Bandung, Matakompas.com – Sabtu ( 30/1 ). Prof. OC. Kaligis optimis Penunjukan Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo akan membawa perubahan baru dalam pelaksanaan fungsi pengayoman polisi kepada seluruh golongan agama dan ras manapun.
Prof. OC. Mengingatkan kepada Kapolri yang baru untuk tidak tebang pilih dalam penuntasan kasus kasus pidana termasuk kasus yang menyangkut oknum oknum KPK .
Pokok pikiran tersebut tercermin dalam surat terbukanya sebagai berikut :
Sukamiskin rabu 27 Januari 2021.
Hal. Hukum yang masih tebang pilih.
Kepada Yang saya hormati Bapak Jendral Polisi yang hari ini dinobatkan sebagai Kapoli RI oleh Bapak Presiden Jokowidodo.
Dengan hormat,
Perkenankalh saya sebagai praktisi dan akedemisi mengucapkan selamat atas penunjukan Bapak sebagai KapoliRI.
- Pertama tama saya ucapkan selamat atas posisi Bapak sebagai orang nomor satu dijajaran Kepolisian. Saya mengikuti paparan fit and Proper Bapak dihadapan wakil wakil Rakyat di DPR RI.
- Saya tertarik akan buku kuning yang Bapak terbitkan ketika menjadi Kapolda Banten. Melalui buku kuning tersebut, Bapak membuktikan bahwa Bapak adalah pemimpin semua golongan. Berhasil bekerja sama dengan para ulama. Seandainya saya dapat satu kopi buku kuning itu, sebagai tambahan perpustakaan saya, saya akan sangat berterima kasih.
- Sebagai praktisi dan akedemisi, waktu saya di Lapas Sukamiskin, saya isi dengan menulis buku buku hukum, hasil pengalaman saya membela perkara didalam dan diluar negeri. Dasar buku buku saya adalah fakta hukum dari pengalaman empiris beserta uraian dan ulasan ratio hukum, berdasarkan pendapat para ahli yang relevan dengan kasus yang saya bela, baik untuk perkara nasional, maupun global Untuk dapat beracara diluar negeri saya duduk disidang bersama pengacara setempat. Dari buku buku saya, dapat disaksikan betapa hukum ini masih tebag pilih. Terutama bila yang terlibat Pidana adalah oknum oknum KPK atau mitranya seperti Prof. Denny Indrayana.
- Saya sebagai orang pertama yang membela Polisi dalam Kasus Trisaksti, berhasil menyelamatkan wajah polisi yang difitnah membunuh mahasiswa Trisakti yang dikenal dengan Tragedi Trisakti diawal lahirnya orde Reformasi.
- Dakwaan yang tadinya Pembunuhan berencana yang disangkakan oleh Pengadilan Militer terhadap dua oknum polisi klien saya, karena tidak terbukti, berubah menjadi peradilan pelanggaran disiplin.
- Sebagai akedemisi, saya juga sering mengajar di Sespim, Sespati yang kemudian bernama Sespimti Kepolisian di Lembang. Saya menjadi kuasa hukum jendral jendral polisi diperistiwa 27 Juli 1966 yang dikenal dengan nama peristiwa duapuluh tujuh juli. Karenanya bila saya memberikan masukan positip, harap juga dapat menjadi attensi Bapak Kapolri.
- Buku yang sudah saya terbitkan berjumlah kurang lebih 125 tulisan, semuanya tersimpan rapi di perpustakaan sukamiskin, dan dibeberapa tempat fakultas hukum di Indonesia. Berguna bagi praktisi dan uraian akedemis fakultas hukum.
- Pengangkatan Bapak sebagai Kapolri, sebagai penganut Katolik pertama, membuktikan Bahwa Presiden Jokowi yang saya hormati, adalah Bapak Presiden Bhineka Tunggal Ika, Tokoh Pluralisme, penerus cita cita the founding fathers yang menghendaki NKRI berdasar Pancasila bukan berdasar negara agama. Entah mengapa , pengangkatan Bapak bersamaan dengan pengukuhan Presiden Amerika Joe Biden yang juga seorang Katolik.
- Padahal pengangkatan Bapak terjadi , ditengah mengalirnya arus deras, mencap mereka yang tidak seagama sebagai kelompok kafir. Saya yakin bahwa bapak akan menjadi Kapolri seluruh bangsa tanpa diskriminasi.
