Daerah

BKSDA Respon Serius Pemberitaan Viral di Medsos dan Akan Siapkan Langkah Penataan Solusi Kolaboratif di Kawasan TWA Penelokan

DENPASAR | Matakompas.com – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali merespons serius pemberitaan viral di media sosial terkait keberadaan bangunan di dalam kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Penelokan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Dalam keterangan resmi yang dirilis pada Sabtu, 12 Oktober 2025, BKSDA Bali menegaskan komitmennya untuk melakukan penataan kawasan dan mencari solusi kolaboratif yang adil, transparan, dan berorientasi pada kelestarian lingkungan.

Kepala Balai KSDA Bali, Ratna Hendratmoko, menyampaikan bahwa lembaganya tengah menyiapkan sejumlah langkah strategis untuk menyelesaikan persoalan tersebut secara tuntas dan sesuai aturan.

“Kami memahami bahwa isu ini menimbulkan perhatian publik. Karena itu, kami menegaskan komitmen untuk melakukan langkah-langkah penataan, penyelarasan administrasi, dan pelibatan semua pihak agar pengelolaan kawasan konservasi berjalan sesuai prinsip konservasi dan hukum yang berlaku,” tegas Ratna Hendratmoko dalam rilis resminya.

Bangunan Masuk Ruang Publik Kawasan Konservasi

Dalam klarifikasinya, BKSDA Bali menjelaskan bahwa bangunan yang menjadi sorotan publik berada di ruang publik pada blok pemanfaatan TWA Penelokan. Bangunan tersebut didirikan oleh I Ketut Oka Sari Merta, warga Desa Batur Tengah, yang memegang izin Perizinan Berusaha Penyediaan Jasa Wisata Alam (PB-PJWA) dengan Sertifikat Standar Nomor 23082200271370004, diterbitkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal pada 7 Oktober 2024.

Bangunan yang sudah berdiri di lokasi meliputi restoran berukuran 10,9 x 10 meter, toilet dan dapur 7,4 x 4,8 meter, area taman 14,3 x 36 meter, serta area parkir 11,7 x 38,7 meter.

BKSDA Bali menyebut, pembangunan tersebut dilakukan berdasarkan pemahaman pemegang izin bahwa fasilitas makanan dan minuman merupakan bagian dari layanan wisata alam. Namun, karena belum seluruh aspek administratif terpenuhi, BKSDA Bali kini menyiapkan mekanisme hibah agar bangunan tersebut dapat berstatus Barang Milik Negara (BMN).

 

“Melalui skema hibah, bangunan yang sudah terlanjur berdiri dapat dialihkan menjadi aset negara. Setelah itu akan ditetapkan nilai sewanya berdasarkan kewajaran agar dapat digunakan secara sah dan transparan,” terang Ratna Hendratmoko.

Langkah Penyelesaian dan Evaluasi Izin

Selain mekanisme hibah, BKSDA Bali juga akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap izin PB-PJWA yang dimiliki oleh I Ketut Oka Sari Merta. Evaluasi ini mencakup kesesuaian pemanfaatan lahan dengan blok pengelolaan kawasan konservasi, kelengkapan dokumen administratif, serta dampaknya terhadap keseimbangan ekosistem dan sosial masyarakat sekitar.

BKSDA Bali menegaskan pentingnya kajian sosial partisipatif dengan melibatkan tokoh adat, pemerintah desa, dan masyarakat setempat untuk memastikan kegiatan wisata alam di kawasan konservasi tetap selaras dengan nilai-nilai budaya dan prinsip keberlanjutan lingkungan.

Prinsip Konservasi dan Pelibatan Masyarakat

Ratna Hendratmoko menegaskan bahwa pengelolaan TWA Penelokan didasarkan pada tiga pilar utama konservasi, yakni perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan berkelanjutan.

Prinsip tersebut diwujudkan melalui pembagian blok pengelolaan kawasan yang meliputi Blok Perlindungan, Blok Pemanfaatan, serta Blok Religi, Budaya, dan Sejarah. Dalam konteks ini, kegiatan wisata alam diatur agar tidak merusak fungsi ekologis kawasan dan tetap melibatkan masyarakat lokal.

“Kami mengedepankan asas keadilan, kemanfaatan, dan kebersamaan. Kolaborasi dengan masyarakat sekitar menjadi kunci utama agar kegiatan wisata alam dapat memberi manfaat ekonomi tanpa mengorbankan kelestarian alam,” ujar Ratna.

Permintaan Maaf dan Jadwal Langkah Lanjutan

Dalam rilisnya, BKSDA Bali menyampaikan permohonan maaf atas dinamika dan kegaduhan yang timbul akibat pembangunan di TWA Penelokan. Lembaga ini berkomitmen memperkuat koordinasi lintas instansi, termasuk dengan Direktorat Jenderal KSDAE, Gubernur Bali, dan Bupati Bangli untuk memastikan langkah penyelesaian berjalan sesuai ketentuan.

Adapun agenda tindak lanjut yang telah disiapkan BKSDA Bali, antara lain:

* 13 Oktober 2025: Pertemuan klarifikasi dengan I Ketut Oka Sari Merta dan tokoh adat Desa Kedisan di Kantor KPHK Kintamani.

* 14 Oktober 2025: Konsultasi dengan Bupati Bangli untuk menjelaskan situasi di TWA Penelokan.

* 15 Oktober 2025: Konsultasi dengan Gubernur Bali melalui Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali.

Selain itu, BKSDA Bali juga berencana menggelar jumpa pers pada 15 Oktober 2025 di Bangli, untuk memberikan penjelasan lebih detail kepada publik.

Harapan untuk Kolaborasi ke Depan

Melalui momentum ini, BKSDA Bali mengajak semua pihak baik pemerintah, pelaku usaha, maupun masyarakat untuk bersama-sama menjaga keutuhan dan fungsi ekologis kawasan TWA Penelokan.

“Kami berkomitmen memperbaiki tata kelola konservasi dengan penuh integritas dan transparansi. Pengelolaan kawasan konservasi harus menjadi simbol keseimbangan antara kepentingan ekologi, sosial, dan ekonomi bagi masyarakat Bali,” tutup Ratna Hendratmoko. (Red)

  Banner Iklan Rafting Jarrak Travel

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button