Daerah

Dugaan Penyimpangan Lahan Hutan 700 Hektar yang berisi Villa dan Restoran, Masyarakat Penjarakan Gembira Pansus TRAP DPRD Bali Tindak Langsung

BUELELNG, Matakompas.com – Setelah off kurang lebih 2 minggu karena masa reses DPRD Bali dan turun ke masyarakat untuk menemui masyarakatnya di dapil masing-masing, Ketua Panitia Khusus Tata Ruang dan Aset Pemerintah (Pansus TRAP) DPRD Provinsi Bali, I Made Supartha, SH., M.H., pimpin langsung turun melakukan blusukan ke kawasan hutan di Desa Pajarakan, Buleleng, menindaklanjuti laporan masyarakat terkait penyimpangan pengelolaan lahan hutan seluas 700 hektare yang diberikan kewenangan pengelolaannya kepada desa setempat. Pada Senin 13 Oktober 2025.

Dalam peninjauan lapangan tersebut, Supartha menemukan adanya pembangunan tiga unit villa dan satu restoran di atas lahan hutan, yang kemudian disewakan kepada pihak ketiga. Ironisnya, kerja sama pengelolaan tersebut dilakukan tanpa keterbukaan dan tanpa melibatkan masyarakat secara luas, sehingga menimbulkan kekecewaan dan dugaan adanya kepentingan kelompok tertentu yang lebih diuntungkan.

Lebih parah lagi, hasil penelusuran tim Pansus TRAP menemukan banyaknya pelanggaran perizinan, mulai dari tidak lengkapnya IMB, ABT, hingga dokumen lingkungan seperti UKL-UPL. Kondisi ini menegaskan bahwa pengelolaan lahan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan tata ruang dan perlindungan kawasan hutan.

Atas rekomendasi Pansus TRAP DPRD Bali, Satpol PP Kabupaten Buleleng langsung menutup sementara proyek tersebut hingga seluruh kewajiban dan izin terpenuhi.

“Kami tidak menolak kerja sama pengelolaan hutan, tapi harus transparan, adil, dan sesuai aturan. Jangan sampai lahan milik negara justru disulap menjadi bisnis pribadi,” tegas Made Supartha di sela peninjauan.

Pihaknya menegaskan bahwa meski proyek telah ditutup, desa pengelola tetap memiliki kewajiban untuk menjaga dan mengelola hutan sesuai fungsinya sebagai kawasan konservasi.

Pansus TRAP DPRD Bali berkomitmen terus mengawal dan menertibkan pengelolaan lahan di seluruh wilayah Bali agar tidak terjadi alih fungsi lahan hutan secara ilegal dan penyalahgunaan aset negara yang merugikan masyarakat.

 

Harja Astawa, menambahkan tujuan utama Pansus adalah memastikan penataan ruang dan kegiatan pembangunan berjalan sesuai koridor hukum. Ia menyoroti adanya indikasi pembangunan tanpa koordinasi yang berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan.

Ia mengungkapkan, sempat terjadi perdebatan antara warga peduli lingkungan, pihak Dinas Kehutanan, serta perangkat desa terkait keberadaan bangunan vila di kawasan hutan dalam kunjungan Pansus. Dari hasil diskusi tersebut, ditemukan bahwa vila yang berdiri di kawasan Banjar Dinas Goris Kemiri itu belum memiliki izin lengkap.

“Fakta yang terungkap, bangunan vila yang didirikan di dalam hutan di Desa Pejarakan ternyata belum dilengkapi beberapa izin. Di antaranya izin ABT (Surat Izin Penggunaan Air Bawah Tanah) belum dipegang, tetapi sudah membuat ABT (mengambil air dari dalam tanah). Kemudian PBG (Persetujuan Bangunan Gedung) nya belum ada izin dari Dinas Perizinan, kemudian juga belum ada penelitian tata kelola landscape,” sebut Anggota Komisi I DPRD Bali.

Dengan temuan itu, Ketua Pansus Made Supartha, mengambil langkah tegas menghentikan seluruh aktivitas pembangunan di lokasi hingga status izin dan legalitas vila tersebut jelas. “Ketua Pansus tegas mengambil tindakan untuk menyetop pembangunan vila tersebut sampai dengan adanya titik terang, karena masalah ini akan kami bahas, kami gali, dan kami perdalam di lembaga Pansus itu sendiri,” lanjut Ketua Fraksi Partai Gerindra ini.

Politikus asal Desa Temukus, Banjar Buleleng itu juga menuturkan, pembangunan di kawasan hutan tidak boleh menyalahi tujuan konservasi dan pemberdayaan lingkungan. Ia meminta masyarakat ikut aktif menjaga kelestarian kawasan hutan desa agar tidak berubah menjadi kawasan beton.

“Saya minta yang tandus itu wajib ditanami, bukan untuk alasan membangun bangunan beton. Kalau tidak kita menjaga lingkungan, siapa lagi? Ketika ada banjir yang menyelesaikan semua, tapi ketika untung yang merasakan cuma investor,” lanjutnya.

Pihaknya menegaskan Bali butuh investor yang baik, yang menjaga tradisi dan kearifan lokal, dan bisa memberikan dampak positif kepada kesejahteraan masyarakat. “Ingat ya, kita bukan anti pembangunan. Saya minta masyarakat sekitar di sini pantau, kalau tidak hilang semua ini (jadi beton). Karena ini artinya negara sudah bergerak melalui Satpol PP. Kalau ada yang mengutus, kalau ada yang tidak menghiraukan pembangunan ini, dia sudah melanggar aturan. Izinnya bisa dicabut,” lanjutnya.

Dengan penyegelan vila tersebut, DPRD Bali berharap langkah ini menjadi peringatan sekaligus upaya bersama dalam menjaga tata kelola wilayah dan melindungi hutan desa dari aktivitas pembangunan yang tidak sesuai aturan. Selain itu, Pansus TRAP juga menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah daerah, masyarakat, dan aparat penegak hukum untuk memastikan setiap kegiatan pembangunan di wilayah benar-benar memberi manfaat bagi warga tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan.

Turut hadir dalam sidak ini juga, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Buleleng, Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Buleleng, Kasat Pol PP Buleleng I Gede Arya Suardana, serta unsur Forkopimcam Gerokgak, Perbekel Pejarakan Made Astawa, Babinsa, Bhabinkamtibmas, Kepala Resort Polisi Hutan (KRPH) Gerokgak, Pengurus Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD), perwakilan masyarakat, Camat Gerokgak, I Gd Arya Rimbawa Giri serta penanggung jawab pembangunan villa. (Red)

  Banner Iklan Rafting Jarrak Travel

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button