Proyek di Kawasan Hutan Lindung Suter Kintamani, Ditolak Deda Adat Kedisan Diduga Babat Hutan Lindung Diminta BKSDA Evaluasi Perizinan

BANGLI, Matakompas.com | Warga Desa Kedisan dibikin resah dengan adanya bangunan yang sudah berdiri di kawasan Taman Wisata Alam ( TWA) Suter, Kintamani, Kabupaten Bangli.
Pasalnya, proyek secara diam-diam sudah terbangun memicu keresahan dan konflik antara Desa Adat Kedisan dan lembaga terkait.
Berdasarkan Peparuman (Rapat) Desa Adat Kedisan menolak keras terhadap pembangunan di kawasan Taman Wisata Alam di Suter.
Bahkan, Kepala Desa Kedisan, Jro Bendesa Adat Kedisan beserta semua lapisan warga Kedisan sangat dibuat geram dengan adanya bangunan tersebut.
Untuk itu, BKSDA harus mengkaji ulang terkait pemberian izin membangun di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) dan harus bertanggung jawab terkait pemberian izinnya.
“Sebagai warga Desa Adat Kedisan, kami sangat konsiten menjaga kawasan hutan lindung ini sebagai hutan serapan air untuk kebutuhan air yang mampu memberikan sumber kehidupan.
Janganlah BKSDA gegabah untuk membuka dan memberikan izin untuk membangun yang sudah jelas terjadi pembabatan pohon,” tegasnya.
Penolakan tersebut ditegaskan dalam Surat Resmi Desa Adat Kedisan bernomor 88.DAK/X/2025, yang ditandatangani Bendesa Adat, I Nyoman Lama Antara, pada 8 Oktober 2025.
Menurut Lama Antara, keputusan ini diambil setelah melalui Rapat dengan Krama Desa Adat yang menekankan kekhawatiran terhadap dampak negatif pembangunan terhadap lingkungan.
“Desa Adat Kedisan pada intinya menolak pembangunan, karena dampaknya yang serius terhadap lingkungan. Kami memohon kepada instansi terkait untuk tidak mengeluarkan izin,” tegas Lama Antara.
Menindaklanjuti laporan dari masyarakat, Kepala DPM PTSP Bangli, Jetet Hiberon bersama Satpol PP turun langsung ke lokasi bangunan, Kamis, 9 Oktober 2025.
Hasil peninjauan menemukan, bahwa bangunan berukuran sekitar 8×12 meter tersebut melanggar ketentuan PP 16/2021 tentang pembangunan gedung, sehingga Satpol PP menghentikan sementara pembangunan hingga diperoleh Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
Tak hanya itu, Jetet Hiberon juga menambahkan, bahwa kewenangan perizinan dan pengawasan TWA berada ditangan BKSDA Provinsi Bali.
Pihaknya berharap, agar persoalan ini dapat diselesaikan secara koordinatif dan mengedepankan kepentingan kelestarian lingkungan.
Informasi yang beredar menyebutkan, bahwa pemilik bangunan adalah I K O S, yang berasal dari Desa Batur.
Muncul pula dugaan, bahwa telah terjadi pembabatan hutan lindung dalam proses pembangunan tersebut. Jika terbukti, tindakan tersebut dapat dikenakan sanksi hukum berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan serta UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Kasus ini menjadi perhatian serius bagi berbagai pihak.
BKSDA Provinsi Bali diharapkan segera melakukan evaluasi terhadap izin yang mungkin telah dikeluarkan serta mempertimbangkan aspirasi dari Desa Adat Kedisan.
Sementara itu, Aparat Penegak Hukum (APH) diharapkan bertindak tegas, jika terbukti ada pelanggaran hukum dalam pembangunan tersebut. (Red)