Catatan Hardiknas :Renungkan Kembali Artikel Berjudul “Seandainya Aku Seorang Belanda” Milik KI HAJAR DEWANTARA
KUPANG-JARRAKPOSKUPANG.COM
Oleh : Martinus Aristo
Mahasiswa STKIP CITRA BAKTI KAB.NGADA (Anggota PMKRI Cab.Ngada Presidium Pendidikan Dan Kaderisasi).
Setiap tanggal 2 Mei merupakan hari yang sangat bersejarah bagi Bangsa Indonesia. Karena tanggal 2 Mei diperingati Hari Pendidikan Nasional atau yang disebut HARDIKNAS. Hardiknas merupakan momen kenangan terutama momen apresiasi kepada pahlawan pendidikan yakni Ki Hadjar Dewantara.
Ia adalah seorang Bapak Pendidikan Nasional Indonesia yang sudah berjuang bagi semua rakyat pribumi di Indonesia dan sebagai tokoh perintis pendidikan.
Jika kita menoleh pada sejarah bahwa penetapan Hardiknas itu bukan tanpa sebab atau tanpa alasan. Di tahun 1959 terkait Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 305 tahun 1959 Ki Hajar Dewantara dianugerah gelar sebagai Bapak Pendidikan Nasional. Tentu itu sangatlah pantas karena kepintarannya serta jasanya mampu membebaskan kaum pribumi dari kebodohan zaman kolonialisme.
Harapan Ki Hajar Dewantara adalah agar generasi muda yang saat ini masih menimba ilmu atau masih dalam proses pendidikan harus bisa menjadi generasi yang berkualitas dan menjadi generasi yang punya bekal pendidikan, sehingga nanti kedepannya para generasi ini mampu bersaing dengan bangsa lain.
Lalu kita bertanya-tanya kenapa ia selalu mengingatkan dan mengharapkan kepada para pemuda atau para generasi milenial, kenapa bukan kepada orang tua dan para tokoh lainnya ? Ini alasanya karena para pemuda atau para generasi milenial merupakan pemilik masa depan bukan orang tua. Kemudian beliau sempat menulis berbagai artikel yang salah satu artikelnya bahwa “Seandainya Aku Seorang Belanda” (judul asli : Ala i keens Nederlander Was) yang pernah dimuat dalam surat kabar De Express milik Douwes Dokter tahun 1913 adalah salah satu artikel yang mengubah paradigma banyak orang sehingga para penduduk pribumi mendapatkan pendidikan yang layak seperti mereka para penguasa dan mereka yang kalangan berduit.
Kemudian ketika kita meninjau perkembangan pendidikan di era reformasi sekarang apakah banyak orang yang sudah senang dan bahagia ketika pendidikan di seluruh Indonesia sudah memasuki era reformasi. Saat kekuasaan Presiden Soeharto yang kurang lebih berkuasa selama 32 tahun tumbang pada tahun 1957 akibat pergerakan Mahasiswa Indonesia yang mendasari lahirnya era reformasi.
Era reformasi dikatakan sebagai era perubahan dan pembaharuan atau era semua orang punya hak untuk menyatakan pendapat kepada publik.Namun yang sangat memprihatinkan perkembangan pendidikan di era reformasi ini tidak jauh berbeda dengan perkembangan pendidikan di era orde lama tahun (1945-1965) maupun perkembangan pendidikan di era orde baru tahun (1965-1985).
Sesuai dengan cita-cita dan tujuan dari pendidikan itu bahwa untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.Salah satu cara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa adalah dengan mengadakan ujian Nasional tapi nyatanya ujian Nasional bukan untuk menciptakan dan untuk melahirkan generasi yang cerdas namun justru menciptakan generasi yang merusak mental maupun imannya.
Sebenarnya kita harus menyadari serta memahami bahwa berjuang di bawah ancaman, tekanan, penjajahan itu bukanlah hal yang mudah.Karena Ki Hadjar Dewantara menginginkan akan kemajuan pendidikan.Sehingga beliau tidak akan takut dan tidak akan gentar sedikitpun untuk berjuang demi untuk memajukan pendidikan di Negeri tercinta ini.
Apakah pendidikan di negeri tercinta ini sudah efektif? Jika kita memperhatiakan beberapa fenomena yang terjadi saat ini, sehingga keburukan yang terjadi pada pendidikan di Indonesia itu, sebenarnya bukan persoalan karena ujian nasionalnya, namun realita yang terjadi adalah bahwa biaya sekolah yang meningkat dari tahun ke tahun. Saya sendiri sebagai mahasiswa sangat menyadari atas lonjakan dan tingginya biaya sekolah yang terjadi di Indonesia sekarang.Kemudian ada berbagai janji seperti adanya dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah)untuk meringankan beban biaya sekolah bahkan ada yang mengatakan,dengan adanya dana BOS, maka pendidikan akan dihasilkan secara gratis namun kenyataannya sampai saat ini tidak nampak.
Kemudian realisasi dana pendidikan yang dialokasikan menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasalnya ke-49 bahwa 20% dari APBN akan dialokasikan untuk pendidikan tapi kita tunggu sampai saat ini belum pernah direalisasikan. Ini sangat-sangat fundamental yang menurut saya bahwa negara lebih mementingkan individunya atau pribadinya bukan untuk mementingkan pada kelompok generasi yang di mana generasi itu merupakan sebagai garda terdepan dalam berkontribusi untuk memajukan bangsa serta negara,sesuai dengan cita-cita nasional bahwa untuk mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang tertera dalam undang-undang dasar tahun 1945.
Harapan saya semoga di Indonesia ini kedepannya pemerintah akan membuat kebijakan terkait dengan prioritaskan pendidikan serta bisa meringankan biaya pendidikan untuk para generasi muda kita. Kalau menurut pengalaman bahwa sebenarnya banyak orang atau para generasi yang punya kemampuan dan punya berbagai pendidikan yang sangat spesifikasi dan punya kemampuan kreativitas yang cukup baik dan berbobot namun semua apa yang menjadi cita-cita mereka itu hanya sebatas angan angan dan sebatas dimiliki oleh pribadinya mereka tidak bisa mengganti berikan kepada bangsa karena alasannya kekurangan SDM dan diskualifikasi serta kemampuan yang tidak diakui karena tidak berlandaskan pendidikan yang tidak normal dan murni.***
Jarrakposkupang.com/Mario Langun
Editor: Jering Buleleng