KUPANG–JARRAKPOSKUPANG.COM
Wacana diksi “mudik” di satu sisi, dan “pulang kampung” di sisi lain sedang mengemuka. Kedua diksi ini sontak menjadi polemik publik. Presiden juga memberikan pendapat.
Hingga saat ini perbincangan publik, tampaknya belum sampai pada titik “kesepakatan”.Karena itu,polemik ini berpotensi membingungkan masyarakat, bisa atau tidak berangkat menuju kampung halaman mejelang perayaan hari besar keagamaan.
Sebenarnya ada dua diksi muncul yaitu “mudik” – “pulang kampung”. Sayangnya dua diksi digunakan dalam narasi berbeda makna. Lalu mana yang paling tepat dalam upaya kita memutus peneyebaran virus covid-19?
Bila kedua diksi itu dipakai terpisah lalu dimaknai secara denotatif (makna tersurat) maka upaya menghalau penyebaran Covid-19 sulit dicapai dengan maksimal. Sebab, bisa saja orang tertentu membuat sebuah pembenaran, saya bukan mudik, tetapi pulang kampung. Akibatnya, mereka tetap berinteraksi di kampung.
Untuk memudahkan melihat perbedaan makna, mari kita letakkan kata “dilarang” di depan kedua diksi tersebut maka akan menjadi “dilarang mudik”, “dilarang pulang kampung”, “dilarang mudik atau pulang kampung”, “dilarang mudik dan pulang kampung” “dilarang mudik dan atau pulang kampung.”
Lebih produktif bila dua diksi tersebut dipadu dalam sebuah kalimat positif dan pasif rangka upaya kita mencegah penyebaran covid-19 menjadi, “dilarang mudik dan atau pulang kampung”.
Oleh karena itu, menurut hematnya saya, dengan kewenangan dimiliki dan mengedepankan keselamatan manusia dan kemanusiaan serta terkait dengan penetapan PSBB, maka pemerintah sangat tepat dan segera mengambil keputusan tegas, “dilarang mudik dan atau pulang kampung” dalam kurun waktu tertentu.
Salam,
Emrus Sihombing
Direktur Eksekutif
Lembaga EmrusCorner (24/04/2020)
Jarrakposkupang.com/Mario Langun
Editor:Uta