Medan – Keindahan Bukit Labuhanbatu Utara ditandai dengan lahirnya seorang putra daerah terbaik asal Aek Kanopan. Tepatnya, 7 Mei 1966 tangisannya memecahkan keheningan malam di pelataran kota yang dikelilingi ratusan hektar pohon sawit dan karet. Putra dari pasangan M Sinurat dan Lidia boru Silaen ini diberi nama Josua Sinurat.
Anak ke lima dari 7 bersaudara ini menekuni ilmu pendidikan mulai dari SD Negeri 112281 dan SMP Negeri 1 di kota kelahirannya. Usai menamatkan sekolah di sekolah lanjutan tingkat pertama, dirinya ingin merantau ke kota Medan untuk melanjutkan sekolah di Sekolah Guru Olahraga (SGO).
Keinginan tersebut mendapat restu dari kedua orang tuanya karena keinginan Josua untuk merantau sambil menuntut ilmu.
Pada tahun 1983, Josua menjadi siswa SGO di Teladan Medan dan kos di daerah tersebut. Bapak dua anak ini sempat menimba ilmu cabang olahraga keras tinju dan berlatih di sasana tinju Tiger Boxing Camp di kawasan Mandala Medan bersama mantan petinju nasional Erwinsyah dan Garuda Tua Sihombing.
Untuk latihan tinju, Josua dengan penuh semangat mengkayuh pedal sepeda dari Teladan menuju Mandala. Namun, beberapa bulan latihan tinju, dirinya melihat petinju yang sedang sparing partner bibirnya pecah kena pukulan.
Hal ini membuat Josua berpikir kalau kena pukulan terus menerus bisa-bisa gigi jadi rontok. Gigi rontok yang berkecamuk dalam pikiran Josua, akhirnya menghentikan latihan tinju.
Disaat hati sedang galau untuk memilih olahaga beladiri yang cocok buat dirinya untuk ditekuni. Saat itulah malaikat penolong datang yang tak lain gurunya di SGO, Mangamar Naibaho yang juga atlet pengulat menawarkan untuk ikut latihan gulat. Tawaran tersebut diterima dengan tangan terbuka dan senang hati bagi anak perantauan ini.
Dirinya semakin termotivasi untuk mengikuti latihan gulat. Keinginan untuk menjadi orang terkenal terus membakar dalam jiwa, sehingga dirinya terus membaca tentang perjalanan pengulat nasional maupun internasional yang meraih prestasi sebagai referensi.
Kepercayaan semakin tinggi saat itu dirinya dilatih pegulat nasional Asmara Dhana.
Memasuki usia 20 tahun, Josua dipercayakan untuk mengikuti Kejurnas Gulat Senior yang digelar di Gelanggang Remaja Medan tahun 1986. Namun saat itu, Josua hanya mampu diperingkat ke-6 sehingga mendapat sorakan dan ejekan dari penonton.
Sorakan tersebut, tidak membuat kecil hatinya, tetapi semakin membuat termotivasi untuk memperbaiki diri. Apalagi pada tahun 1987 dipanggil untuk ikut seleknas persiapan Sea Games ke-14 di Jakarta dan meraih peringkat ke-4 di kelas bebas 74 kg.
Hasil seleknas yang diraih Josua, membuat dirinya dipercayakan untuk membela Sumut pada arena PON XII/1989 Jakarta. Laga perdana di arena bergengsi para atlet itu tak disia-siakan oleh Josua, dirinya berhasil mendulang medali emas gaya bebas dan medali perunggu gaya grego.
Bukan hanya prestasi saja yang diraih bagi pria yang suka bercanda ini, hasil raihan tersebut membuat dirinya mendapat bea siswa selama 5 tahun di Universitas Islam Sumatera Utara (UISU).
Ambisinya untuk menjadi orang terkenal terus membara dalam tubuhnya, apalagi sang reporter yang ingin wawancara langsung diterima dengan tangan terbuka. Selanjutnya, pada PON XIII/1993 kembali menjadi kontingen Sumut dalam cabor Gulat.
Gubsu pada saat itu dijabat Raja Inal Siregar menantang Josua, jika berhasil memboyong dua emas akan akan medapatkan pekerjaan sebaga Pegawai Negeri Sipil. Tantangan tersebut membuat darah Josua semakin mendidih untuk membuktikan dirinya sebagai yang terbaik.
Akhirnya, Josua berhasil masuk final di gaya bebas dan grego. Keinginan untuk menyumbang dua emas untuk kontingen Sumut dan sebagai pembuktian kepada Gubsu agak terganggu.
Pasalnya, salah satu daerah yang menjadi lawannya menawarkan segepok rupiah agar kalah dalam pertandingan. Tawaran tersebut ditepis Josua karena dirinya tetap pada pendiriannya untuk membawa harum nama Sumut.
Di luar dugaan Josua saat berlaga di final Gubsu Raja Inal Siregar datang untuk menyaksikan partai final tersebut. Melihat kehadiran Sumut 1 membuat Josua semakin garang untuk menaklukkan lawannya. Berkat kerja keras selama latihan akhirnya dapat memborong dua medali emas.
Sesuai janji Gubsu, akhirnya Josua diterima menjadi Pegawai Negeri Sipil.
Sepak terjang penggulat yang mendapat julukan “Harimau Sumatera” ini terus menuaikan prestasi, kehebatan dalam arena gulat dibuktikan kembali di arena PON XIV/1996 Jakarta dengan memboyong dua medali emas dan pada PON XV/2000 Surabaya Jawa Timur berhasil membawa pulang 1 medali emas.
Selama menjadi penggulat, Josua tercatat sebagai atlet pelatnas yang telah merasakan aura pertandingan internasional dan try out antara lain, Vietnam, Filipina, Malaysia, Pakistan, Rumania (2 bulan) dan Korea Selatan (1 bulan).
Josua mempersunting drg Devi Simorangkir sebagai pendamping hidup, telah dakaruniakan sepasang anak.
Usai pensiun dari gulat, Josua meniti karir di bidang pendidikan dengan dengan menuntut ilmu di pasca sarjana UISU dan berhasil mendapat gelar MM. Saat ini Josua menjabat sebagai Kepala Bidang Prestasi Olahraga Dinas Pemuda dan Olahraga Sumatera Utara.
“Banyak suka dan dukanya selama menggeluti cabor gulat. Cidera sudah pernah dirasakan. Letih dan lelah dalam melakukan latihan harus dilewati setiap harinya. Duka tersebut menjadi suka karena merasa bahagia berhasil menjadi yang terbaik. Semua dijalaninya untuk mengharumkan nama Sumut”. ujar legenda pegulat Sumut ini.
Josua meminta agar pegulat yang berhasil meraih prestasi tidak lekas berpuas diri. Latihan dan terus latihan adalah modal untuk meraih prestasi di masa yang akan datang.
“Tetap semangat berlatih, yakinlah bahwa apa yang lakukan saat ini, adalah modal berharga bagi masa depan. Tentunya, PON XXI-2025 Sumut-Aceh merupakan kesempatan emas yang tidak boleh disia-siakan untuk unjuk prestasi,” pesan Drs Josua Sinurat, MM.