- Sejak semula the founding fathers, Bapak pendiri NKRI, sangat menghargai dan tetap menjunjung tinggi sikap pluralisme.
- Buktinya ketika Chalid Salim, yang adalah suku Minang adik kesayangan Kiaji Haji Agus Salim beralih agama, menjadi seorang beragama Katolik dengan nama barunya Ignatius Fransiscus Michael Salim, dia sama sekali tidak dimusuhi keluarga. Bahkan ketika Haji Agus Salim ditanyai sahabatnya mengenai perpindahan agama tersebut , Jawab Agus Salim.: Puji sukur. Adik saya sudah mengenal Tuhan. Dari Komunis, Jadi Katolik. Itu adalah takdir Ilahi, kata beliau.
- Buya Hamka, putra Minang , tokoh agama Islam yang sangat taat dan memegang teguh Ke Islamannya, mempunyai seorang adik kandung yang adalah seorang Pendeta Di Los Angelos. Sebagai seorang adik Buya Hamka, ia dilahirkan dengan nama Minang Willy Amruli (AWKA) Setelah menjadi Pendeta AWKA dikenal dengan nama barunya Willy Amrull.
- Diakhir akhir ini pengelompokan Bangsa Indonesiapun ditandai dengan arus perpecahan , dimulai dengan kelompok pemakai jilbab atau bukan pemakai jilbab. Bahkan Pemerintah daerah Sumatera Barat salah satu kepala sekolahnya mewajibkan murid non Islam memakai Jilbab. Terjemahan AlKitab berbahasa Minangpun dilarang oleh Pemerintah Daerah di Sumatera Barat.
- Diera Soekarno sampai dengan Presiden Habibie, tak seorang isteri Presiden yang memakai Jilbab. Kecuali Ibu Fatmawati yang memakai kerudung. Semua isteri Bung Karno berpakaian tanpa Jilbab. Isteri Presiden Soeharto, isteri Presiden Habibie, idem dito. Sekarang Jilbab menjadi pakaian politik, pertanda agama. Bunda Maria selalu Agama Kristen di Mesir, berjilbab ketika pergi ke misa..
- Agama nampaknya sekarang dijadikan alat politik. Kita ketinggalan kereta api. Buktinya Jahudi yang kita benci, sekarang mesra bekerja sama dengan Negara Arab Saudi (Uni Emirat Arab)
- Issu agama dijadikan senjata politik untuk memuluskan seruan oknum anarkis menuju Negara berbasis agama.
- Tugas yang sekarang yang akan Bapak emban, pertama dan utama adalah menjaga keutuhan NKRI. Mengapa saya katakan demikian? Sudah menjadi rahasia umum betapa sekelompok oknum anarkis Indonesia, berusaha mempersatukan golongan seagama untuk menyerukan revolusi, menyerukan menumbangkan Kepada Negara yang sah, dan menggantikan NKRI menjadi negara Khilafah berdasarkan Syariah.
- Seruan kelompok radikal yang anarkis tersebut, tidak dikritisi oleh wakil wakil rakyat seperti misalnya Fadli Son dan lain lain. Padahal kelompok anarkis ini sudah terang terangan mengajak umatnya untuk melakukan revolusi .
- Kelompok pendukung HRS ini justru membahas pembubaran FPI. Bahkan peristiwa dikilometer 50 Cikampek, diagendakan sebagai kejahatan HAM. Sebaliknya pembantaian siswa STT Doulos di Jakarta Timur, pembakaran tempat belajar mereka yang beritanya meluas secara nasional dan global, tidak dimasukkan dalam pelanggaran HAM. Termasuk pembakaran sejumlah gereja, tidak diberitakan, seolah peristiwa itu bukan termasuk pelanggaran HAM.
- Diera tahun 1965, semua partai yang tidak menyetujui Nasakom, dicap sebagai Komunisto phobi, dan yang menjadi sasaran pembubaran adalah partai partai Islam. Mengapa? Karena anggaran dasar Partai Islam didasarkan atas Pancasila, bukan manifesto komunis yang menganggap agama adalah racun masyarakat.
- Lama kelamaan gejala tahun 1965 berulang, mulai dengan pelarangan kesekolah bagi siswi perempuan yang tidak berjilbab. Penghukuman golongan bukan seagama sebagai kelompok Kafir, Larangan Mengucapkan Selamat Natal, yang diera Soekarno, Soeharto sampai dengan Presiden Gus Dur, tidak pernah terjadi.
