10 Nopember 2019
Oleh :Lorent
Sabtu, 10-11-2019
TSM-Tidak ada penolakan dalam rencana kunjungan ke AS, maka mentahlah semua rumor argumen terduga soal Jenderal Prabowo Subianto selama ini, yang ditunjuk menjadi Menteri Pertahanan RI periode 2019-2024. AS mempersilakan Prabowo Subianto berkunjung ke AS. Artinya no problem, clear.
Sejak ditunjuk jadi Menhan, Prabowo terlihat bergerak cepat menginventarisir dan menganalisis perkuatan alutsista TNI yang sedang menuju MEF jilid III tahun depan. Kesibukan mantan Pangkostrad dan Wapang ABRI ini diikuti dengan release atau public relation yang giat mempublikasikan aktivitas Menhan. Ini menjadi sebuah bagian dari aktivitas, agar menjadi jelas untuk disampaikan ke publik. Dan itu sangat perlu.
Demikian juga statemen KSAU Marsekal TNI Yuyu Sutisna yang menyampaikan kabar gembira bahwa TNI AU akan membeli 32 jet tempur F-16 Block 72 Viper dan sedang memproses pengadaan 11 jet tempur Sukhoi Su-35. Public relation diperlukan untuk memastikan kabar yang sebenarnya agar tidak menjadi rumor atau tanda tanya tanpa jawaban.
Publik selalu menanti kabar-kabar teranyar dari Kemenhan dan TNI. Maka kabarilah dengan fikroh dan ghiroh komunikasi yang jelas dan terukur. Publik kita sejatinya menginginkan tentaranya kuat dan juga sejahtera. Maka setiap program yang dijalankan Kemenhan dan TNI selalu diikuti publik kita dengan semangat kebangsaan yang kuat.
Kemampuan leader diperlukan di Kementerian Pertahanan. Disamping ketegasan dan kemampuan berkomunikasi menjelaskan setiap program dan lain-lain untuk konsumsi publik. Penting juga dicatat jangan sampai ditanya wartawan apa dijawab apa alias gak nyambung.
Program Kemenhan kedepan ini sangat padat dan penuh dengan godaan. Mengelola anggaran tertinggi diantara kementerian yang ada, tahun depan angkanya mencapai 131 trilyun dan bisa bertambah lewat APBNP. Tentu banyak sales-sales alutsista yang menawarkan produk termasuk juga keikutsertaan pemerintahnya.
Pengadaan sejumlah alutsista buatan AS tidak terlepas dari diplomasi perdagangan RI. Dalam rangka mengamankan fasilitas kelonggaran bea masuk atas sejumlah produk ekspor Indonesia ke AS. Kita juga surplus perdangangan dengan AS yang nilainya milyaran dollar. Maka salah satu jalan keluarnya adalah membeli sejumlah alutsista buatan AS seperti F-16 Viper, C-130J Super Hercules, AH-64E Apache Guardian dan CH-47F Chinook.
Indonesia sedang membutuhkan berbagai jenis alutsista tiga matra untuk memperkuat benteng pertahanannya. Semua sedang berpacu dengan waktu. Tidak hanya dengan AS, kita juga sudah dan sedang membeli sejumlah alutsista dengan Rusia dan Korsel. Dengan Rusia sedang diproses pengadaan 22 tank amfibi BMP-3F dan 23 panser amfibi BT3F.
Dengan Korsel sedang dikerjakan pembuatan tiga kapal selam Changbogo Class. Sebelumnya juga kita sudah menerima tiga kapal selam sejenis dengan metode transfer teknologi. Juga sedang berlangsung program kerjasama pembuatan jet tempur Gen 4.5 KFX/IFX yang sudah berjalan sejak tahun 2012.
Perkuatan angkatan laut, ini yang masih kurang greget. Perlu disegerakan kontrak pengadaan kapal perang striking force minimal kelas frIgat dan atau perusak kawal rudal yang dikenal dengan proyek PKR-10514. Untuk kapal perang jenis Kapal Cepat Rudal (KCR) dan Kapal Patroli Cepat (KPC) tidak jadi soal. Galangan kapal nasional kita sudah mampu membuat sebanyak apapun yang dipesan. Termasuk kapal perang jenis LST (Landing Ship Tank),LPD (Landing Platform Dock) dan BCM (Bantu Cair Minyak).
Angkatan laut kita sangat perlu kapal perang jenis destroyer, agar jika sekali waktu (bisa saja kan) ketemu dengen destroyer China di Laut China Selatan tidak kalah mental. China tidak mengklaim Natuna tetapi perairan ZEE Natuna masih tumpang tindih. ZEE kita jelas sah dan diakui internasional. Sementara ZEE yang diklaim si lidah naga baru sebatas klaim, belum sah.
Hot spot yang perlu perhatian ekstra adalah Natuna. Kedepan ini bisa saja pecah pertempuran sporadis di kawasan itu yang bisa melebar ke segala penjuru. Kesiapan kita saat ini adalah dengan mengerahkan tiga kapal perang Bung Tomo Class dan satu kapal perang KRI Fatahillah Class bersama sejumlah Kapal Cepat Rudal dan Parchim Class.
Meski kita sudah memiliki ratusan KRI berbagai jenis tetapi untuk striking force jelas masih kurang, apalagi untuk memenuhi kebutuhan tiga armada tempur. Maka lima tahun kedepan seyogyanya minimal sudah tersedia lima kapal perang kelas real frigat. Sementara armada kapal selam kita dalam lima tahun kedepan sudah bisa mencapai 8 unit. Lumayanlah.
Menhan kita yang baru ini diyakini bisa mengambil keputusan yang cepat, tepat, lugas dan cerdas. Lima tahun kedepan ini adalah pertaruhan pemenuhan MEF, baru sekedar kebutuhan minimal lho. Mestinya pola pikir kita tidak dalam rangka memenuhi target MEF lagi tapi lebih dari itu, menuju kekuatan pertahanan yang disegani. Jenderal Prabowo Subianto punya visi besar itu.
(@infokomando)