Kejaksaan-KPK Diminta Turun Tangan, Usut Tuntas 106 SHM Terbit di Mangrove Tahura
Putu Suasta Apresiasi Kinerja Pansus TRAP DPRD Bali

DENPASAR, Matakompas.com | Kasus rekayasa sertifikat lahan konservasi Kawasan Mangrove Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai mendapat sorotan publik.
Salah satunya, Pembina LSM JARRAK dan Pendiri Yayasan Wisnu Putu Suasta meminta Aparat Penegak Hukum (APH) turun langsung mengusut tuntas kasus rekayasa sertifikat lahan tersebut.
Putu Suasta yang juga Alumni UGM dan Cornell University merasa kaget atas banyaknya alih fungsi Kawasan Mangrove Tahura Ngurah Rai.
Hal tersebut mengemuka, pasca Ketua Pansus Tata Ruang, Aset dan Perizinan (TRAP) DPRD Bali Made Supartha sidak dan melakukan Rapat Pemanggilan BPN Bali, BWS Bali Penida, Tahura dan OPD, yang ternyata terungkap fakta menyakitkan bagi Bali.
Mangrove sudah “diperkosa” bahkan dugaan mafia tanah mangrove terus bergerilya hingga saat ini sudah terbit 106 Sertifikat Hak Milik (SHM) di area lindung mangrove atau Tahura Ngurah Rai.
Putu Suasta juga meminta Pansus TRAP DPRD Bali yang sudah mendapatkan mandat oleh rakyat Bali dapat menuntaskan soal Tata Ruang, Aset dan Perizinan.
“Pansus TRAP DPRD Bali bekerja sudah bagus, jangan sampai ‘masuk angin’ karena berhadapan dengan pemodal-pemodal besar sehingga lahan mangrove bisa berubah,” kata Putu Suasta di Denpasar, Kamis, 25 September 2025.
Menurutnya, perubahan mangrove menjadi SHM itu, dinilai adanya dugaan pemodal besar, keterlibatan orang pusat maupun orang daerah.
Diharapkan, penegakan hukum tanpa pandang bulu, siapapun terlibat agar dipenjarakan, diproses perdata dan pidana.
Hal tersebut sebagai upaya mengembalikan fungsi Mangrove, baik air dari darat maupun air laut. Mengingat, tujuan dan manfaat pengelolaan Mangrove untuk perlindungan lingkungan.
“Mangrove sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekologi dan melindungi wilayah pesisir dari erosi, banjir, serta intrusi air laut,” paparnya.
Terlebih lagi, aturan yang mengatur hutan mangrove di Indonesia meliputi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2025 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove.
Regulasi ini menetapkan dasar hukum untuk konservasi, rehabilitasi, dan pengelolaan mangrove yang berkelanjutan serta memberikan sanksi bagi pelanggaran.
Bahkan, dasar hukum pengelolaan Mangrove yakni Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 mengklasifikasikan ekosistem mangrove sebagai bagian dari sumber daya alam hayati yang perlu dilindungi.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 hasil penetapan PP Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja juga memberikan dasar hukum kuat untuk pengelolaan ekosistem mangrove.
Begitu pula, lanjutnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2025 secara khusus mengatur mengenai perlindungan dan pengelolaan ekosistem mangrove serta menetapkan berbagai ketentuan untuk menjamin kelestariannya.
Sanksi Pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2007 (sebelum Perubahan) dan UU Nomor 1 Tahun 2014 menyebutkan, bahwa siapapun yang menebang atau merusak mangrove dapat dikenakan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 10 tahun serta denda paling sedikit Rp 2 milyar dan paling banyak Rp 10 milyar.
Kesimpulannya, tanah hutan bakau yang dirampok secara sistematis dan masif mesti dikembalikan menjadi hutan Tahura.
“Selanjutnya, semua pihak yang terlibat diusut dipidanakan berdasarkan Undang-Undang yang sudah jelas dan baku, kemudian, tugas Pansus TRAP DPRD didukung sepenuhnya oleh seluruh lapisan Publik sampai tuntas,” tegasnya.
Tak hanya itu, ancaman perubahan iklim telah menjadi perhatian serius Presiden Prabowo.
Hal tersebut disampaikan Presiden Prabowo dalam pidato perdananya pada Sidang Majelis Umum ke-80 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat, Selasa, 23 September 2025.
Presiden Prabowo menyampaikan dampak perubahan iklim yang nyata dirasakan Indonesia sebagai negara kepulauan.
Presiden Prabowo menyebutkan bahwa kenaikan permukaan laut menjadi ancaman serius yang sudah terjadi saat ini.
“Permukaan laut di pantai utara ibu kota kami meningkat lima sentimeter setiap tahun. Bisakah Anda bayangkan dalam 10 tahun? Bisakah Anda bayangkan dalam 20 tahun? Untuk itu, kami terpaksa membangun tanggul laut raksasa sepanjang 480 kilometer. Mungkin butuh 20 tahun, tapi kami tidak punya pilihan. Kami harus memulai sekarang,” terangnya.
