Perkuat Akses Informasi Pelayanan Publik, Kemenkumham Siapkan Database Melalui SIPP
YOGYAKARTA-Matakompas.com- Jumlah pelayanan publik yang dikelola Pemerintah Indonesia hingga saat ini jumlahnya sangat banyak. Namun, informasi perihal pelayanan publik tersebut masih tersebar di masing-masing kementerian/ lembaga pengelola. Karena itu, untuk memperkuat akses informasi publik tentang pelayanan publik, Kementerian Hukum dan HAM kini mengelola Sistem Informasi Pelayanan Publik (SIPP).
“Pengelolaan pelayanan publik dari hulu ke hilir masih harus terus ditingkatkan. Dimulai dari pemberian informasi, pelayanan, hingga ke pengaduan pelayanan, dimana semuanya merupakan variabel reformasi birokrasi di bidang Penguatan Pengawasan dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik,” ujar Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama Heni Susila Wardoyo dalam sambutannya pada Sosialisasi Pengelolaan SIPP di Kanwil Kemenkumham DIY, Kamis (03/06) siang.
Keseriusan Kemenkumham dalam mengelola SIPP ini ditunjukkan dengan dimasukkannya “Entri Data seluruh Informasi Layanan Publik di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM pada laman SIPP” ke dalam Target Kinerja Kementerian Hukum dan HAM 2021. Maka terbitlah Pedoman Menteri Hukum dan HAM tentang Pengelolaan SIPP pada 31 Maret 2021 lalu, sebagai pedoman bagi seluruh satuan kerja di Kemenkumham dalam mengisi aplikasi SIPP. “Pada akhir triwulan kedua, kami menargetkan seluruh unit utama, kanwil, dan UPT sudah rampung mengisi layanan publiknya di SIPP,” ucap Heni di hadapan para peserta sosialisasi.
SIPP merupakan situs (www.sipp.menpan.go.id) yang dikembangkan Kementerian PAN-RB, dimana penerapannya harus dilaksanakan oleh seluruh kementerian dan lembaga. Situs ini dirilis pada 2020 dan hingga saat ini masih dalam tahap pengisian oleh seluruh kementerian dan lembaga. SIPP dimaksudkan dapat menjadi database seluruh pelayanan publik di Indonesia dan bisa diakses oleh seluruh masyarakat dari ujung barat Indonesia hingga ujung timur Indonesia. Berdasarkan Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 13 Tahun 2017, tujuan SIPP adalah terwujudnya pengawasan dan partisipasi masyarakat yang efektif, terwujudnya keterpaduan informasi pelayanan publik, dan tercegahnya penyalahgunaan kewenangan dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Sebelumnya, pemerintah sudah memiliki aplikasi Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat, (LAPOR!), yang berjalan sejak 2013. LAPOR! adalah hilir dari pelayanan publik di Indonesia karena jika masyarakat memiliki pertanyaan, aspirasi, atau pengaduan terkait pelayanan publik, bisa disampaikan melalui aplikasi tersebut. Disusul dengan adanya SIPP ini sebagai hulu, masyarakat diharapkan dapat mengetahui segala informasi pelayanan publik yang dibutuhkan, mulai dari nama layanan, lokasi, persyaratan, prosedur, hingga biaya. “Berkembangnya SIPP ini tidak bisa diamanatkan kepada Kementerian PAN-RB semata, melainkan butuh peran serta seluruh kementerian/ lembaga, mulai dari pusat hingga daerah di seluruh Indonesia. Karena itu, berhasil tidaknya SIPP ada di tangan kita bersama,” jelas Heni.
Usai sambutan Kepala Biro, paparan materi kemudian diberikan oleh Kepala Bagian Layanan Advokasi Hukum (LAH) Kemenkumham Deswati yang menyatakan bahwa pengelolaan SIPP mempunyai dasar hukum yang kuat, di antaranya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Pelayanan Publik, Permen PAN RB No. 13 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyelenggaraan SIPPN, dan Pedoman Menteri Hukum dan HAM Nomor No.M.HH.07.05 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan SIPPN.
Deswati menekankan kepada para peserta bahwa SIPP adalah bagian dari mewujudkan pengawasan dan partisipasi masyarakat yang efektif, terlebih karena SIPP juga terhubung dengan LAPOR! di dalam aplikasinya. “SIPP selain dimanfaatkan oleh masyarakat, juga dapat dimanfaatkan oleh pimpinan karena SIPP menampilkan data sebagai dasar pengambilan kebijakan terkait pelayanan publik, melihat persebaran pelayanan publik, dan mengukur kinerja unit penyelenggara pelayanan publik dari jenis layanan yang diinput,” jelas Deswati.
(Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama
Kementerian Hukum dan HAM/Dedy)