikatakan ada kesewenang-wenangan. Kasus ini sudah masuk tahap 2, artinya berkas sudah dilimpahkan ke kejaksaan untuk persiapan penuntutan,” ujarnya.
Terkait pengerahan Brimob ke lokasi apartemen, Ariasandy menyebut pengamanan dilakukan untuk mencegah bentrokan fisik antar kubu. “Karena ada indikasi keterlibatan kelompok preman di lokasi,” tandasnya.
Di sisi lain, sengketa hukum ini kini merembet ke gugatan perdata baru. PN Denpasar telah menerima pendaftaran gugatan Budiman Tiang terhadap Kapolda Bali Irjen Pol Daniel Adityajaya dan Dansat Brimob Kombes Pol. Rachmat Hendrawan. Gugatan perbuatan melawan hukum itu terdaftar dengan nomor 1183/Pdt.G/2025/PN.DPS.
Juru Bicara PN Denpasar, Gede Putra Astawa, menyebut sidang perdana akan digelar 15 September mendatang dengan majelis hakim terdiri atas I Wayan Suarta, Ni Kadek Kusuma Wardani, dan Theodora Usfunan.
Dalam gugatannya, Budiman melalui GPS menuding Kapolda dan Dansat Brimob bertindak di luar kewenangan karena mengerahkan Brimob bersenjata untuk membantu salah satu pihak. Pasek menyebut tindakan itu ibarat ‘eksekusi swasta’ yang jelas merugikan pemilik sah SHGB. “Semua bukti mengarah ke permintaan swasta. Dengan kata lain, aparat negara dijadikan centeng,” tegasnya.
Surat Perintah Nomor Sprint/669/VII/PAM.3.3/2025 yang digunakan untuk pengerahan Brimob ikut disorot. Menurut kuasa hukum, surat itu menunjukkan adanya penyalahgunaan jabatan oleh Kapolda dan Dansat Brimob. Gugatan pun tidak hanya menyoroti kerugian materiil, tetapi juga dugaan kriminalisasi terhadap Budiman.
Menanggapi hal itu, Ariasandy kembali menegaskan bahwa polisi bertindak sesuai prosedur dan akan menghormati jalannya persidangan. “Polisi hadir untuk mencegah bentrokan, bukan untuk berpihak. Kasus ini sudah P-21 dan sekarang ditangani kejaksaan,” katanya. (Red)