
Denpasar, Matakompas.com – Peredaran narkotika di Bali belum surut. Baru empat bulan berjalan di tahun 2025, Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Bali sudah mengungkap 13 kasus narkoba dengan jumlah tersangka sebanyak 13 orang. Barang bukti yang diamankan pun beragam, mulai dari sabu hingga kokain dengan total berat bersih lebih dari 7 kilogram.
Koordinator Humas BNN Provinsi Bali, Made Dwi Saputra, mengungkap dari seluruh kasus yang ditangani, petugas menyita berbagai tersangka narkoba baik warga domestik maupun asing dengan jumlah barang bukti yang signifikan. “Kalau jumlah kasus sampai dengan bulan April terakhir kemarin di hari Senin (7/4) itu kita sudah mengungkap sebanyak 13 kasus narkotika dengan jumlah tersangka sebanyak 13 tersangka,” ujarnya saat ditemui di Kantor BNN Provinsi Bali di Jalan Kamboja No. 8, Dangin Puri Kangin, Denpasar, Jumat (11/4) siang.
Adapun barang bukti yang disita terdiri atas sabu seberat 1.571,76 gram, ekstasi/MDMA sebanyak 155,4 gram, ganja 4.437,05 gram, THC (Tetrahydrocannabinol) 1.632,76 gram, serta kokain seberat 293,35 gram. “Ini udah neto ya semuanya,” ucap Dwi.
Jika dibandingkan dengan data tahun sebelumnya, sepanjang 2024 BNN Provinsi Bali mencatat total 48 kasus dengan jumlah tersangka sebanyak 51 orang. Namun Dwi menegaskan perbandingan belum bisa dilakukan secara langsung. “Kalau dibandingin dengan tahun sebelumnya tentunya belum Apple to Apple ya, belum bisa ya. Karena kan tahun ini kan baru berjalan di sampai April. Nanti mungkin di akhir tahun baru secara keseluruhan kelihatannya,” katanya.
Disinggung soal masih banyaknya kasus narkotika yang dijumpai di Bali, Dwi menerangkan bahwa faktor sosial dan ekonomi banyak menjadi penyebab utama. Ia menegaskan, meskipun terus dilakukan penindakan, peredaran narkoba di lapangan masih terus ditemukan. Sehingga, kata dia, pengawasan dan pemberantasan yang dilakukan BNN lebih berfokus pada pemutusan jaringan peredaran gelap, daripada pada penggunanya.
“Kami lebih fokus pada pengedar dan bandar. Karena kalau hanya pengguna yang ditindak, peredaran tetap berjalan,” terangnya. Ia menambahkan, Bali yang merupakan daerah pariwisata turut menjadi faktor potensial bagi pasar peredaran narkoba. Oleh karena itu, langkah penanganan yang dilakukan BNN tidak hanya berupa penangkapan, namun juga melalui upaya pencegahan.
“Tentu tidak bisa hanya main tangkap saja, karena kalau ditangkap saja tapi masih ada banyak permintaan kan tentunya salah. Jadi kita melakukan pemberantasan, di sisi lain kita juga melakukan pencegahan agar pasarnya itu tidak ada permintaan lagi akan narkotika. Maka dengan sendirinya kalau tidak ada permintaan pasar itu akan hilang,” tuturnya.
BNN Bali juga telah menjalankan sejumlah program pencegahan, salah satunya adalah program ‘Desa Bersinar’ atau Desa Bersih Narkoba. Melalui program ini, BNN melakukan pendekatan langsung ke masyarakat desa agar mereka memiliki ketahanan terhadap ancaman narkoba.
“Kita melakukan pendekatan dari desa agar dia menjaga sebagai perpanjangan tangan BNN untuk menjaga lingkungannya secara mandiri, melindungi wilayahnya baik itu dari peredaran ataupun pencegahnya melalaui sosialisasi sendiri, deteksi dini sendiri, atau pengamanan misalnya pengamanan secara rutin melibatkan pecalang,” sebutnya.
Selain pendekatan berbasis komunitas, BNN juga menjalankan program ketahanan keluarga. Tujuannya adalah memberikan penguatan kepada orang tua dan anak agar memiliki daya tahan terhadap ajakan menggunakan atau mengedarkan narkoba. Menurut Dwi, keluarga merupakan benteng utama pencegahan narkoba dari rumah. “Sehingga misalnya saat ada masalah ekonomi dan datang penawaran, dia tidak mudah tergiur untuk mengedarkan atau mengkonsumsi barang haram itu,” pungkas Dwi. (Red/Ivn)