Lebih lanjut, Presiden Prabowo menegaskan bahwa Indonesia memilih menghadapi perubahan iklim melalui aksi nyata, bukan sekadar slogan. Indonesia berkomitmen untuk memenuhi kewajiban Perjanjian Paris 2015 dan menargetkan pencapaian emisi nol bersih pada tahun 2060 atau lebih cepat.
“Kami menargetkan reforestasi lebih dari 12 juta hektar hutan terdegradasi, mengurangi kerusakan hutan, memberdayakan masyarakat lokal dengan pekerjaan hijau berkualitas untuk masa depan. Indonesia secara tegas beralih dari pembangunan berbasis bahan bakar fosil menuju pembangunan berbasis energi terbarukan. Mulai tahun depan, sebagian besar tambahan kapasitas pembangkit listrik kami akan berasal dari energi terbarukan,” jelasnya.
Untuk itu, Mangrove Tahura Ngurah Rai tidak boleh rusak, karena Bali sebagai tujuan wisatawa dunia yang mengandalkan keindahan alam, selain adat dan budaya bernafaskan Hindu atau Sanatana Dharma.
Seharusnya penegakan hukum dilakukan oleh Kejaksaan, Kepolisian maupun KPK di Pulau Bali dalam mencegah kerusakan alam Bali lebih parah.
Terlebih lagi, Jaksa Agung Republik Indonesia, ST Burhanuddin menyoroti penanganan kasus korupsi masih minim di Bali, ketika tengah meresmikan sejumlah fasilitas pendukung Gedung Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, Denpasar, Selasa, 16 September 2025 lalu.
Dugaan alam Bali rusak, karena pelanggaran tata ruang yang minim penegakkan hukum, mulai pembangunan di lahan hijau, sempadan sungai, laut, danau, jalan hingga adanya tambang bodong sejumlah daerah di Bali.
Mengingat, Bali telah mengalami banjir bandang, pada 10 September 2025 telah menimbulkan kerugian harta benda dan korban jiwa.
Apalagi, peranan Mangrove sudah diakui dunia, bahkan ketika KTT G20 semua Kepala Negara melakukan penanaman bakau.
Presiden RI Joko Widodo dan para Pemimpin Negara G20 menanam pohon mangrove di Tahura Ngurah Rai, Bali, pada 16 November 2022.
Hal tersebut sebagai wujud konkret kontribusi Indonesia dalam mengatasi perubahan iklim.
Kegiatan itu juga menyoroti keberhasilan Indonesia dalam restorasi ekosistem mangrove serta mempromosikan transisi energi hijau.
Selain itu, Presiden SBY pernah menanam Mangrove bersama Cristiano Ronaldo di Bali, tepatnya di Taman Hutan Raya Ngurah Rai, pada 26 Juni 2013.
Kegiatan ini merupakan bagian dari kampanye penyelamatan hutan mangrove di Indonesia, saat Ronaldo ditunjuk sebagai Duta Peduli Mangrove Bali.
Penanaman Mangrove Nasional secara serentak juga pernah dilakukan oleh jajaran TNI di seluruh Indonesia Tahun 2023 di 37 Provinsi, 370 lokasi penanaman dengan jumlah 1.100.169 bibit mangrove yang ditanam, dan merupakan salah satu pemecahan Rekor MURI Nasional.
Jumlah tersebut meliputi Angkatan Darat di 231 lokasi penanaman dengan 572.669 bibit, kemudian Angkatan Laut di 79 lokasi penanaman dengan 443.700 bibit dan Angkatan Udara di 60 lokasi penanaman dengan 83.800 bibit.
Acara itu dihadiri Presiden Prabowo, ketika sebagai Menteri Pertahanan mendampingi Presiden RI Joko Widodo pada acara Puncak Penanaman Mangrove Nasional di Taman Wisata Alam (TWA) Angke Kapuk-Jakarta Utara, Senin, 15 Mei 2023.
Menariknya lagi, ekosistem mangrove merupakan sumber pangan dan penghidupan bagi masyarakat pesisir, mendukung perikanan tangkap, budidaya, dan produk turunan lainnya.
Upaya penanaman dan konservasi mangrove (rehabilitasi) harus dilakukan secara berkelanjutan dengan konsep ekonomi biru dan sirkular.
Ketentuan dalam peraturan ini meliputi pengawasan dan pengendalian kegiatan pemanfaatan hutan mangrove untuk memastikan kelestarian Mangrove
Untuk itu, keharusan rehabilitasi diberlakukan pada kawasan tertentu, seperti yang dekat dengan muara sungai, daerah pemijahan ikan, atau berfungsi sebagai jalur hijau.
“Pengelolaan mangrove juga mendukung agenda mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dengan menyimpan karbon. Jadi, Mangrove sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekologi dan melindungi wilayah pesisir dari erosi, banjir, serta intrusi air laut,” pungkasnya. (red/tim).