
DENPASAR, Matakompas.com – Suasana serius mewarnai ruang rapat lantai tiga Gedung DPRD Provinsi Bali saat salah satu anggota Panitia Khusus (Pansus) Tata Ruang Aset dan Perizin dari Fraksi PDI Perjuangan, I Nyoman Suwirta mantan Bupati Klungkung menyampaikan masukan strategis terkait penanganan kasus penyerobotan kawasan hutan negara di Bali. Audensi yang digelar Pansus pada Senin (29/9) itu menegaskan perlunya langkah cepat, terukur, dan terkoordinasi antara eksekutif, penegak hukum, serta instansi teknis.
Sebagai mantan kepala daerah yang pernah berhadapan langsung dengan persoalan tata ruang dan bencana, Suwirta menyoroti dua hal pokok: perlunya koordinasi lintas sektoral (Rakortas) untuk memetakan kewenangan dan bukti-bukti di lapangan, serta kebutuhan agar pemda kabupaten/kota segera bertindak tegas apabila terbukti ada pelanggaran.
“Kadang masalah kecil menjadi besar. Oleh karena itu saya usulkan agar eksekutif menggelar Rakortas hadirkan BPN (Pertanahan), instansi teknis, BWS, kepolisian lalu kita lihat siapa berwenang dan apa langkah hukumnya. Kalau itu aset Pemda, eksekutif harus langsung mengeksekusi,” kata Suwirta di hadapan anggota Pansus.
Suwirta mendorong Pansus untuk melakukan verifikasi terfokus misalnya memprioritaskan kawasan yang disebut-sebut sering bermasalah (disebutkan dalam pembahasan sebagai kasus di kelompok tertentu, termasuk areal yang belakangan ramai diperbincangkan). Menurutnya, langkah paling efektif adalah memulai dari pemeriksaan dokumen: kepemilikan, penerbitan sertifikat, status izin bangunan hingga IMB dan perizinan lain yang ambigu.
Ia juga mengingatkan Pansus untuk melibatkan Badan Wilayah Sungai (BWS) ketika masalah berkaitan dengan banjir, pendangkalan sungai, atau kawasan pesisir dan mangrove. Hasil kajian bersama instansi teknis ini, kata Suwirta, akan menjadi dasar hukum bagi tindakan selanjutnya.
Suwirta menyinggung pengalaman masa jabatannya: penanganan pelanggaran tak akan efektif bila komando dan dukungan politik tidak jelas. Ia menegaskan bahwa pemimpin daerah (bupati/wali kota) mesti berani mengambil sikap tegas termasuk menerjunkan unit penegakan wilayah seperti Satpol PP daripada memberi kesan melindungi oknum pelanggar.
“Saya sendiri waktu menjadi bupati tidak ragu masuk ke lapangan. Kalau memang itu aset Pemda, eksekusi saja. Jangan sampai ada kesan ‘ada yang dilindungi’ sehingga masyarakat kehilangan kepercayaan,” ujarnya.
Suwirta juga mengimbau agar penanganan masalah tidak berubah menjadi ajang pencarian panggung politik. Menurutnya, Pansus harus menjaga fokus pada kerja teknis: inventarisasi, klarifikasi status hukum lahan, penertiban, dan upaya pemulihan fungsi kawasan yang rusak.
Langkah Selanjutnya yang Diusulkan PansusD ari pertemuan hari ini muncul beberapa rencana tindak lanjut:
Rakortas lintas OPD dan instansi terkait (BPN, BWS, Dinas Kehutanan, Satpol PP, Kejaksaan/Polri) untuk memetakan kewenangan dan data di lapangan.
Verifikasi administrasi pertanahan dan cek kebenaran penerbitan sertifikat di lokasi-lokasi prioritas.
Penertiban bertahap di titik-titik yang jelas melanggar status kawasan lindung, dengan pengawalan aparat dan dokumentasi hukum.
Pelibatan pemkab/pemkot agar kepala daerah mengambil langkah tegas sesuai kewenangan daerah masing-masing.
Pansus DPRD Bali menyatakan akan menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi teknis yang disampaikan hari ini. Suwirta menegaskan sekali lagi bahwa persoalan penyerobotan hutan bukan hanya soal hukum administrasi melainkan masalah keselamatan publik dan ketahanan lingkungan yang berdampak pada banjir, pendangkalan, dan kerentanan daerah pesisir.
“Jika kita kehilangan fungsi hutan dan mangrove, yang rugi bukan hanya alam, tetapi juga keselamatan warga. Kita harus bertindak sekarang, demi generasi yang akan datang,” tutup Suwirta. (Red)