- Semoga seruan keras Menteri Pendidikan Bapak Nadiem Makarim terhadap yang menerbitkan Larangan ini ditindak lanjuti, dengan memecat kepaja sekolah tersebut, yang anti pluralisme, anti Bhineka Tunggal Ika, anti Pancasila..
- Melihat gejala mengalirnya secara deras arus perpecahan NKRI, Tindakan pertama yang harus Bapak lakukan adalah tidak lagi melakukan pembiaran melawan semua kelompok anarkis yang melakukan gerakan gerakan makar. Ini menjadi tugas Kapolsek, Kapolres diseluruh Indonesia. Betapa lelahnya polisi mengamankan setiap hari para pengunjuk rasa dengan yel yel anarkis tanpa konsep jelas bagaimana mengusulkan agar ekonomi rakyat makin membaik. Berapa besar biaya yang habis, yang digunakan untuk mengamankan kelompok anarkis
- Semua demo demo tersebut katanya didasarkan kepada kebebasan berpendapat. Dan ini didukung oleh Medsos. Ketika terjadi pengrusakan oleh para pendemo, beritanya dibungkus rapi oleh medsos, karena secara diam diam merekapun ada yang mendukung gerakan anarkais tersebut.
- Saya masih mencatat ulasan harian Kompas tertanggal 25-4-2020 dihalaman 3 ketika Polisi menyidik seseorang bernama Ravio Patra. Entah Ravio Patra ini pemilik kompas, wartawan kompas, atau mitra kompas, sehingga kompas membela Ravio Patra mati matian. Berita kompas karena “katanya” ada berita yang asalnya hoax, yang menyebar ke publik dari Ravio Patra. Karena itu sesuai dengan kewenangan penyidik, Ravio Patra disidik dalam waktu 24 jam sesuai Kitab Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) .
- Peristiwa itu menurut kompas mengancam kebebasan berpendapat, sekaligus menuduh polisi sebagai berikut: Bahwa pemeriksaan polisi atas Penyebaran berita hoax tersebut merupakan simbol wajah kekuasaan yang makin represif.
- Kesimpulannya: Penyebaran hoax yang meresahkan masyarakat, termasuk tindakan represif bila polisi melakukan tindakan penyelidikan dan tindakan “pro justitia”
- Sekali gus penyelidikan/penyidikan yang dilakukan polisi termasuk pelanggaran yang merupakan tindakan represif terhadap kebebasan menyatakan pikiran dan pendapat. Dan karenanya pemeriksaan terhadap Ravio Patra tidak termasuk wewenang polisi untuk meningkatkan penyelidikan ke penyidikan.
- Itulah pledooi Kompas terhadap Ravio Patra. Karena ulasan kompas tersebut, Polisi takut untuk meneruskan penyelidikan. Polisi takut dicap melakukan tindakan represif yang menghadang kebebasan berpendapat. Berita penistaan oleh kompas digolongkan sebagai berita membunuh kebebasan berpendapat.
- Pada hal penyebaran berita melalui media Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). sudah pernah terjadi di Pengadilan Bandung terhadap Ariel, yang saya sendiri bela. Penyebaran fakta tersebut, terbukti asalnya bukan dari Ariel Peter Pan.
- Seorang kawan mencuri dan menyebarkan secara diam diam adegan itu. Terjadi sebelum lahirnya Undang Undang Informasi dan Teknologi Informasi., Undang2 Nomor 11 tahun 2008. Seandainya berita kompas mendukung, saya yakin Ariel bebas hanya dengan pembelaan menggunakan azas retro aktif, azas legalitas, azas Nullum Delictum yang diatur dalam pasal 1 KUHP. Tempus delicti, waktu kejadian perkara Ariel pun terjadi sebelum diundangkannya Undang undang nomor 11 tahun 2008.
- Saya lalu bertanya dalam hati. Siapa Ravio Patra yang dibela mati mati an oleh Kompas? Polisi belum lagi mengambil hasil kesimpulan atas pemeriksaan Ravio Patra, Kompas telah menuduh Polisi melakukan tindakan represif.
