
BULELENG | Matakompas.com – Ketua Fraksi Gerindra-PSI DPRD Bali, Gede Harja Astawa, kembali menunjukkan ketegasannya dalam membela kelestarian lingkungan. Dalam sidak yang digelar Senin (13/10/2025) di kawasan hutan Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Gede Harja mengungkap adanya pelanggaran serius oleh pihak investor yang nekat membangun di area hutan tanpa izin lengkap.
Sidak tersebut melibatkan dua Pansus Trap DPRD Bali yang dikomandoi I Made Supartha dengan kehadiran sejumlah anggota dewan Buleleng, perwakilan Dinas Kehutanan, Dinas Perizinan, Satpol PP, Koramil, serta perangkat desa dan warga sekitar.
Namun suasana memanas ketika Gede Harja bersama warga peduli lingkungan dan anggota Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) menemukan fakta mencengangkan: bangunan vila di tengah kawasan hutan itu belum mengantongi izin Analisis Dampak Terhadap Hutan (ABT) maupun Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
“Ini jelas pelanggaran! Bagaimana mungkin bangunan sudah berdiri, padahal izin ABT dan PBG belum ada? Ini menantang aturan dan akal sehat,” tegas Gede Harja di lokasi.
Menurutnya, pembangunan yang dilakukan tanpa izin di kawasan konservasi bukan hanya bentuk pelanggaran hukum, tetapi juga pengkhianatan terhadap upaya pelestarian alam Bali. Ia pun mendesak agar semua aktivitas pembangunan segera dihentikan sampai ada kejelasan hukum.
“Kami sudah sepakat bersama Pansus untuk menyetop seluruh kegiatan di lokasi ini sampai persoalan perizinan dan tata kelola lingkungan benar-benar jelas,” ujarnya.
“Investor Jangan Seenaknya, Bali Bukan Tempat Mencetak Uang Lalu Merusak Alam!”
Gede Harja juga menyoroti pola investor yang datang ke Bali hanya membawa modal besar namun minim kesadaran lingkungan. Ia mengingatkan bahwa pembangunan tidak boleh dijadikan dalih untuk menebang pohon, menguruk tanah, dan mengubah hutan menjadi deretan beton tanpa jiwa.
“Saya lihat masih banyak pohon-pohon produktif di sini: ada serai, kunyit, dan tanaman lain. Itu artinya lahan ini masih hidup. Jangan dijadikan alasan tandus untuk mendirikan bangunan beton. Kalau tandus, ya tanami, bukan dirusak!” ujarnya dengan nada tajam.
Ia menegaskan, pemerintah tidak anti terhadap pembangunan, namun pembangunan harus berimbang dengan kelestarian lingkungan dan kearifan lokal.
“Kami bukan anti-investasi. Tapi kami anti investor yang serakah dan buta lingkungan. Kami butuh investor yang punya hati, yang menjaga alam dan budaya Bali. Kalau hanya datang untuk mengeruk keuntungan, lebih baik jangan datang!” tandasnya.
Peringatan Keras: Jangan Main-main dengan Hukum dan Alam Bali
Dalam kesempatan itu, Gede Harja Astawa juga memberikan peringatan tegas kepada semua pihak agar tidak menyepelekan hasil sidak DPRD.
“Saya minta masyarakat ikut awasi. Jangan sampai begitu kami pulang ke Denpasar, pembangunan ini tiba-tiba jalan lagi. Kalau ada yang nekat melanjutkan tanpa izin, itu sudah pelanggaran hukum, dan kami tidak akan diam!” tegasnya.
Ia pun menutup pernyataannya dengan pesan yang menggugah nurani:
“Kalau kita tidak menjaga lingkungan hari ini, besok yang merasakan bencananya anak cucu kita. Ketika alam marah, semua kena dampaknya. Tapi ketika ada hasil, hanya segelintir orang yang menikmati. Itu tidak adil.”
Lingkungan Adalah Nyawa Bali
Sidak ini menjadi simbol perlawanan terhadap eksploitasi alam yang kian marak di Bali utara. Melalui sikap tegas Gede Harja Astawa, DPRD Bali mengirim pesan jelas: Bali tidak menolak investasi, tetapi menolak kerusakan alam berkedok pembangunan.
Karena bagi Gede Harja Astawa, alam bukan aset ekonomi semata, melainkan jiwa dan warisan bagi generasi penerus.
“Investor boleh datang, tapi ingat: Bali bukan tanah kosong untuk diperdagangkan. Ini tanah suci yang harus dijaga dengan hati,” pungkasnya. (Red)