Ibu-Ibu Besipae Nekat Telanjang Dada di Hadapan Gubernur NTT,Pakar Komunikasi Indonesia Angkat Bicara
KUPANG-JARRAKPOSKUPANG.COM
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan Dr. Emrus Sihombing kembali merespon mekanisme komunikasi sekaligus memberikan dan solusi logis dari suatu masalah yang terjadi.
Kali ini Emrus mengomentari kejadian yang berlangsung cukup viral di media sosial beberapa pekan terakhir dengan adanya ibu-ibu di Besipae, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT) nekat bertelanjang dada di hadapan Gubernur NTT Viktor Laiskodat.
Dilansir dari akun youtube milik Tribunnews.com yang dipublikasikan pada 14 Mei 2020 bahwa kejadian membuka baju dan pakian dalam oleh ibu-ibu di Besipae depan Gubernur NTT Viktor Laiskodat ini terjadi Senin,12 Mei 2020, aksi ibu-ibu itu saat Gubernur NTT bersama Bupati TTS mengunjungi kawasan peternakan Besipae.
Emrus yang kesehariannya juga sebagai pakar komunikasi Indonesia itu, ketika dihubungi media ini mengatakan bahwa kejadian ini harus dilihat dari prespekktif yang lebih luas.
“Saya pikir kita harus melihat itu dari perspektif yang lebih luas dari kejadian itu ada pesan yang ingin disampaikan kepada saudara Gubernur NTT. Menurut saya ada sesuatu kekecewaan yang belum diwujudkan pemerintah setempat. Pandangan saya,ibu-ibu Besipae yang melakukan demonstrasi membuka pakaian atasan,ingin menyampaikan suatu pesan.Dari sini saya juga melihat bahwa Gubernur Viktor sudah langkah maju mendengar aspirasi rakyat yaitu sampai beliau lompat pagar dan menemui langsung sehingga terjadi tatapan dialog langsung disana,” tandas Emrus, Kamis (28/5/2020).
Selain itu akademisi pakar komunikasi Universitas Pelita Harapan (UPH) itu menambahkan, “Dialog ini sejatinya harus berkelanjutan,tidak cukup hanya pada saat itu saja,harus ada kelanjutan dengan membuat jadwal agar mempertemukan ibu-ibu ini lagi dan juga Gubernur NTT tanpa ada yang mewakili dari pihak mana saja karena ketika di wakilkan maka ada distorsi-distorsi pesan,distorsi-distorsi makna dan juga distorsi-distorsi kepentingan.”
“Dari hal-hal seperti ini semata-mata tidak boleh hanya dilihat dari yuridis formal dari undang-undang tetapi dilihat juga dari historis, dari budaya setempat turun-temurunnya. Hal ini harus dipertimbangkan secara matang sehingga kalau ada proyek pemerintah di daerah setempat, kiranya masyarakat di daerah setempat harus dilibatkan sehingga sama-sama menguntungkan,” pungkas Direktur Eksekutif Emrus Corner itu.
Jarrakposkupang.com/Mario Langun
Editor: Jering Buleleng