DKI Jakarta

PIK 2 Dituding Jadi Simbol Kezaliman Oligarki, Presiden Harus Cabut Giginya

Jarrakpos.com Jakarta — Mantan Sekretaris Kementerian BUMN dan tokoh nasional, Said Didu, tampil lantang dalam Aksi Solidaritas untuk Charlie Candra yang digelar di kawasan Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2). Dalam orasinya, Said menyoroti kasus yang menimpa Charlie bukan sekadar sengketa lahan, melainkan bagian dari konflik besar antara rakyat dan oligarki yang telah berlangsung sejak lebih dari satu dekade lalu.

“Kasus ini bukan baru. Tahun 2011 Perda keluar, 2013 mulai pembebasan tanah, dan sejak 2015 rakyat mulai ditekan, bahkan dipenjara hanya karena tidak mau menjual tanahnya,” ungkap Said di hadapan massa pendukung lewat pernyataanya di Yutube Langkah Update, Kamis (31/7/2025)

Ia menyebut Charlie Candra sebagai simbol keberanian rakyat yang bangkit melawan ketidakadilan dan tekanan korporasi besar yang terafiliasi dalam proyek PIK 2. Menurutnya, penangkapan Charlie adalah bentuk intimidasi sistematis untuk membungkam perlawanan.

PIK 2, Penjara Diam-Diam bagi Rakyat, Said mengungkapkan bahwa sejak 2015, banyak warga yang ditahan karena menolak menjual tanah mereka kepada pengembang. Bahkan, ada pasangan suami istri yang masih menjalani hukuman hingga hari ini.

“Mereka ditakut-takuti, dibungkam, dan kini masyarakat hidup dalam bayang-bayang tekanan,” katanya.

“Charlie adalah pemberani yang muncul ke permukaan. Dan karena itu, mereka (pengembang) panik. Mereka tahu kalau Charlie menang, domino akan jatuh, dan kebenaran akan terbuka,” tambahnya.

Dalam orasinya, Said Didu juga mengungkap bahwa pemerintah pusat melalui Istana telah mencabut izin tambang milik Aguan, Fredy Numberi, dan Ali Hanafi di Raja Ampat, yang selama ini dikaitkan dengan jaringan oligarki nasional.

“Kita bersyukur, Presiden Prabowo sudah mulai mencabut gigi mereka di Raja Ampat. Tapi jangan berhenti di sana. Cabut juga giginya di PIK 2!” tegasnya, disambut sorakan massa.

Menurutnya, pencabutan izin tambang tersebut adalah sinyal politik kuat dari Presiden Prabowo bahwa era impunitas bagi kelompok penguasa tanah dan tambang harus diakhiri.

Said menyampaikan bahwa PIK 2 adalah gigi utama dari oligarki properti yang selama ini merampas tanah rakyat dengan berbagai cara. Ia menyerukan agar Presiden Prabowo tidak ragu untuk mengulangi langkah tegasnya seperti di Raja Ampat.

“Kalau Raja Ampat bisa dicabut, kenapa PIK 2 tidak? Sudah terlalu banyak korban. Sudah terlalu banyak ketidakadilan yang dibiarkan,” ujarnya.

Ia juga menyinggung kelambanan dan ketertutupan para pejabat di daerah yang menurutnya selama ini “berpura-pura buta” terhadap praktik perampasan dan intimidasi oleh pengembang besar.

Menutup orasinya, Said Didu menyatakan bahwa langkah pencabutan izin tambang adalah kode keras dari Presiden kepada aparat dan pendukung oligarki bahwa pelindung mereka tidak lagi kebal.

“Ini sinyal untuk semua jagoanmu yang selama ini merasa aman. Hari ini giginya mulai dicabut,” ujarnya. “Dan kami tidak akan berhenti sampai keadilan ditegakkan di atas tanah ini.” tuturnya.

Charlie Candra kini diposisikan oleh banyak kelompok masyarakat sipil sebagai ikon perlawanan terhadap kekuasaan korporasi properti yang selama ini dianggap kebal hukum.

Solidaritas yang datang dari berbagai latar belakang—tokoh agama, aktivis, emak-emak, hingga lintas agama—menunjukkan bahwa isu PIK 2 telah berubah menjadi simbol konflik struktural antara rakyat dan oligarki.

“Raksasa bisa jatuh jika rakyat bersatu. Dan hari ini kita mulai menyaksikan retaknya kekuasaan mereka,” pungkas Said Didu.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button