
Oleh: Dr. Suriyanto Pd, SH.,MH.,M.Kn
JAKARTA, Matakompas.com – Menjelang hari kemerdekaan, banyak persoalan berbangsa dan bernegara yang masih perlu menjadi perhatian. Beberapa isu yang sering muncul adalah masalah ekonomi, kesenjangan sosial, korupsi, penegakan hukum yang belum adil, dan tantangan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Meskipun Indonesia telah merdeka selama puluhan tahun, masih ada tantangan dalam mewujudkan kemandirian ekonomi dan pemerataan kesejahteraan. Beberapa masalah yang dihadapi antara lain adalah ketergantungan pada impor, ketidakstabilan harga, dan kesenjangan ekonomi antar daerah.
Persoalan itulah yang memicu berbagai persoalan di daerah. Terkadang pemerintah hanya melihat di permukaan saja dalam permasalahan negeri ini.
Kenapa Aceh & Papua ingin merdeka demikian juga Maluku, coba tilik akar permasalahan yang sesungguhnya.
Rakyat begitu saat ini begitu masiv mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat, baik melalui media sosial atau turun ke jalan.
Tak lama lagi negeri tercinta ini merayakan kemerdekaan yang ke-80 tahun. Angka 80, tentu bagi sebuah negara bukan usia yang muda lagi. Semestinya semakin banyak berbenah dan evaluasi. Antara merdeka dan fakta berseberangan, nyatanya itu tak menjadi pemikiran serius bagi para pemimpin negeri ini.
Di usianya yang ke-80 tahun ini, patut menjadi renungan mengapa Aceh, Papua dan juga Maluku ingin merdeka? apa yang telah diberikan oleh negeri terhadap ketiga daerah tersebut dan juga rakyat miskin negerii ini.
Apakah Pancasila sudah benar-benar di jalankan oleh para wakil rakyat dan pemimpin negeri utamanya sila ke lima Pancasila.
Cobalah semua golongan wakil rakyat dan pemimpin negeri ini bicara jujur, apakan dalam 80 tahun negri ini merdeka, rakyat telah mendapatkan kemerdekaan tersebut…?
Merdeka dari hukum, merdeka dari kesejahteraan hidup, merdeka dari mendapat pendidikan, merdeka dari keadilan dan sosialnya dan banyak lagi jika di telisik lebih jauh.
Apa yang telah diberikan oleh negara kepada saudara kita di Papua yang memiliki kekayaan SDA yang luar biasa demikian juga di Maluku dan Aceh.
Jadi, apakah kita sudah merdeka? Mungkin iya kita tak lagi angkat senjata melawan penjajah itu, namun sejatinya Indonesia masih terjajah secara hakiki. Kemerdekaan seharusnya tampak pada kesejahteraan rakyat, yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar tiap rakyat. Ketika rakyat kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari, maka itu artinya Indonesia belum merdeka secara hakiki.
Sangat ironis negeri yang gemah ripah loh jinawi ini, pajak terus naik, hutang negara terus membengkak, perusahaan BUMN terus merugi, APBN juga terus devisit, ini fakta yang terjadi yang tidak bisa di pungkiri.
Menjelang Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-80, semestinya suasana penuh semangat dan optimisme menyelimuti seluruh penjuru negeri. Namun yang terasa justru sebaliknya, banyak rakyat diliputi keprihatinan dan kegelisahan.
Dalam beberapa bulan terakhir, publik dikejutkan oleh kebijakan dan kasus yang kontroversial.
Diantaranya, tanah yang dibiarkan kosong selama dua tahun disita negara, lalu tabungan rakyat yang dianggap “nganggur” dibekukan oleh PPATK.
Dan terakhir yang mengemuka, persoalan yang terjadi di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, dimana rakyat sudah tidak percaya lagi kepada pemimpinnya karena kebijakan menaikkan pajak gila-gilaan di tengah kesulitan yang dihadapi rakyat saat ini. Ini bisa menjadi preseden buruk, apabila tidak disikapi dengan bijak.
Di sisi lain, lapangan kerja semakin sempit dan pengangguran pun meningkat. Mirisnya, di negeri yang katanya kaya sumber daya, rakyat justru kesulitan mencari penghidupan yang layak.
Pidato dan skenario sangat bagus menjanjikan tetapi pada kenyataan nya berbeda.
Seharusnya permasalahan negeri ini diselesaikan dari akar permasalahan yang sebenarnya dengan jujur di semua lini pemangku jabatan agar cita-cita Pancasila yang dibuat oleh founding father kita terlaksana dengan nyata bukan hanya sekedar omon-omon.
(Praktisi hukum, Ketua Umum DPP Persatuan Wartawan Republik Indonesia)