Daerah

Diksi Goblok Yang Dilontarkan Bupati SSL Sangat Jauh Dari Aksiologi Dan Kewajaran Komunikasi

KUPANG–JARRAKPOSKUPANG.COM
Seorang Bupati, SSL teriak “goblok”. Tampaknya ditujukan kepada pembatu presiden. Selain tidak baik, juga sangat tidak mendidik di ruang publik.

Selain itu, ia pun menyebut negara sudah mau “bangkrut”. Ini tindakan komunikasi politik hiperbola dan berpotensi memanipulasi persepsi publik. Hati-hati dengan pilihan diksi ini.

Oleh karena itu, penggunaan dua diksi tersebut, menurut hemat saya, sudah melampaui kewajaran komunikasi di ruang publik, apapun mendasari pemakaian diksi tersebut.

Diksi goblok dalam narasi dikemukakan oleh SSL dari aspek komunikasi politik termasuk kategori pesan sangat merendahkan manusia lain. Sekaligus secara tindak langsung ia memposisikan dirinya sebagai superior, benar sendiri dan lebih tinggi dari orang lain. Selain tidak tepat, penggunaan diksi goblok dari siapapun kepada siapapun, apapun status sosial para pihak, tidak dibenarkan.

Goblok dari aspek denotatif bisa diartikan sebagai bodoh sekali. Orang yang sisebut goblok, sebagaimana dikemukakan SSL, sama saja memiliki lemah pengetahuan, dangkal pengalaman tentang sesuatu dan dipandang sangat rendah. Padahal, setiap manusia punya keunikan dan kelebihan masing-masing, apalagi yang dituju itu menteri. Ingat, setiap manusia sama derajatnya di dalam konstitusi kita.

Dari aspek hakekat manusia, tidak satupun manusia di muka bumi yang goblok. Bahkan yang mengatakan goblok kepada orang lain, tidak tepat juga dia disebut sebagai goblok. Karena itu, penyebutan goblok kepada manusia lain sudah melampaui batas.

Di samping itu, jika seseorang pejabat, bupati misalnya, apalagi dari partai yang memuliakan manusia sebagai ciptaaan Tuhan Yang Maha Esa, sangat tidak pantas menyebut goblok kepada sesama manusia. Diksi goblok yang dilontarkan SSL sangat jauh dari aksiologi (moral dan etika) komunikasi.

 

Oleh karena itu, seorang pemimpin dalam situasi dan kondisi apapun, pesan yang diucapkan di ruang publik harus selalu mengindahkan tata krama dan sekaligus mengandung unsur mendidik. Ucapan SSL sejenis ini, oleh siapapun, utamanya pejabat publik, tidak boleh terulang di ruang publik.

Kemudian penyebutan negara sudah mau bangkut juga berlebihan dan sangat tidak tepat, karena tidak bebasis fakta, data dan bukti serta analisis yang menyertai. SSL telah menghiperpola (membesar-besarkan) persoalan atau situasi. Sebab, bangkrut bisa diartikan “gululung tikar” alias bubar. Selain bermakna pesimis, diksi ini berpotensi menciptakan opini publik sangat tidak produktif terhadap eksistensi negara kebangsaan kita. Karena itu, diksi tersebut selayaknya tidak terucap dari seorang pemimpin dalam keadaan apapun. Kalaupun itu karena “keseleoh lidah”, tidak ada salahnya secepat mungkin minta maaf.

Saya sangat berbeda pendapat dengan SSL. Menurut saya, Indonesia tidak akan, apalagi sudah mau bangkrut karena Covid-19. Yakinlah Saudaraku SSL, kita sesama anak bangsa harus optimis, badai pasti berlalu.

Salam,
Emrus Sihombing
Direktur Eksekutif
Lembaga EmrusCorner

Jarrakposkupang.com/Mario Langun
Editor:Bli Nyoman

  Banner Iklan Rafting Jarrak Travel

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button