- Diera reformasi ini kelihatannya polisi sangat hati hari memeriksa insan pers apalagi kalau insan Pers itu berasal dari Medsos besar dan ternama. Pasti Polisi bila melakukan hal itu, dicap dengan Label krminalisasi terhadap insan Pers. Pasal pasal penistaan tidak berlaku bagi insan pers. Karena itu sebagai contoh, Mata Najwa bebas merajelela, atas dasar kebebasan Pers, mewancarai kursi kosong wakil seorang Menteri.
- Penyebaran berita berita oleh oknum yang hendak memporak porandakan NKRI, dimasa atau diera keterbukaan ini, dapat dengan mudah diikuti melalui HP HP, I-Pad dan alat alat komunikasi lainnya.
- Peran masyarakat dalam turut serta menegakkan Hukum.
- Sebagai warga binaan yang sekarang menjalani hukuman di Lapas Sukamiskin, nampaknya kami bebas dinista, difitnah , karena toch kalau penistaan ini, dilaporkan ke Polisi, pasti polisipun tidak berani memulai penyelidikan atas Laporan para warga binaan.
- Sesuai dengan judul Tebang pilih diatas, bersama ini kami beritahukan bahwa sejumlah warga binaan korban penistaan dua terlapor, masing masing Neta. S Pane, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) dan saudara Kurnia Ramadhana Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), pernah kami laporkan Ke Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, disekitar 20 April 2020.
- Korban antara Lain ex.Menteri Surya Dharma Ali. Ex Menteri Patrialis Akbar, ex menteri Jero Wacik, Gubernur Barnabas Suebu, Dada Rosada dan saya sendiri. Kami bersama sama meloprkan kedua terlapor tersebut yang secara bebas mengfitnah kami.. Dibeberapa media kedua terlapor, mencap kami sebagai koruptor kakap, padahal Pengadilan tidak dapat membuktikan bahwa misalnya saya , Surya Dharma Ali, Jero Wacik, Patrialis Akbar, Barnabas Suebu, merampok uang negara. Disamping dicap sebagai koruptor kakap, Neta S. Pane mengvonis kami dipelbagai media , bahwa seharusnya kami harus dihukum mati.
- Berita penistaan yang melanggar KUHP dan Undang undang ITE tersebut, sejak laporan kami sampai ke Bareskrim, tidak disentuh oleh Penyidik, karena terlapornya berasal dari Indonesia Police Watch, dan ICW .
- Pembiaran semacam ini, mengakibatkan kami seolah kehilangan hak sama sekali untuk melakukan upaya mendapatkan perlindungan hukum, hanya karena kami pernah divonis oleh pengadilan yang keliru. Fakta ini menyebabkan bahwa kami kami ini dijadikan sasaran fitnah yang empuk, karena toch polisi tidak akan menanggapi laporan kami.
- Semoga Polisi juga menyadari, bahwa vonis terhadap kami sendiri sudah merupakan beban tersendiri . Bukan saja bagi kami tetapi juga bagi keluarga kami. Ketika berita fitnah itu kembali tersebar luas melalui medsos , akibatnya anak anak kami, keluarga kami, akan kembali menjadi sasaran cemooh masyarakat disekitarnya.
- Sebelum mengahiri surat saya ini, perkenanlah saya sekedar untuk melengkapi perpustakaan Bapak Kapolri, memberikan beberapa buku karangan saya masing masing, Misteri Tragedi Trisakti, b. Menghadapi dakwaan asing, c. Corruption as TOC, d. Freedom of Religion, Legaliity of Unmanned Drones and Bribery Under International Law e, Peradilan Sesat, f. Mereka Yang Kebal Hukum
- Semoga pesan kami ini sampai kepada Bapak Kapolri yang baru, Yang terhormat Bapak Jendral Polisi Lystio Sigit Prabowo . Kami hanya dapat berharap agar laporan polisi kami dapat ditindak lanjuti. Walaupun kami hanya warga binaan, saya yakin kami tidak kehilangan hak untuk memperjuangkan hak kami melalui jalur hukum. Bersama surat ini saya krimkan kepada Bapak Kapolri beberapa buku hukum saya, yang saya terbitkan di Sukamiskin. Akhirnya kata: Selamat menjalankan Tugas Baru. Kami hanya sanggup mendoakan kesuksesan Bapak Kapolri.
Hormat saya.
Prof. Otto Cornelis Kaligis.
Cc. Semua teman pers yang peduli penegakkan hukum oleh Polisi.
Cc. Pertinggal.
Editor : YL